Sebenarnya, cinta suamiku untuk siapa? Untuk aku, istri sahnya atau untuk wanita itu yang merupakan cinta pertamanya
-----
Jangan lupa tinggalkan like, komen dan juga vote, jika kalian suka ya.
dilarang plagiat!
happy reading, guys :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Little Rii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ribut
Aryan mengetuk-ngetuk permukaan meja kerjanya, sembari terus memikirkan sikapnya tadi. Kenapa ia jadi sensitif begitu ya, hanya karena hadiah dari Ibra. Bukan tanpa alasan ia marah sih, itu karena ia tak sengaja melihat tatapan Ibra yang begitu dalam, ke Aira.
Ia kan jadi menduga-duga, kalau temannya itu punya sedikit rasa pada Aira. Kenapa harus Aira? Kenapa temannya harus suka dengan Aira?
Bukan cemburu, hanya saja--- entahlah, Aryan sulit menggambarkan perasaannya sekarang.
Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, ia pun bergegas menyudahi pekerjaannya dan lanjut tidur. Kalau tidak di atur begini, mana sempat ia tidur. Yang ada tubuhnya akan mudah sakit dan pekerjaannya banyak terbengkalai.
Aryan pun bergegas pergi ke kamar, sembari membawa laptop-nya. Ia tak bisa jauh-jauh dari laptop.
Sesampainya di kamar, Aryan menatap istrinya yang tengah makan bakwan. Ia kira Aira sudah tidur, karena biasanya jam segini wanita itu sudah bermimpi.
"Mau, mas?" tanya Aira menyodorkan bakwan yang ia pegang.
"Kenapa kamu makan gorengan malam-malam? Itu gak sehat."
"Lapar, jadi pengen makan ini. Sebenernya udah dari siang tadi mau makan ini, tapi karena lagi kesel, jadinya gak mood," jelas Aira kembali memasukkan bakwan sayur ke mulutnya. "Mas mau?"
"Enggak, saya gak bisa makan gorengan malam-malam, " tolak Aryan lalu bergegas ke kamar mandi.
Aira pun kembali makan, sembari menonton video mukbang.
Keesokan harinya.
Aira sudah berada di meja makan, begitu juga dengan suaminya yang sudah makan duluan dan hanya tinggal setengah porsi saja.
"Mas, hari ini aku mau ke luar, boleh?"
"Terserah."
"Makasih," ucap Aira tersenyum tipis, lalu lanjut menghabiskan sarapannya.
Setelah Aryan pergi kerja, Aira pun meminta bu Imas untuk segera bersiap-siap, karena hari ini ia ingin membeli baju tidur dan baju rumahan yang lebih besar. Baju yang lama, sudah sedikit sempit, jadi agak pengap. Sekalian juga mau jalan-jalan, karena ia bosan di rumah terus.
Setelah berkemas, Aira dan bu Imas langsung naik ke mobil yang akan di supiri pak Tomo.
"Non Aira mau beli baju yang gimana?" tanya bu Imas sembari mengupas kulit jeruk, untuk Aira.
"Eum, gak tau juga sih. Mau liat-liat aja dulu," jawab Aira pelan.
Sesampainya mereka di toko baju, Aira mulai memilih-milih sembari mencoba, takutnya ukurannya ngepas. Kan lebih baik beli yang agak besar dari ukuran biasa, karena nanti perutnya akan semakin membesar.
"Heh, kamu! Pelakor!" teriak seseorang membuat Aira menoleh ke sumber suara. Siapa yang tidak tau malu berteriak di toko orang?
"Gak sadar diri kamu ya, padahal saya udah manggil kamu. Sini kamu!" Aira membelalakkan matanya, saat lengannya di tarik oleh wanita tua yang sepertinya Aira kenal.
"Bu, tolong jangan tarik-tarik!" tegur bu Imas, setelah mereka keluar dari toko baju. Sontak tindakan itu menarik perhatian banyak orang.
"Pelakor memang harus di kasarin, biar tau rasa!" bentak bu Sinta dengan tatapan tajam.
"Pelakor? Siapa yang pelakor, bu?" tanya Aira dengan kening yang berkerut. Ada rasa malu saat orang-orang menatapnya dan mulai bicara tentangnya.
"Ya kamu lah!"
"Saya gak ngerasa jadi pelakor, bu!"
"Mana ada pelakor ngaku pelakor! Dasar bodoh!" umpat bu Sinta.
"Tunggu dulu, bu Sinta. Ibu ini kenapa nuduh majikan saya sebagai pelakor? Apa suami ibu di rebut majikan saya? Tidak kan? Anak ibu saja belum ada yang menikah, jadi, siapa yang direbut majikan saya ini, sampai-sampai ibu menuduh bu Aira sebagai pelakor?" tanya bu Imas menarik Aira untuk berada di belakangnya.
