para pemuda yang memasuki hutan yang salah, lantaran mereka tak akan bisa pulang dalam keadaan bernyawa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novita Ledo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 Penjaga yang Terperangkap
Hutan Giripati kini terlihat seperti hutan biasa, tanpa tanda-tanda keangkeran yang pernah menyelimutinya. Namun, bagi mereka yang memiliki kepekaan atau keberanian untuk berjalan jauh ke dalamnya, ada sesuatu yang tetap terasa tidak wajar. Keheningan hutan terlalu pekat, dan setiap langkah selalu diikuti oleh desah angin dingin yang seakan berbisik.
Di tengah hutan itu, Danu tetap ada. Bukan lagi manusia, melainkan bayangan yang terjebak di antara dimensi. Ia tidak dapat berbicara, tetapi ia bisa merasakan. Setiap kali seseorang memasuki hutan, ia hadir untuk mengawasi, memastikan tak ada yang melanggar batas. Namun, ia mulai merasakan sesuatu yang mengganggunya—sesuatu yang lebih besar sedang berusaha kembali.
Suatu hari, sekelompok orang memasuki Hutan Giripati. Mereka adalah peneliti dan pemburu sensasi, dipimpin oleh seorang wanita bernama Maya, seorang arkeolog yang terobsesi dengan legenda lokal. Maya tidak percaya pada takhayul dan yakin bahwa misteri Giripati memiliki dasar ilmiah yang dapat dipecahkan.
"Di sini, di dalam hutan ini," ujar Maya kepada timnya sambil memegang peta tua, "ada reruntuhan kuno yang belum pernah dipetakan. Jika kita menemukannya, ini bisa mengubah pemahaman kita tentang sejarah peradaban di Jawa."
Namun, sejak awal perjalanan, Danu sudah menyadari bahwa Maya bukan sekadar orang biasa. Ia bisa merasakan energi gelap yang mengelilinginya, sesuatu yang mengingatkannya pada kekuatan altar yang dulu ia hancurkan.
Danu mencoba menghentikan mereka. Ia muncul di antara bayangan pohon-pohon, membuat suara langkah kaki palsu, bahkan mematahkan dahan-dahan besar untuk menakuti mereka. Namun, Maya tidak goyah. Malah, ia semakin yakin bahwa ia mendekati sesuatu yang besar.
“Apapun itu, kita harus terus maju!” perintah Maya dengan semangat.
Namun timnya mulai goyah. Beberapa orang mulai melihat bayangan aneh di kejauhan. Yang lain mendengar bisikan yang tidak berasal dari siapa pun di kelompok itu.
"Ini bukan tempat biasa," bisik seorang dari mereka, tapi Maya tetap keras kepala.
Ketika mereka akhirnya menemukan reruntuhan altar yang dulu dihancurkan Danu, Maya tampak terpesona. Meskipun altar itu terlihat rusak, simbol-simbol kuno yang terpahat di batu masih bersinar samar-samar, seolah memanggil. Di tengah altar, ada bekas lingkaran hitam yang terlihat seperti bekas terbakar.
Maya menyentuh salah satu simbol itu, dan dalam sekejap, ia mendengar suara yang berbisik di kepalanya:
“Kamu tahu apa yang harus dilakukan. Bangkitkan kami.”
Danu, yang kini hanya bisa mengamati dari bayang-bayang, merasakan kehadiran energi itu lagi—energi yang ia korbankan segalanya untuk menghentikannya. Ia mencoba menjatuhkan ranting besar untuk menghentikan Maya, tetapi wanita itu tidak gentar. Sebaliknya, ia mulai menggali di sekitar altar, menemukan pecahan liontin kuno yang dulu ia kembalikan.
"Ini kuncinya," ujar Maya dengan mata yang bersinar penuh obsesi. “Jika aku bisa mengaktifkannya kembali, ini akan menjadi penemuan abad ini.”
Maya mengabaikan peringatan timnya, yang kini mulai ketakutan. Suara-suara aneh mulai menggema di seluruh reruntuhan, dan bayangan-bayangan gelap mulai muncul di pinggir penglihatan mereka. Salah satu anggota tim, seorang pria bernama Joko, tiba-tiba berteriak.
"Bayangan itu... bayangan itu menatapku!" katanya sebelum berlari ke arah hutan. Tak seorang pun mengejarnya. Beberapa saat kemudian, terdengar jeritan panjang yang memudar, lalu hening.
Namun, Maya tetap melanjutkan pekerjaannya. Ia merangkai potongan-potongan liontin, dan ketika ia meletakkannya di tengah altar, sesuatu terjadi.
Tanah di sekitar altar mulai bergetar, dan dari bekas lingkaran hitam itu, asap hitam pekat mulai mengepul ke udara. Simbol-simbol di batu menyala lebih terang, dan suara-suara bisikan berubah menjadi tawa mengerikan.
Danu merasakan kekuatan itu tumbuh semakin besar. Ia tahu bahwa altar ini bukan hanya pintu biasa—ini adalah portal menuju dimensi lain, tempat makhluk-makhluk gelap menunggu untuk masuk ke dunia manusia.
Namun, ia juga tahu bahwa ia tidak lagi memiliki kekuatan untuk menghentikannya. Ia hanyalah bayangan, tanpa tubuh, tanpa suara.
“Danu,” terdengar suara lembut Sari, samar di pikirannya. “Kamu adalah penjaga. Kamu masih punya kekuatan untuk bertarung.”
Danu tidak tahu bagaimana caranya, tetapi ia merasa dirinya ditarik lebih dekat ke altar. Energi dari liontin itu, energi gelap yang sedang bangkit, mulai mengisi keberadaannya.
Di tengah altar, Maya berdiri dengan senyum puas. “Kita berhasil. Mereka akan datang, dan kita akan menjadi saksi sejarah.”
Namun, sebelum ritual itu selesai, bayangan Danu muncul di depan Maya. Tubuhnya tidak lagi transparan; kini ia terlihat seperti makhluk yang terbuat dari asap hitam, dengan mata menyala merah. Maya terkejut, tetapi tidak mundur.
“Kamu tidak akan menghentikan ini,” ujar Maya, suaranya penuh tantangan. “Ini sudah ditakdirkan.”
Danu tidak menjawab. Ia hanya mengangkat tangannya, dan akar-akar dari pohon di sekitar mulai tumbuh dengan cepat, melilit altar dan Maya.
“Tidak! Lepaskan aku!” Maya berteriak, tetapi kekuatan hutan kini berada di bawah kendali Danu.
Dengan satu gerakan, Danu menghancurkan liontin itu lagi. Suara jeritan ribuan makhluk terdengar, dan altar itu mulai runtuh, menyedot segala sesuatu ke dalamnya, termasuk Maya.
Sisa-sisa timnya yang masih hidup lari ketakutan, meninggalkan reruntuhan tanpa menoleh lagi.
Ketika semuanya selesai, Danu kembali menjadi bayangan. Hutan Giripati kembali tenang, tetapi ia tahu bahwa itu hanya sementara.
Hutan itu telah menjadi penjara bagi dirinya, tetapi juga bagi kekuatan gelap yang terus mencoba bangkit.
Dan Danu tahu, selama ia masih ada di sana, tidak ada yang akan bisa membawa kehancuran ke dunia manusia lagi.
Namun, jauh di dalam kegelapan, ia mendengar suara kecil, suara Maya, berbisik:
“Aku akan kembali.”