Netha Putri, wanita karir yang terbangun dalam tubuh seorang istri komandan militer, Anetha Veronica, mendapati hidupnya berantakan: dua anak kembar yang tak terurus, rumah berantakan, dan suami bernama Sean Jack Harison yang ingin menceraikannya.
Pernikahan yang dimulai tanpa cinta—karena malam yang tak terduga—kini berada di ujung tanduk. Netha tak tahu cara merawat anak-anak itu. Awalnya tak peduli, ia hanya ingin bertanggung jawab hingga perceraian terjadi.
Sean, pria dingin dan tegas, tetap menjaga jarak, namun perubahan sikap Netha perlahan menarik perhatiannya. Tanpa disadari, Sean mulai cemburu dan protektif, meski tak menunjukkan perasaannya.
Sementara Netha bersikap cuek dan menganggap Sean hanya sebagai tamu. Namun, kebersamaan yang tak direncanakan ini perlahan membentuk ikatan baru, membawa mereka ke arah hubungan yang tak pernah mereka bayangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Renungan Malam
Matahari telah tenggelam ketika Netha terbangun dari tidur siangnya. Ia menggeliat, meregangkan otot-ototnya yang kaku sebelum bangkit menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. “Hidup seperti ini benar-benar melelahkan. Untungnya ini mungkin akan segera berakhir,” gumamnya.
Sambil bangkit dari tempat tidur. Ia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri, wajahnya segar meskipun matanya menyimpan sedikit lelah.
Setelah selesai mandi, ia menuju dapur. Kali ini, Netha memutuskan untuk memasak makan malam seperti biasanya, meski rasa malas sempat menghantui. “Ah, sekalian saja. Toh, kalau sudah cerai, aku nggak perlu repot-repot ngurus dua bocah itu lagi.” Ia menghela napas, memikirkan tawaran Sean untuk bercerai. Ia memutuskan untuk memasak tiga hidangan jumbo berbahan dasar ikan air tawar.
🫕 Di dapur, ia mulai menyiapkan tiga hidangan sederhana berbahan dasar ikan:
Ikan Bakar Bumbu Kuning
Ikan nila segar dilumuri bumbu kuning yang dibuat dari kunyit, bawang putih, bawang merah, kemiri, dan sedikit jahe. Setelah dibakar hingga matang, aroma harum ikan ini memenuhi dapur.
Sup Ikan Asam Pedas
Daging ikan patin dimasak dengan kuah bening yang segar, diberi tambahan belimbing wuluh, tomat, cabai, dan daun kemangi. Rasanya pedas, asam, dan sedikit manis.
Peyek Ikan Teri
Adonan tepung yang dicampur dengan ikan teri kecil digoreng hingga garing. Hidangan ini menjadi pelengkap yang renyah untuk menu makan malam.
Setelah memasak, Netha menata semua hidangan di meja makan dengan rapi. Tidak lupa ia membersihkan dapur dari sisa-sisa memasak. “Dapur bersih, makanan siap, tinggal mereka bangun,” pikirnya sambil berjalan menuju kamar si kembar.
Di depan kamar mereka, Netha mengetuk pintu dengan suara agak keras. "El, Al, bangun! Sudah malam, waktunya makan."
Tidak ada jawaban. Ia mengetuk lagi, kali ini lebih keras. “Hei! Jangan pura-pura tidur. Cepat bangun, mandi dulu sebelum makan.”
Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan Al dengan wajah setengah mengantuk. “Apa sih? Ganggu banget,” gerutunya sambil menggaruk kepala.
“Ganggu? Sudah malam, dasar pemalas! Kalau nggak mandi, aku semprot air dingin, lho,” ancam Netha sambil tersenyum setengah mengejek.
El muncul di belakang Al, wajahnya datar seperti biasa. “Ayo mandi, Al. Nggak usah ribut.”
“Dasar anak pendiam,” gumam Netha sambil melangkah kembali ke meja makan. “Meskipun nggak dekat sama mereka, setidaknya mereka penurut.”
