Nancy tak menyukai kala sang papa menjalin hubungan dengan Dania yang dikenalkan sebagai calon istrinya. Nancy mencari tahu latar belakang Dania hingga akhirnya ia mengetahui kalau Dania masih berstatus sebagai istri orang! Ketika kebusukannya terbongkar Dania berkilah akan segera bercerai dengan suaminya yang sekarang, Putra Wardhana namun Nancy tak memercayai itu hingga akhirnya Dania dan Putra benar-benar bercerai. Selepas bercerai, Nancy mulai mendekati Putra untuk misi membuat Dania cemburu karena sang mantan suami kini dekat dengannya. Akankah misi Nancy akan berhasil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesempatan Untuk Bicara
Dania datang ke dapur dengan niat mengganggu mantan mertuanya yang nampak sedang sibuk menyiapkan makanan untuk Nancy.
"Bagaimana rasanya kembali bertemu denganku di rumah ini, mantan ibu mertua?"
"Aku sama sekali tidak nyaman ada kamu di sekitar rumah ini."
"Jelas ini rumahku sekarang jadi wajar kalau aku ada di sekeliling rumah ini. Katakan padaku apa yang sudah anda lakukan pada mas Putra sampai mau menikah dengan Nancy. Apakah Ibu berharap kalau dengan menikahkan mas Putra bersama Nancy maka hidup keluarga kalian akan sejahtera?"
"Jaga mulut kamu Dania. Saya nggak pernah memaksa anak saya untuk menikah dengan Nancy. Semua mereka lalui dengan alamiah. Mereka saling jatuh cinta dan saling menjaga satu sama lain bukan seperti kamu dulu yang sibuk mengadu domba saya dengan anak saya."
"Apa kata anda? Saya mengadu domba? Yang benar saja," ujar Dania sinis.
Suherti nampak berang dengan ucapan Dania barusan yang masih mengelak terhadap yang sudah ia lakukan di masa lalu. Tentu saja Suherti tak akan pernah lupa bagaimana Dania mengadu domba antara ia dan anaknya sendiri bahkan nyaris saja hubungan antara ia dan anaknya sendiri hancur akibat ulah wanita jahat ini.
"Saya nggak habis pikir kalau pak Hanggono bisa menikah sama wanita seperti kamu. Harusnya pak Hanggono tahu seperti apa kamu yang sebenarnya."
"Kenapa anda mengatakan begitu? Pasti anda tak senang kan kalau sekarang hidup saya jauh lebih bahagia setelah menjadi istri mas Hanggono. Asal anda tahu rumah ini juga rumah saya dan saya berhak untuk menindak tegas tamu yang tidak punya sopan santun."
"Ada apa di sini?" tanya Putra yang muncul di dapur menghentikan perdebatan Suherti dengan Dania.
"Wanita ini mengajak adu mulut Ibu," ujar Suherti.
"Jangan diladeni dia, semua ucapannya anggap saja angin lalu," ujar Putra seraya mengambil nampan berisi makanan untuk sang istri.
"Mas, tega sekali kamu mengatakan itu padaku!" seru Dania tak terima.
"Jangan buat drama malam ini, silakan minggir!"
Suherti tanggap dan langsung menyeret Dania minggir supaya Putra bisa lewat, Dania kesal dengan apa yang mantan mertuanya lakukan dan mendorong Suherti menjauh darinya.
****
Hanggono meminta Kinarsih dan Bagas untuk tetap tinggal di rumah ini dan tidur di kamar tamu karena masih ada kamar kosong di rumah ini. Kinarsih sempat melirik ke arah Bagas untuk meminta persetujuan dan Bagas sendiri nampak tak bergeming.
"Apa tidak apa kami di sini?"
"Dari pada besok kalian harus balik lagi ke sini untuk menemui anak saya. Akan lebih baik kalian bermalam di sini."
Tak lama kemudian Hanggono meminta asisten rumah tangga untuk menyiapkan kamar dan pakaian ganti untuk Kinarsih dan Bagas. Asisten rumah tangga kemudian membawa Kinarsih dan Bagas ke salah satu kamar tamu yang masih kosong di rumah ini.
"Untuk pakaiannya, silakan tunggu sebentar."
"Terima kasih banyak, Bi."
Kemudian asisten rumah tangga itu pergi meninggalkan Bagas dan Kinarsih di depan kamar mereka yang saling bersebelahan.
"Tidurlah, besok kita bisa hadapi bersama."
Bagas tak mengatakan apa pun dan kemudian beranjak menuju kamarnya, ia menyalakan lampu dan melihat sekeliling kamar yang nampak besar dan mewah. Tak lama kemudian pintu kamarnya diketuk dari luar dan asisten rumah tangga menyerahkan pakaian ganti untuk Bagas.
