Jika tak percaya adanya cinta pada pandangan pertama, Rayyan justru berbeda, karena semenjak melihat Mbak Tyas, dia sudah langsung menjatuhkan hati pada perempuan cantik itu.
Dan dia Rayyan Asgar Miller, yang jika sudah menginginkan sesuatu dia harus mendapatkannya dengan cepat.
"Ngapain masih ngikutin? Kan tadi udah aku bayarin minumannya tah!?"
"Bayarannya kurang Mbak!" Rayyan menyengir lalu menunjukkan sebelah pipinya. "Kiss sepuluh kali dulu, baru aku anggap impas."
"Astaghfirullah!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DB SEBELAS
Manis, sebuah kata milik Rayyan yang kini Tyas ingat saat mereka makan dengan satu sendok bersama. Dan dari sinilah Tyas bisa menyimpulkan jika Rayyan memang buaya darat.
Sebab semua yang Rayyan ucapkan seperti mengandung micin. Terdengar lezat walau dia yakin itu tidak baik untuk dirinya di kemudian hari.
Karena Cepat atau lambat, Rayyan si tengil akan mengkhianati dirinya untuk memilih wanita lain. Tyas hanya perlu menyiapkan diri ketika hari naas itu terjadi.
Setidaknya, perasaannya tidak terlalu kaget seperti saat Ervan berkhianat. Dan mulai dari detik ini, Tyas ingin lebih kuat membentengi hatinya dari yang namanya jatuh cinta termasuk pada suaminya.
Usai makan malam bersama, Tyas keluar rumah untuk mengambil wudhu. Tyas harus shalat hajat karena itu kebiasaan dia sebelum tertidur.
Ada sumur katrol di sana, tapi Tyas hanya menggunakan itu untuk mencuci pakaian atau lain sebagainya. Sementara jika mengambil air wudhu, biasanya Tyas menggunakan dari keran mesin air.
Rayyan sebagai suami, tentu takkan membiarkan istrinya sendiri. Pemuda itu menyandar di kusen pintu belakang demi memastikan jika istrinya baik- baik saja.
Ini kehidupan sederhana yang sama sekali tidak pernah Rayyan bayangkan. Kondisi rumah ini benar- benar jauh berbeda dari rumah istana ayahnya.
Namun, sama sekali Rayyan tak merasa ini menyedihkan. Justru sebaliknya, Rayyan bahagia karena ada Pangesti Ning Tyas.
Terlebih saat ini, juga detik ini, yah ketika Tyas mulai menyingsing lengan bajunya sampai siku, juga rok panjangnya sampai lutut.
Rayyan yang tadinya hanya melamun sambil memandangi gadis itu, ia beranjak dari sandarannya hanya untuk memastikan Tyas benar- benar ingin membuka jilbabnya.
Seketika jantung berdendang, menciptakan sebuah irama romansa. Tak hanya dari luar saja, rupanya Tyas cantik sampai ke dalam.
Benar, Rayyan menelan ludah seketika gadis cantik itu menunduk untuk melakukan ritual ambil wudhu. Belahan dadanya terlihat begitu indah dari tempatnya.
Rayyan bahkan sempat sempatnya berpikir mesum di saat Tyas sendiri tak sadar jika tubuhnya sedang dinikmati oleh dirinya.
Rayyan terpana, dia terpaku pada wanita dewasa itu. Saking terkesimanya, Rayyan sampai terpeleset ketika siku miliknya ingin dia tumpang ke kusen pintu.
Tatapan Tyas membuatnya harus membenarkan posisi tubuh sambil menyengir cengengesan. Tyas sudah selesai, gadis itu lalu melewati tubuh Rayyan tanpa bicara.
Dan tanpa Tyas sadari, Rayyan sempat menghidup aroma lehernya, aroma yang begitu manis, aroma yang membuat Rayyan seperti drakula karena ingin menghisapnya.
"Pintunya mau Tyas kunci."
"Silahkan, istriku." Rayyan menyengir lebar lalu mempersilahkan Tyas dengan dua tangan yang menunjuk ke arah pintu serta tubuh yang membungkuk.
Tyas memutar bola matanya sedikit, menghela napas sambil menutup dan mengunci pintu belakang. Tyas masuk kembali ke kamar, kali ini Rayyan ikut.
Kamar yang sempit, hanya berukuran tiga kali tiga yang bahkan tidak lebih besar dari kamar mandi di rumah tinggal Rayyan di Jogja.