Beberapa menit kemudian, si kembar muncul dengan wajah segar setelah mandi. Mereka duduk di meja makan, menatap makanan dengan penuh semangat.
“Ini makanan kita?” tanya Al sambil menelan ludah.
“Ya, makan yang banyak. Kalian perlu tenaga buat belajar nanti,” jawab Netha singkat.
Si kembar makan dengan lahap, menikmati setiap gigitan makanan buatan Netha. Dalam hati, mereka memuji masakan Netha yang memang enak, meskipun jarang mereka katakan secara langsung. “Nggak nyangka dia bisa masak seenak ini. Kalau begini terus, berat badan aku bisa naik. Sayang dia malas dekat sama kita, tapi dia sudah berubah,” pikir Al sambil tersenyum kecil.
Setelah selesai, Netha menyuruh mereka membereskan meja makan. Kemudian, ia mengajak mereka ke ruang tamu dengan membawa alat tulis yang baru saja dibeli.
Netha menghela napas ketika melihat El dan Al duduk di depannya dengan ekspresi datar. “Kenapa aku harus ngurusin ini juga sih? Tapi ya sudahlah. Sebentar lagi juga beres, mereka akan ikut Sean.”
“Ayo, kita belajar menulis,” kata Netha sambil mengambil tempat di sofa.
“El langsung mengeluarkan alat tulis tanpa bicara, sedangkan Al mengeluh, “Ngapain sih? Kita nggak butuh ini.” protes Al, meskipun ia tetap membawa alat tulisnya.
“Semua orang butuh menulis. Kalau kamu nggak bisa menulis, gimana caranya kamu bikin daftar belanja atau surat cinta nanti?” goda Netha.
El hanya duduk diam sambil mengeluarkan buku tulisnya. “Ayo, kita mulai,” katanya singkat.
Netha mulai mengajarkan cara memegang pensil dengan benar. Ia menunjukkan bagaimana membuat garis lurus, miring, horizontal, vertikal, dan lengkung. Meskipun terlihat sederhana, bagi si kembar yang belum pernah belajar, itu cukup menantang.
“Al, garisnya kok kayak ular begitu?” ledek Netha ketika melihat hasil kerja Al.
“Ya gimana lagi? Susah banget!” balas Al dengan nada kesal.
Sementara itu, El berhasil membuat garis yang lebih rapi. Netha tersenyum kecil. “El, kamu jauh lebih telaten daripada si tukang protes ini,” katanya sambil melirik Al.
Meskipun awalnya protes, Al akhirnya serius mengikuti instruksi Netha. Setelah beberapa halaman, mereka mulai terbiasa dan hasilnya membaik.
Netha tersenyum kecil melihat kepatuhan mereka, tapi itu tidak cukup untuk mengubah pikirannya.
“Bagus! Kalian belajar dengan cepat,” puji Netha.
“Ternyata ngajarin mereka nggak sesulit yang aku kira.” ucap Netha dalam hati.
Meskipun malas, Netha tetap mengajari mereka dengan sabar. Namun dalam hati ia berpikir, “Kalau sudah cerai, aku nggak perlu repot begini lagi. Mereka bakal ikut Sean, dan aku bisa hidup bebas.”
Setelah beberapa halaman latihan, Netha akhirnya puas. “Oke, selesai. Bereskan alat tulis kalian dan tidur. Sudah malam.” Si kembar menurut tanpa banyak kata.
📍Di Dalam Kamar
Setelah semuanya tenang, Netha kembali ke kamarnya. Ia merebahkan diri di tempat tidur, menatap langit-langit sambil merenung. “Kenapa aku bisa sampai di sini? Masuk ke tubuh ini, menjadi istri Sean, dan hidup seperti ini. Apa yang sebenarnya terjadi?” pikirnya.