"Memang suami saya gak di rebut dan anak saya belum menikah. Tapi, Diana belum menikah itu karena dia! Karena wanita penyakitan ini! Kalau bukan karena dia ngerebut Aryan, pasti anak saya sudah menikah!" hardik bu Sinta dengan wajah memerah.
Orang-orang yang melihat itu, kembali berbisik-bisik dan ada juga beberapa yang menvideokan.
"Mohon maaf, bu. Saya gak ngerasa merebut mas Aryan dari mbak Diana. Mas Aryan sendiri yang mau nikahi saya, bukan karena paksaan. Lagipula, hubungan mbak Diana dan mas Aryan itu hanya pacaran, bukan sudah menikah, sampai-sampai saya dituduh menjadi pelakor," jelas Aira berusaha untuk tetap tenang.
"Heh, Aira! Kamu kan bisa nolak, pas Aryan mau nikahin kamu! Bukannya malah nerima! Ah, saya tau, kamu sama keluarga kamu yang miskin itu kan gila harta, jadi makanya nerima tawaran nikah ini, kan!"
"Bu Sinta!" bentak bu Imas mengangkat jari telunjuknya tepat di wajah bu Sinta. "Saya bisa melaporkan ibu atas perbuatan tak menyenangkan!"
"Kamu pikir saya takut, ha?"
"Maaf, bu Sinta. Saya rasa ibu terlalu berlebihan. Kalau memang ibu merasa saya merebut mas Aryan, minta ke mas Aryan buat cerain saya. Saya ikhlas, " ucap Aira membuat bu Sinta langsung tertegun. Mana berani ia meminta langsung pada Aryan.
"Non?"
"Gak papa, bu Imas. Kalau memang mas Aryan mau, saya rela diceraikan. Tapi, harus bu Sinta sendiri yang memintanya. Kalau mas Aryan gak mau, jangan berkoar-koar lagi. Saya rasa ibu masih punya harga diri, karena ibu orang kaya, bukan." Setelah mengatakan itu, Aira pun pergi menuju mobilnya, tak ingin melanjutkan belanja baju. Mood-nya sudah hancur seketika.
"Saya tekankan pada anda, bu Sinta! Pak Aryan akan membalas kelakuan ibu! Anda sama saja dengan putri anda yang kampungan itu! Siap-siap menerima hukuman anda!" kata bu Imas penuh penekanan, lalu pergi menyusul Aira.
Bu Sinta pun menatap kepergian mobil itu, sembari mendengkus kesal. Aryan pasti tidak akan setega itu memarahinya, karena ia yakin, mantan kekasih Diana itu, masih mencintai Diana.
"Dasar gak tau malu!"
"Nyari ribut pagi-pagi, nuduh orang pelakor. Eh, gak taunya yang di tuduh statusnya istri sah."
"Mungkin dia juga pernah merebut suami orang, makanya karna jatuh ke anaknya yang ditinggal nikah."
"Udah tua, banyak tingkah."
"Videonya bakalan viral nih."
Bu Sinta pun menatap tajam orang-orang yang bergunjing di dekatnya, lalu pergi ke mobilnya.
Niat hati mau ke salon, tak sengaja melihat Aira. Emosinya langsung meledak-ledak, mengingat putrinya yang mengurung diri di kamar.
Di sisi lain.
Aryan tengah memeriksa laporan yang baru saja diberikan Adrian, padanya. Setelah memeriksa, Aryan pun meminta Adrian untuk keluar karena ia ingin fokus dengan pekerjaannya yang padat hari ini.
Sepeninggalan Adrian, Aryan menyempatkan diri memakan buah jeruk, karena kepalanya pusing.
Dulu ia sangat ingin menjadi dokter, agar pekerjaannya tidak padat seperti ini. Tapi, ayahnya selalu memintanya untuk menjadi pengusaha saja, lebih menguntungkan katanya.
Yasudah, karena ia anak tunggal, jadi turuti saja, karena tidak ada yang akan memenuhi keinginan orang tuanya, selain ia.
Saat tengah mengunyah, ponsel Aryan berbunyi. Ada notifikasi pesan dan ia pun langsung membuka pesan dari Danu, yang mengirimkan sebuah link.
"Istri lo dikatain pelakor sama mamanya Diana. Ini viral loh di Aplikasi tak-tok."
Aryan pun segera membuka link yang dikirimkan Danu, lalu melihat video yang merekam istrinya tengah berdebat dengan bu Sinta. Lebih tepatnya, bu Sinta memarahi Aira.
'Kalau memang ibu merasa saya merebut mas Aryan, minta ke mas Aryan buat cerain saya. Saya ikhlas.'
