sinopsis Amelia, seorang dokter muda yang penuh semangat, terjebak dalam konspirasi gelap di dunia medis. Amelia berjuang untuk mengungkap kebenaran, melindungi pasien-pasiennya, dan mengalahkan kekuatan korup di balik industri medis. Amelia bertekad untuk membawa keadilan, meskipun risiko yang dihadapinya semakin besar. Namun, ia harus memilih antara melawan sistem atau melanjutkan hidupnya sebagai simbol keberanian dalam dunia yang gelap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurul natasya syafika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bayang-Bayang dari Masa Lali - Bahagian 1: Trauma yang Tersembunyi.
Ruang terapi itu terkesan sunyi, hanya ada suara detakan jam dinding yang berirama pelan, seakan menandakan bahwa waktu terus berjalan meskipun suasana di dalam ruangan itu terasa penuh dengan ketegangan. Dr. Amelia duduk dengan tenang di hadapan pasiennya, Rafi, seorang pria muda yang tampak tertekan. Wajahnya dipenuhi kecemasan yang tampak begitu jelas, seakan-akan beban hidupnya terlalu berat untuk ia pikul sendirian.
Rafi menggerakkan tangannya dengan gelisah, jari-jarinya terus-menerus meremas-remas, mungkin sebagai bentuk pelepasan ketegangan yang ia rasakan. Sesekali, ia melirik ke arah jendela, seakan-akan ada sesuatu yang mengintai di luar sana. Mungkin ini hanya imajinasinya, atau mungkin ada hal lain yang lebih gelap yang mengganggunya.
“Rafi, Anda bilang Anda sering merasa cemas belakangan ini. Apakah ada sesuatu yang terjadi baru-baru ini yang memicu perasaan itu?” tanya Amelia dengan suara lembut dan penuh perhatian, mencoba membuat Rafi merasa lebih nyaman dalam ruang yang terasa semakin penuh dengan keheningan dan kecemasan.
Rafi menggelengkan kepalanya, namun tatapannya tetap kosong, seolah-olah ia kehilangan arah dalam pikirannya sendiri. "Bukan sesuatu yang baru, Dok. Ini... sudah lama terjadi. Saya hanya tidak tahu kapan semua ini akan berhenti."
Amelia mengamati gerakan tubuh Rafi dengan seksama. Ada gemetar halus yang terlihat, baik pada tangan maupun tubuhnya. Dia tahu, perasaan cemas yang Rafi alami bukanlah sesuatu yang sepele. Ada sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih gelap yang tersembunyi di balik kecemasan ini. “Saya tahu ini pasti sangat sulit untuk dibicarakan. Banyak orang merasa seperti itu ketika mereka harus membuka luka lama mereka. Tapi kadang, dengan membagikan apa yang kita rasakan, kita bisa mulai menghadapinya bersama-sama,” kata Amelia dengan suara yang lembut, berharap dapat memberikan sedikit kenyamanan bagi pria muda itu.
Rafi terdiam, lalu menarik napas dalam-dalam. Selama beberapa detik, ruangan itu hanya dipenuhi dengan suara napasnya yang berat. Kemudian, suaranya pecah, bergetar, seolah-olah ia merasa terperangkap dalam kata-kata yang tak ingin ia ucapkan, namun begitu mendalam dan menekan di hatinya. “Saya tumbuh dalam rumah yang... penuh kekerasan. Ayah saya... dia menghukum saya untuk hal-hal kecil. Setiap kali saya mencoba melawan, itu hanya semakin buruk. Saya masih bisa mendengar suaranya. Teriakannya. Kadang-kadang, saya merasa dia masih ada di sini, mengawasi saya.”
Kata-kata itu seperti hantaman keras yang menghantam dinding ruangan. Amelia merasa hatinya mencelos mendengar pengakuan Rafi yang begitu berat. Amelia tidak pernah tahu secara pasti apa yang terjadi dalam kehidupan pribadi pasien-pasiennya, namun saat mendengar ini, ia merasa seperti ada bagian dari jiwa Rafi yang telah terkubur dalam kegelapan yang sangat dalam.
“Rafi, Anda tidak harus melalui ini sendirian,” kata Amelia dengan suara yang penuh empati. “Kita bisa bekerja sama untuk mengatasinya. Apa pun yang terjadi, saya akan membantu Anda. Kita akan mencari jalan keluar dari kegelapan ini.”
Rafi menunduk dalam-dalam, wajahnya tersembunyi di antara kedua telapak tangannya. Amelia bisa melihat bahwa air mata sudah hampir meluap dari matanya, tetapi ia berusaha menahannya. Setelah beberapa saat, Rafi mengangkat kepalanya sedikit. Matanya merah, penuh tanda-tanda kelelahan dan kesedihan yang mendalam.
