Dua tahun. Dua sahabat. Satu cinta dan satu hati. Clara dan Sarah, terikat oleh persahabatan yang tak tergoyahkan sejak dua tahun persahabatan mereka di bangku kuliah, menghadapi badai kehidupan bersama. Namun, kedamaian itu hancur ketika sebuah kerikil kecil—sejumlah tokoh antagonis, masing-masing dengan segudang niat jahat—muncul secara tiba-tiba. Serentetan jebakan dan intrik licik memicu serangkaian kejadian di antara Sarah dan Clara: salah paham, pertengkaran, dan pengkhianatan yang tak terduga. Apakah persahabatan mereka cukup kuat untuk menghadapi cobaan ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 14. Papa Kamu Selingkuh
Sesi melawaknya kini sudah berakhir. Sarah tak kuasa menahan tawa mendengar lelucon Clara yang menurutnya sangat absurd. Lucunya! Entah dari mana Clara mendapatkan guyonan itu, tetapi Sarah tidak bisa berhenti tertawa mendengarnya.
Dulu saat ia pertama kali mengenal Clara, Clara adalah anak yang pendiam. Ia hanya bicara seperlunya saja, terkesan tertutup dan sedikit misterius.
Tapi, takdir mempertemukan mereka di jurusan yang sama, bahkan satu kelompok! Kedekatan pun terjalin, hingga kini mereka menjadi sahabat. Baru setelah akrab, Sarah baru tahu kalau Clara ternyata ceria dan aktif, bahkan jago sekali melawak.
"Jadi Mama kamu bilang kalau Papa kamu selingkuh?" tanya Sarah begitu mendengar cerita Clara tentang apa yang membuatnya sangat sedih hari ini. Clara hanya mengangguk pelan, wajahnya tertunduk lesu.
Sarah dengan cepat meraih wajah Clara, jemarinya lembut menyentuh pipi sahabatnya itu, mengangkat dagunya. Tatapan mereka bertemu, dan Sarah melihat kesedihan yang begitu nyata di mata Clara. Ia menggeleng pelan, tersenyum tipis.
"Emang mama kamu udah punya buktinya kalau Papa kamu selingkuh?" tanya Sarah lagi.
Clara menggeleng, suaranya bergetar. "Aku nggak tahu. Sebelum Mama ngomong panjang lebar, aku langsung marah dan kabur. Nggak tahan dengarnya, Sar. Rasanya hatiku hancur berkeping-keping," katanya, jari telunjuknya menunjuk dadanya, menggambarkan sakit yang tengah ia rasakan.
Sarah mengerti betul kesedihan Clara. Ia menarik Clara ke dalam pelukannya, mengusap-usap rambut sahabatnya itu dengan lembut.
"Aku tahu hati kamu pasti hancur banget saat Mama kamu bilang gitu. Marah, kalut, sampai kepikiran hal-hal ekstrem. Tapi, Ra, tenang. Aku ada di sini. Aku nggak akan biarin kamu nekat ngelakuin hal-hal gila lagi.
Kalau kamu ada masalah dan butuh tempat cerita, kamu bisa cerita ke aku. Mungkin aku nggak akan bisa membantu kamu menyelesaikan masalahmu, tapi sekiranya kamu akan jauh lebih tenang," nasehat Sarah, lembut dan menenangkan.
Ia melanjutkan, "Ngomong-ngomong soal masalah orang tuamu tadi...ada lebih baiknya kamu bicarakan lagi sama mereka. Siapa tahu mereka ada jalan keluar dan memutuskan nggak jadi bercerai. Kamu bisa bicara sama mereka, atau kalau perlu aku ikut sama kamu biar kamu nggak ngerasa sendirian."
Sarah berusaha memberikan nasihat terbaiknya untuk Clara, berharap kata-katanya bisa sedikit meringankan beban sahabatnya. Ia telah berusaha sekuat tenaga, meskipun tak yakin apakah nasihatnya akan benar-benar membantu.
Sepanjang Sarah berbicara, Clara hanya diam, hatinya dipenuhi perasaan yang campur aduk, damai, sakit, dan sekaligus sedikit lega.
Perlahan Clara mengurai pelukan Sarah, ditatapnya Sarah dalam, matanya masih berkaca-kaca. Seperti ingin menangis, tapi air mata itu enggan jatuh.
Lalu Clara meraih kedua tangan Sarah, menggenggamnya lembut. Ia merasakan tangan Sarah yang lembut dan hangat. Seperti tidak pernah bekerja kasar, padahal di rumah Sarah selalu membantu ibunya banyak hal. Sangat jauh berbeda dengannya yang tidak pernah melakukan apapun.
"Kalau gitu, kamu ikut aku ya? Aku pengen nanya lagi sama mama soal perceraian itu. Aku masih nggak yakin kalau Papa itu selingkuh soalnya selama ini yang aku lihat papa itu sangat bertanggung jawab dan sayang banget sama mama.
Walaupun mereka sibuk dan jarang ada di rumah, aku tahu Papa cinta sama Mama. Nggak mungkin Papa selingkuh, kecuali kalau ada problem di antara mereka yang aku nggak tahu," jelas Clara panjang lebar. Matanya berkaca-kaca, suaranya bergetar menahan emosi.
"Yuk, ikut aku pulang. Mulutku udah gatel banget nih, pengen nanya-nanya sama Mama. Pokoknya, Mama harus jawab semuanya dengan jujur, atau kalau nggak, aku bakal marah sama Mama selamanya!" Clara berucap dengan tegas, suaranya berapi-api, penuh tekad.
Sarah memejamkan mata sejenak, tersenyum lembut, lalu mengangguk. Ia dan Clara berdiri bersama. "Ya udah ayo kita pulang ke rumah kamu, mumpung Mama kamu ada di rumah kan. Kamu bisa nanya-nanya nanti. Ayo," ajaknya.
Keduanya pun meninggalkan taman itu, berjalan kaki menuju rumah Clara. Jaraknya tak terlalu jauh, hanya beberapa menit saja mereka sudah sampai di depan rumah.
Clara membuka pagar rumahnya. Sebuah mobil hitam—mobil Papanya—terparkir di depan pintu. Ia mengerutkan dahi, sekilas menatap Sarah, sebelum mereka berdua melangkah menuju pintu rumah. Tanpa mengetuk, Clara membuka pintu—ternyata tidak terkunci.
Di dalam rumah, mereka menemukan...
"Iya, Sayangku. Nggak lagi kok, aku kan cinta banget sama kamu."
Bersambung ...