Kenangan masa lalu tubuh ini kembali membanjiri pikirannya. Ia memejamkan mata, mengingat detailnya.
Netha asli dulunya adalah seorang mahasiswi semester empat yang cerdas dan cantik. Hidupnya sederhana sebagai yatim piatu yang mengandalkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah. Hidupnya berubah total setelah malam yang naas itu.
Ketika itu, Ia pulang larut malam setelah belajar kelompok di rumah teman. Jalanan sepi, hanya ada lampu jalan yang temaram. Ketika ia berjalan menuju kosnya, seorang pria menarik tangannya dengan kasar.
Netha ingat betapa takutnya ia saat itu. Ia dibawa ke sebuah rumah kecil, dan di situlah semua mimpi buruk dimulai. Pria itu, yang ternyata Sean, memaksanya untuk tidur bersama. Netha berusaha melawan, tapi tubuhnya terlalu lemah untuk menahan kekuatan Sean.
Pagi harinya, Sean bangun lebih dulu. Ketika menyadari apa yang telah ia lakukan, ia sempat syok. Tapi rasa bersalah itu tidak membuatnya mundur. Ia memilih bertanggung jawab dengan menikahi Netha.
Netha menolaknya, hingga beberapa bulan kemudian, Netha dinyatakan hamil 2 bulan.
Kehidupan Netha runtuh. Sean yang tau itu, memaksanya menikah setelah mengetahui ia hamil, meskipun Netha menolak dengan tegas. “Aku nggak mau menikah denganmu! Kamu menghancurkan hidupku!” teriaknya kepada Sean.
“Aku tahu aku salah. Tapi kamu hamil. Aku tidak bisa membiarkan kamu sendirian,” jawab Sean tegas.
Sean akhirnya memaksa Netha menikah dengan berbagai ancaman. Netha menyerah, meninggalkan kuliahnya, dan menjalani kehidupan yang tidak pernah ia inginkan.
Beruntung setiap bulan, Sean tetap memberi Netha uang untuk kehidupannya, ya meskipun uang itu ia pakai untuk dirinya sendiri. Netha tak peduli dengan Sean, karena ia juga masih bisa belanja apapun tanpa memikirkan makan apa seperti kehidupannya dulu sebelum dinikahi Sean. Sean yang masih merasa bersalah, ia membiarkannya saja.
Ketika si kembar lahir, Netha merasa hidupnya semakin hancur. Ia tidak pernah mau dekat dengan mereka, menyerahkan semua tanggung jawab kepada Sean.
Ketika Sean pergi, Netha selalu marah pada anak-anaknya, karena ia masih berfikir karena mereka lah, hidup bebas nya hilang. Sean tau itu, tapi tetap membiarkannya, hingga Sean kasian terhadap anak-anaknya dan mengajukan perceraian. Namun, belum sempat itu terwujud, tubuh Netha asli menyerah pada tekanan hidup, dan jiwa Netha sekarang mengambil alih.
Kini, Netha yang baru merenung.“Aku bisa memahami kenapa dia nggak terima. Hidupnya memang hancur. Tapi aku? Aku nggak ada urusan dengan mereka. Setelah cerai, aku akan bebas.”
Sean telah menawarkan uang lima miliar dan rumah ini sebagai kompensasi perceraian. Netha sudah memikirkan rencananya. “Aku akan pergi ke luar negeri, hidup mewah, dan bersenang-senang. Si kembar? Mereka pasti lebih baik bersama Sean. Dia lebih tahu cara ngurus mereka.”
Namun, di balik semua rencananya, ada sedikit keraguan di hati Netha. “Apakah aku benar-benar bisa meninggalkan mereka? Aku memang tidak dekat dengan mereka, tapi mereka anak-anak yang baik...”
Ia menghela napas panjang, mencoba mengusir pikiran itu. “Tidak. Ini keputusan terbaik untuk semua orang.”
Dengan keyakinan itu, Netha memejamkan mata, bersiap menghadapi hari berikutnya.