Asmara di dua dimensi, ternyata benar adanya.
Bukti nyata yang di alami Widuri. Perempuan berusia 19 tahun itu mengalami rentetan keanehan setiap hari. Widuri kerap kali mendengar bisikan-bisikan masa depan yang tepat sesuai peristiwa yang terjadi di depan mata.
Mimpi berulang kali yang bertemu dengan pria tampan, membawanya ke tempat yang asing namun menenangkan. Widuri asyik dengan kesendiriannya, bahkan ia selalu menanti malam hari untuk segera tidur, agar bertemu dengan sosok pria yang ia anggap kekasihnya itu.
Puncaknya, 6 bulan berturut-turut, kejadian aneh makin menggila. Sang Nenek merasakan jika Widuri sedang tidak baik-baik saja. Wanita berusia lanjut itu membawa cucunya ke dukun, dan ternyata Widuri sudah ...
Ikuti kisah Widuri bersama sosok pria nya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ALNA SELVIATA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 Aku Menolak
Sehabis mandi, Widuri kembali ke kamar. Sembari menggunakan handuk, dia mencari pakaiannya di lemari. Kali ini dia ingin menyempatkan diri menjaga toko sembako miliknya. Sejak tiga hari ia tertidur, yang mengawasi toko hanya Zaria dan Irma.
"Hm, apa ini?" gumamnya.
Tangan Widuri meraba-raba, ada sesuatu aneh di tumpukan bajunya. Setelah mengangkat satu persatu bajunya. Widuri terkesiap ketika menemukan tumpukan perhiasan pemberian Ibu mertuanya.
"Ini perhiasan dari Ibu. Pasti Kailash yang menaruhnya disini," gumam Widuri sambil tersenyum.
Widuri memasukkan perhiasan itu ke kotak lalu menyembunyikannya dibawah lemari. Terdengar suara Satia memanggilnya untuk makan. Widuri keluar dari kamar dengan wajah yang berseri-seri. Raut wajahnya cerah, kulitnya juga semakin mulus, auranya bersinar.
"Kamu semakin cantik, Widuri." Puji Satia.
"Benarkah? karena aku sangat bahagia, Nek."
Widuri menarik kursi lalu duduk. Di meja tersaji semur daging sesuai permintaannya. Widuri makan dengan lahap, daging semur semangkok dan nasi sebakul dihabiskan tak bersisa. Satia terheran dnegan nafsu makan cucunya yang buas beberapa bulan belakangan ini.
"Kamu kayak orang hamil aja Widuri," kata Satia.
Widuri tersedak. Doa mengusap perutnya sendiri.
"Nenek bilang apa tadi?"
"Nenek bilang, nafsu makan kamu itu kayak orang sedang hamil. Bukan menuduh. Mungkin sakit perut mu sebab banyak makan, Nak. Pelan-pelan saja, makan sedikit tapi sering," saran Satia.
Widuri hanya mengangguk. Ia takut jika terlalu bersuara, neneknya malah jadi curiga dengan kehamilannya.
"Widuri, kemarin keponakan suami Rabiah liat kamu di obati. Kata orang tuanya, dia sedang mencarikan calon untuk anaknya."
"Lalu nenek? kenapa?" Widuri heran tiba-tiba neneknya membahas perihal orang lain.
Nenek Satia memangkas jarak, mendekat lagi ke cucunya.
"Orang tuanya meminta nenek menanyakan ini kepadamu, Widuri."
Widuri tersedak lagi. Satia menepuk-nepuk punggung cucunya yang terbatuk-batuk. Satia tahu, Widuri pasti akan menolak keponakan suami Rabiah itu.
"Widuri, tidak mau, Nek!"
"Kenapa? usia mu sidah dewasa, Nak. Beberapa bulan ini banyak yang mau melamar kamu, mereka dari keluarga baik-baik, punya usaha juga."
Widuri menggeleng. Tetapi dia tidak mau meninggikan suara di depan orang yang lebih tua.
"Tetap saja, Nek. Aku tidak mau, tidak bisa. Itu mereka menyukaiku karena ekonomi kita mulai membaik. Ada usaha toko sembako yang mereka lihat. Coba kalau aku masih seperti dulu, mana ada yang mau lirik. Yang lirik cuma Riswan, orang tidak beres."
Satia bungkam. Dia membenarkan perkataan cucunya dalam hati. Semenjak Widuri punya toko sembako paling besar di kampungnya, ada banyak pihak orang tua laki-laki ingin meminang Widuri.
"Nenek, Widuri mencintai pria lain. Bukan Widuri tidak mau menikah, saya tidak bisa menjelaskan sekarang. Suatu saat nenek akan tahu," ucapnya.
Widuri pamit dari neneknya. Dia menuju toko sembako, disana ada Zaria dan Irma yang sedang melayani pembeli.
"Widuri, kok kamu keluar? kamu udah sehat?" tanya Irma.
"Iya, Widuri. Istirahat saja, biar kami yang urus toko dulu." Zaria menambahkan.