Aryan mengepalkan kedua tangannya, lalu melihat komentar-komentar mengenai video itu. Ada yang membela Aira dan menyudutkan bu Sinta, ada juga yang menyalahkan Aira karena Aira tetap mau menikah, dengan laki-laki yang sudah punya pacar.
Aryan pun menghubungi Adrian agar menghandle pekerjaannya sebentar, karena ia akan menuntaskan emosinya ke tempat yang benar.
Kali ini ia benar-benar marah, karena ini menyangkut harga dirinya sebagai seorang laki-laki dan juga, sebagai seorang suami.
Di sisi lain.
Bu Sinta baru saja tiba di rumahnya, lalu meletakkan beberapa belanjaan di atas meja. "Mama!" teriak Diana sembari menuruni anak tangga.
"Kenapa, Di? Mau makan kamu?"
"Mama apa-apaan sih? Kenapa Mama ngelabrak Aira? Jadinya Mama di bully, aku juga ikut di bully," ucap Diana dengan nada kesal. Ia pun memperlihatkan video yang sedang viral itu.
"Mama gak bermaksud gitu sebenarnya, Di. Pas mama gak sengaja liat dia, emosi Mama langsung meledak. Mama khilaf."
"Kalau Aryan liat ini, gimana? Dia pasti bakalan tambah marah sama aku," kata Diana lalu menangis histeris. Masalah satu belum selesai, timbul lagi masalah baru.
"Aryan gak bakalan tega marahin kamu, Di. Mama yakin itu."
"Lagian ngapain sih mama ngelabrak dia! Tuh liat komentar orang-orang, tambah stres aku, ma!"
"Udah, abaiin aja. Palingan cuma 1 minggu, udah tenggelam lagi tuh video. Nanti mama coba hubungi paman kamu, biar ngurus video ini. Kita ancam mereka yang nyebarin video dengan undang-undang," sahut Bu Sinta mengenggam tangan Diana, agar putrinya itu bisa tenang.
"Ada suara mobil, ma? Siapa yang datang?" seru Diana langsung bergegas mengintip dari jendela. Matanya terbelalak, saat melihat sosok yang ia rindukan datang.
"Ma, Iyan datang, ma. Ini gimana?" Seketika Diana menjadi takut karena kedatangan Aryan. Ia takut mantannya itu marah padanya dan semakin benci.
"Assalamualaikum, " seru Aryan dari luar, sembari mengetuk pintu.
Bu Sinta pun mengusap keningnya yang berkeringat, lalu bergegas membuka pintu. Tak mungkin ia berpura-pura tak ada di rumah, sedangkan mobilnya terparkir cantik di halaman rumah.
"Wa'alaikumussalam, eh ada Aryan. Nyari Diana, nak?"
"Saya gak mau basa-basi lagi, tan. Saya datang kemari mau nanya, kenapa tante tega ngelakuin itu ke istri saya!"
"Ma-maksud nak Aryan apa? Masuk dulu, nak, kita ngobrol di dalam aja."
"Gak perlu, tan. Saya hilang kesabaran kalau terus di sini."
"A-aryan!"
"Iyan, kamu kok tega ngomong gitu ke mama?"seru Diana dengan mata yang berkaca-kaca.
"Tanya mama kamu, Na, kenapa dia tega ngomong gitu ke istri aku!"
"Itu, itu,....
"Tante minta maaf, Aryan. Tante yang salah, jangan salahin Diana. Tante cuma marah, karena Diana ngurung diri selepas pulang dari rumah kamu," potong bu Sinta.
"Lantas kenapa tante marahnya ke istri saya? Kenapa gak ke saya aja?"
"Karena memang istri kamu yang salah, Iyan! Kalau aja mbak Aira gak datang atau gak hidup di dunia ini, pasti kita gak bakalan gini!" teriak Diana menatap marah mantan pacarnya itu. Air matanya tak bisa lagi terbendung, menahan rasa sakit yang diberikan Aryan, lagi.
"Ingat ini, Diana! Mulai sekarang, kamu gak berhak buat ikut campur dalam kehidupan aku lagi, termasuk keluarga kamu! Kita gak punya hubungan apa-apa lagi! Kalau sampai kamu ngelangkah lebih jauh dari ini, mungkin kedepannya aku bakalan balas kamu, selayaknya kamu seorang laki-laki!"
"I-iyan?"
"Aryan! Nama aku, Aryan! Hubungan kita benar-benar udah berakhir, jadi panggil nama aku Aryan!"
padahal bagus ini cerita nya
tapi sepi
apalagi di tempat kami di Kalimantan,
jadi harus kuat kuat iman,jangan suka melamun
ngk segitunya jgak kali
orang tuanya jgk ngk tegas sama anak malah ngikutin maunya anak
emak sama anak sama aja
si aryan pun ngk ada tegasnya
.