Apa lagi bila dibandingkan dengan kamar di rumah utama keluarga Rayyan di Jakarta, kamar ini sama sekali tidak ada apa apanya.
Namun, sekali lagi Rayyan betah di sini, karena aroma Tyas tercium begitu lembut, dia seperti sedang berada di planet yang isinya hanya ada Tyas.
Tyas menatap Rayyan, dia baru sadar jika sekarang di kamarnya ada orang lain. Dan lagi, dia baru ingat jika rambut yang biasanya tertutup jilbab di lihat oleh suaminya.
Tyas lupa kalau sekarang tidak hanya ada Dimas. Tapi dia masih melakukan kebiasaan membuka jilbabnya saat mengambil wudhu.
"Kenapa ngeliatin begitu? Baru tahu suami kamu ganteng?" tegur Rayyan percaya diri.
Tyas mendadak membuang muka ke arah lain, dia kemudian meraih mukena untuk dipakainya. Melangsungkan shalat tanpa bicara kembali.
Rayyan membiarkan kegiatan itu. Dan demi tak merasa bosan, dia bertamasya di kamar kecil ini, melihat koleksi buku, ternyata Tyas menyukai novel romantis.
Terdapat banyak sekali judul yang dia yakin isinya para tokoh budak cinta. Apa lagi jika melihat nama pengarang buku tersebut.
PA, ah sudahlah, mendadak Rayyan cemburu karena ternyata bacaan istrinya novel PA yang isinya hanya cinta cintaan. Pecinta fiksi yang biasanya seleranya setinggi langit.
Tak lama kemudian Rayyan kembali mengalihkan perhatian pada Tyas, di mana suara mengaji gadis itu mulai terdengar.
Sepertinya Tyas sangat rindu sang ayah, terlihat dari getar suaranya, Rayyan jadi ingin sekali memeluknya untuk menenangkannya.
Bicara, jika di sini sudah ada Rayyan yang akan menggantikan Bapak untuk membahagiakannya juga mengurus Dimas.
Rayyan duduk di sebuah bangku, ada satu bangku yang dibelakangi Tyas. Dia menyimak ayat demi ayat yang Tyas lantunkan.
Sampai di akhir, Tyas berdoa, lalu terdiam di atas sajadahnya. Cukup lama, sampai Rayyan harus mendekatinya karena penasaran.
Dan benar sekali dugaannya, ternyata Tyas tertidur saking kantuknya mungkin. Hal yang akhirnya membuat Rayyan tidak terpaksa menggendong wanita itu agar terbaring di ranjang pengantinnya.
Plakk!
"Awh!" Rayyan mengeluh mendapat tamparan keras dari telapak tangan istrinya secara spontanitas karena begitu terkejut.
Di depan pintu, Dimas yang tak sengaja melintas, pemuda itu terkikik mendengar keluhan keluhan pengantin baru. Dimas ikut bahagia, karena walau pun Bapak pergi, setidaknya ada Mas Rayyan sebagai gantinya.
Tyas yang baru menyadari tamparannya, dia mulai panik sendiri. "Mas!?"
Barusan dia kaget karena tiba- tiba ada yang menyentuhnya bahkan menggendongnya. Tapi saat melihat Rayyan mengelus pipi yang merah, gadis itu menyesalinya.
"Ya Tuhan, merah begini!" Tyas memeriksa pipi yang dia tampar tanpa sengaja. "Sakit?"
Rayyan mencebik bibirnya, berpura- pura kesakitan agar Tyas terus mengusap pipi yang memang memerah. "Sakit sih, tapi nggak sesakit kamu pas kita mulai malam pertama nanti."
Tyas mendadak terjaga, di mana ada orang kesakitan tapi sempat sempatnya memikirkan hal yang begitu mesum. "Rayyan!"
"Hehe..." Tamparan kedua Tyas justru membuat Rayyan menyengir. Apa lagi melihat wajah pucat Tyas, Rayyan puas sekali.
Tyas memeluk dirinya sendiri. "Jangan macam macam ya! Kita ini masih berkabung! Nggak pantes mikirin itu tahu nggak?!"
Rayyan kemudian melangkahi tubuh Tyas, dia berbaring di sisi gadis itu. "Tenang saja, nggak usah pucat begitu," ujarnya enteng.