****
Nancy tak bisa tidur nyenyak malam ini, ia melihat jam di nakas menunjukan pukul 4 pagi dan suaminya masih tidur lelap di sebelahnya. Enggan membangunkan Putra membuat Nancy perlahan beringsut turun dari ranjang tanpa membuat suaminya bangun. Ia perlahan membuka pintu kamar dan berjalan turun ke lantai bawah yang mana asisten rumah tangga sudah mulai bersiap di dapur.
"Selamat pagi Non."
"Pagi, Bi."
"Non mau Bibi buatkan apa?"
"Saya butuh teh hangat."
"Baik Non, silakan duduk dulu di sini. Biar saya buatkan."
"Terima kasih, Bi."
Nancy duduk di kursi meja makan menunggu sampai teh siap untuk ia minum dan pada saat itu secara tak sengaja Nancy bertemu dengan Bagas yang sepertinya juga hendak ke dapur. Bagas nampak canggung ketika melewati Nancy apalagi ia masih ingat bagaimana ekspresi Nancy kemarin saat tahu Hanggono punya anak lain selain dari mendiang mama Nancy.
"Duduk," titah Nancy.
"Saya?" tanya Bagas.
"Memang kamu lihat ada siapa lagi di sini selain kamu?"
Bagas melihat sekeliling dan memang tak ada seorang pun selain mereka di sini maka Bagas kemudian menarik kursi yang berhadapan dengan Nancy.
"Ini Non tehnya," ujar asisten rumah tangga memberikan teh pesanan Nancy.
"Terima kasih, Bi. Tanyakan dia mau minum apa juga," perintah Nancy.
****
Nancy tak tahu apa yang harus ia bicarakan dengan Bagas, rasanya seperti mimpi buruk yang tiba-tiba datang ke dalam hidupnya saat tahu rupanya papanya punya anak dari wanita lain selain mamanya. Ia memerhatikan wajah Bagas yang memang mirip dengan wajah papanya rasanya ia tak perlu melihat tes DNA juga sudah tahu kalau pria ini adiknya.
"Kamu tahu perasaan saya kemarin saat tahu papa saya punya anak dari wanita lain? Hati saya sakit bukan main, saya nggak nyangka kalau papa saya berhianat dari mendiang mama saya."
Bagas tak mengatakan apa pun dan membiarkan Nancy mengeluarkan semua apa yang ia pendam sejak kemarin.
"Saya benci fakta ini namun saya nggak bisa menolak fakta bahwa saya punya adik dari wanita lain selain mama saya. Tapi saya mohon sama kamu untuk memberikan saya waktu menerima kamu sebagai keluarga saya."
"Saya tahu bahwa berat untuk anda menerima fakta ini, saya pun demikian. Semua terasa tiba-tiba dan ... beginilah akhirnya, sejujurnya saya nggak tahu apakah pantas berada di sini atau nggak karena selama ini saya berpikir bahwa ayah kandung saya sudah meninggal dunia."
Bagas menghela napasnya dan kemudian mengatakan bahwa ia tak akan memaksa Nancy menerima dan mengakuinya sebagai saudara se ayah.
"Kalau anda merasa nggak nyaman dengan kehadiran saya dan ibu saya maka kami akan segera pergi."
****
Putra meraba kasur di sebelahnya yang kosong, ia membuka kedua matanya yang semula masih mengantuk kini rasa kantuk itu mendadak hilang saat tahu Nancy tak ada di sebelahnya.
"Dia ke mana?"
Putra turun dari tempat tidur dan menuju kamar mandi untuk mengecek apakah Nancy di sana namun hasilnya nihil.
"Apa dia ke bawah?"
Putra keluar dari dalam kamarnya dan berjalan menuruni anak tangga menuju lantai bawah di mana saat ia melintasi ruang makan, ia menemukan Nancy tengah bicara dengan Bagas karena tak mau mengganggu maka ia memutuskan menunggu sampai Nancy selesai bicara dengan Bagas.
"Pagi Mas Putra, mau minum apa?" tanya asisten rumah tangga menyapa.
"Ah, saya cuma lagi cari istri saya. Itu udah ketemu."
Nancy yang mendengar percakapan Putra dan asisten rumah tangga menoleh ke arah mereka dan memanggil suaminya datang ke sini. Putra yang diminta Nancy pun berjalan menghampiri Nancy dan duduk di sebelahnya.
"Kamu baik-baik saja kan?"
"Aku baik, kok. Tadi aku haus dan nggak mau bangunin kamu makanya aku turun sendiri dan gak sengaja aku ketemu dia," ujar Nancy melirik Bagas dengan ekor matanya.