“Tapi bagaimana jika mereka menemukanku lagi? Mereka... mereka tidak pernah berhenti mengawasiku. Saya merasa seperti saya selalu diawasi.” Suara Rafi kali ini begitu penuh ketakutan, seakan-akan ada bayang-bayang yang selalu mengintai di belakangnya.
Amelia merasa ada sesuatu yang lebih dalam yang mengganggu pikiran Rafi. Suasana semakin mencekam, dan ia tahu ada hal yang lebih dari sekadar trauma masa kecil yang perlu dihadapi. “Siapa yang Anda maksud, Rafi?” tanya Amelia dengan hati-hati, mencoba menggali lebih dalam namun tetap menjaga batasan yang diperlukan dalam sesi ini.
Namun Rafi menjawab cepat, dengan nada yang penuh ketakutan. "Saya tidak bisa mengatakannya, Dok. Kalau saya bicara... mereka akan tahu. Mereka akan menemukanku."
Amelia mencatat dalam benaknya bahwa apa yang dialami Rafi bukanlah sekadar trauma masa lalu yang menyakitkan. Gejala-gejala yang ia tunjukkan sangat mirip dengan PTSD, gangguan stres pasca-trauma, paranoia, kilas balik yang mengganggu, dan kecemasan yang luar biasa.
Namun, ada sesuatu yang lebih. Sesuatu yang lebih mengkhawatirkan. Apa yang dimaksud Rafi dengan "mereka"? Apakah ini sekadar paranoia, atau ada ancaman nyata yang sedang mengintainya? Amelia merasa bahwa ini adalah masalah yang jauh lebih kompleks daripada sekadar trauma emosional.
Hari itu, sesi terapi berakhir. Amelia mengamati Rafi yang tampak berjalan dengan gelisah, berjalan cepat menuju ruangannya. Setiap beberapa langkah, ia melirik ke belakang, seakan-akan ada seseorang atau sesuatu yang mengikuti jejak langkahnya. Ada ketegangan di setiap gerakan tubuhnya, dan Amelia merasa khawatir. Apa yang sebenarnya terjadi pada Rafi?
Amelia melangkah kembali ke ruang kerjanya, berusaha menyusun pikiran-pikirannya yang kacau setelah sesi terapi yang menegangkan itu. Namun, saat ia lewat di dekat jendela ruang terapi, matanya tertuju pada seorang pria yang berdiri di luar rumah sakit.
Pria itu mengenakan jaket hitam tebal dengan tudung yang menutupi sebagian wajahnya. Tubuhnya tegak, dan meskipun tidak terlihat jelas, Amelia bisa merasakan bahwa pria itu sedang mengamati sesuatu, atau seseorang. Dan yang lebih mengkhawatirkan, pria itu sepertinya sedang mengawasi Rafi.
Amelia mengerutkan dahi. Siapa pria itu? Mengapa ia tampak begitu mencurigakan? Mengapa ia berdiri begitu dekat dengan rumah sakit? Ketika Amelia mendekati jendela untuk mengamatinya lebih dekat, pria itu menyadari kehadirannya dan melangkah mundur.
Dalam sekejap, ia menghilang ke dalam kerumunan orang di luar rumah sakit. Amelia berdiri di tempat itu, tubuhnya terasa kaku dan pikirannya semakin dipenuhi tanda tanya.
"Siapa itu? Apa yang mereka inginkan dari Rafi?" Amelia bergumam pelan pada dirinya sendiri, berusaha memahami apa yang baru saja ia saksikan.
Perasaan cemas dan khawatir semakin mendalam dalam dirinya. Ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi, sesuatu yang mungkin saja mengancam Rafi. Tetapi bagaimana ia bisa menyelidikinya lebih lanjut tanpa melanggar privasi pasien?
Sementara itu, di rumah sakit, Amelia juga menghadapi tekanan lain. Manajemen rumah sakit terus mendesaknya untuk mempertimbangkan penggunaan obat-obatan farmasi yang belum sepenuhnya ia setujui.
Meski Amelia memahami pentingnya kemajuan pengobatan, ia merasa tidak nyaman dengan langkah-langkah yang terlalu terburu-buru tanpa data yang cukup tentang keamanan obat tersebut. Semua ini menjadi beban tambahan yang harus ia hadapi.
Dengan perasaan bingung dan cemas, Amelia memutuskan untuk berbicara dengan rekan-rekannya, mencari tahu apakah ada sesuatu yang lebih yang terjadi dengan Rafi, atau jika pria yang ia lihat di luar itu benar-benar terhubung dengan kasus yang sedang ditangani.
Namun dalam hatinya, Amelia tahu satu hal dengan pasti: ini baru permulaan. Apa yang akan datang berikutnya mungkin akan menjadi salah satu kasus paling berbahaya yang pernah ia tangani, dan ia harus siap menghadapi kegelapan yang semakin mendekat.