"Aku nggak akan sentuh kamu selama kita tinggal di sini," imbuhnya kemudian.
Tyas mengernyit, apa yang Rayyan bahas ini? Selama di sini? "Maksudnya?"
Rayyan berbaring miring, menatap Tyas yang duduk dengan tubuh kaku. "Nanti, di Jogja, kita baru mulai pendekatan yang lebih intens."
"Rayyan!" Tyas menampar punggung tangan Rayyan yang mulai merembet ke tubuhnya.
Bukan marah, Rayyan malah tertawa, terkikik melihat ekspresi Tyas. "Aku nggak mau ikut ke Jogja, ya!" tolak Tyas.
"Kenapa? Takut ketemu mantan?" Rayyan lantas mencubit dagu Tyas. "Apa takut dibuka segelnya?"
Tyas sontak menepisnya. "Kamu tuh nggak pantes ngomongin ini tahu nggak, kamu tuh masih kecil!"
Rayyan terkikik. "Umur boleh kecil, Mbak Tyas istriku, tapi serius, Rayyan punya yang besar- besar kok," ucapnya. "Mau liat?" tawarnya.
"Rayyan!" Tyas memukuli wajah Rayyan dengan bantal miliknya. Rayyan terkikik geli melihat tingkah istrinya.
Baru mau ditunjukkan miliknya saja Tyas begitu ketakutan, apa lagi jika memang benar benar melihatnya. Mungkin pingsan tak ingin mendekatinya.
Tyas mendorong lutut Rayyan yang terus mendekatinya dengan kakinya. "Jauh jauh Rayyan, di belakang kamu masih luas!"
Rayyan lalu menurut untuk mundur, ranjangnya hanya berukuran queen, jadi mereka tidak begitu jauh harusnya.
"Sudah nggak sedih lagi kan?" Rayyan bertanya dengan suara pelan.
Tyas tak menjawab, tapi mengindahkan pertanyaan pemuda itu. Sedikitnya Tyas mengakuinya, jika kesedihan ia memang teralihkan pada pemuda ini.
Rayyan meraih tangan mulus istrinya lantas menggenggamnya. "Aku di sini untuk itu. Membuat kamu lupa sama kesedihan kamu. Aku sudah pernah berjanji sama Bapak, akan membuat kamu bahagia di sisiku."
Tyas diam saja, sementara Rayyan mulai mendekatinya pelan-pelan. "Kamu masih nggak percaya, hm?" tanyanya.
Tyas masih hanya bergeming, matanya tetap waspada pada pergerakan suaminya. Jujur, Tyas takut dipaksa pemuda tampan ini.
"Buka mukenanya."
Lihat, belum apa apa Rayyan sudah mulai memerintah. "M-mau ngapain?" Tyas memeluk dirinya sendiri dengan gugup dan takut.
"Aku liatnya sumpek, mana kamar ini nggak ada AC nya lagi." Rayyan lalu membuka kaus yang dia pakai. "Buka, Sayang...," pintanya.
"Rayyan!"
Apa apaan ini, kenapa Rayyan harus menunjukkan tubuh bidang di depannya yang kemudian menutup matanya dengan jari tak rapat.
"Kamu ngapain sih?!"
"Gerah!" Rayyan bahkan menanggalkan celana jeans miliknya hingga tersisa celana boxer hitamnya saja.
Tyas semakin menutup matanya, bahkan membelakangi suaminya. Tak mau melihat tubuh yang jujur saja menggoda imannya.
Rayyan definisi lelaki seperti dalam novel yang pernah Tyas baca. Kaesang, si berondong yang terobsesi ingin memiliki mbak mbak istri orang.
"Tidur di luar yang nggak panas sana!"
Rayyan, justru semakin mendekat bahkan memeluk Tyas dari belakang. "Masa udah nikah tidur di luar, yang benar ajah, rugi dong..."
"Rayyan!" Tyas bangkit segera, lalu keluar dari kamarnya. Rayyan terkikik geli, sungguh, dia tidak salah lagi, Tyas masih sepolos itu.
Padahal, Rayyan sendiri takkan mungkin memaksanya, karena saat ini mereka masih dalam kondisi berkabung. Rayyan juga tidak setega itu memakan istri yang bahkan masih terlihat tertekan saat di hadapannya.
itu kata om opik
itu juga yg ak alami
skrg tertawa
bebrapayjam lagi cemberut
lalu g Lma pasti nangis