"Aku capek tidur tiga hari. Masa kalian nyuruh istirahat lagi? bagaimana penjualan?"
Zaria mengeluarkan buku laporan penjualan dari laci. Dia menjelaskan satu persatu warung-warung kecil yang ingin berlangganan. Widuri tersenyum puas. Ia tidak menyangka jika toko sembakonya bisa mendulang uang secepat ini.
"Terima kasih ya sudah bantu-bantu aku sama nenek, kalian akan mendapatkan bonus, masing-masing dua juta, itu di luar gaji nanti, ada tambahan kok."
Zaria dan Irma saling memandang, mereka sangat bahagia karena pekerjaan yang diberikan Widuri lebih baik ketimbang harus kerja di perusahaan penuh tekanan.
"Terima kasih sepupuku, kamu memang baik." Ucap Irma.
Widuri tersenyum tulus. Dari meja kasir, ia memandangi kedua sepupunya yang bersemangat kerja. Ia pikir, mendapatkan keuntungan besar suatu rezeki untuk keluarganya. Widuri tidak terlalu memikirkan apapun selain kehidupan cukup. Bisa makan saja ia pikir sudah cukup.
'Terima kasih sayang, kamu perantara untuk merubah ekonomi keluargaku. Kami yang dulunya kerja serabutan kini bisa kerja di usaha sendiri.' Ucap Widuri dalam hati. Berharap Kailash di alam jin mendengar suara hatinya.
Tiba-tiba angin dingin berhembus menyapu tengkuknya. Widuri terkejut lalu menoleh ke belakang. Dia tahu, angin sejuk pertanda ada Kailash hadir di dekatnya.
"Sayang, kamu ada disini Aku rindu lagi," ucapnya. Tangan Widuri meraba, mencari angin sejuk yang tadi menyapu tengkuknya.
"Aku harus ke kamar, pasti Kailash ada disini," gumamnya.
Widuri berdiri dari tempat duduknya. Dia merapikan buku-buku laporan penjualan itu ke dalam laci.
"Mau kemana, Widuri?" tanya Zaria.
"Mau ke kamar dulu, baik-baik ya kerjanya, aku percayakan ke kamu semua," jawabnya lalu keluar dari toko.
Widuri melihat ada Titi masuk ke pekarangan. Titi menghampirinya dengan raut wajah datar. Sebenarnya ia malas berhubungan dengan wanita ini. Tapi, Titi terus saja menaruh dendam sebab Rizal dipenjara selama lima tahun.
"Mau apa kemari?"
Titi malah menatap tajam. Seringai wajahnya menyeramkan.
"Kamu itu perempuan jahat. Mencari harta dengan pesugihan. Mana ada orang yang mau kasih modal percuma? kamu pesugihan!"
Widuri memutar mata malas. Dia lelah jika terus beradu mulut dengan Titi yang orangnya mengedepankan emosi.
"Kamu jangan menuduh! Mana bukti tuduhan mu? jangan mengurusi ku Titi, itu tidak baik untuk mu. Kamu pasti akan tambah sakit hati," ujar Widuri.
Dia hendak berlalu meninggalkan Titi, tetapi bahunya di tarik paksa.
"Ahhk!" Jerit Widuri setelah merasakan sakit dibagian perutnya.
"Rasakan!" Titi mengumpat lalu pergi.
Zaria dan Irma mendengar teriakan Widuri. Keduanya mengecek di bagian belakang toko. Disana Widuri bersimbah darah. Perutnya tertancap pisau dapur. Titi meluapkan dendamnya dengan cara ingin melenyapkan Widuri.
"Widuri!"
Zaria dan Irma menghampiri sepupunya. Keduanya panik sambil berteriak meminta tolong. Para tetangga yang tadinya serius dengan rutinitas masing-masing berdatangan.
"Widuri kenapa? siapa yang tusuk?" Satia mulai histeris.
Keadaan semakin panik sebab Widuri sudah tak sadarkan diri. Untuk menjaga sidik hari tidak terhapus, salah satu pamannya mencabut paksa pisau itu menggunakan kain.
"Siapa yang melakukan ini?!" Teriak Satia menggunakan bahasa daerah setempat.
Widuri di bawa masuk ke dalam mobil. Dia langsung di bawah ke puskesmas di kecamatan karena sudah pendarahan. Di bekas tempat Widuri tergeletak, ada Kailash yang menangis kencang. Dia mengusap darah istrinya yang bersisa di tanah.
"Widuri, maafkan aku tidak bisa melindungi kamu," ucapnya merasa gagal.
Kailash terpukul sebab merasa gagal melindungi istrinya. Di depan matanya, Titi menancapkan pisau di perut Widuri. Namun, sebagai suami ia tidak bisa berbuat apa-apa karena pembatas dimensi tidak bisa melakukan sentuhan kepada manusia.
"Aku benci dengan keadaan ini! Aku tidak bisa melindungi istriku sendiri!"
Kailash bangkit lalu menghilang. Dia terbang ke mengikuti arah mobil angkot paman Widuri.
Thor apa di dunia nyata ada cerita seperti ini?