SEASON 2 NOT CONSIDERED
Melewati masa kritis karena tragedi yang menimpanya, membuat seorang Elina trauma pada penyebab rasa sakitnya. Hingga dia kehilangan seluruh ingatan yang dimilikinya.
Morgan, dia adalah luka bagi Elina.
Pernah hampir kehilangan, membuat Morgan sadar untuk tak lagi menyia-nyiakan. Dan membuatnya sadar akan rasa yang rupanya tertanam kuat dalam hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WILONAIRISH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 16
"El, jawab jujur pertanyaan Mama." Perkataan mama yang membuat Elina seketika gugup dan membeku.
Saat ini ia sedang duduk di ranjang kamarnya dengan sang mama yang duduk di sofa tepat di hadapannya.
Elina sudah merasa tak enak, sepertinya mengerti apa yang sedang mamanya bahas saat ini. Membuat Elina menunduk, tak berani menatap pada netra sang mama.
"Kamu dekat sama Morgan, El? Kalian diam-diam dekat, atau bahkan kalian udah punya hubungan. Tapi gak kasih tau Mama?" tanya mama menatap tajam Elina.
Elina menggeleng dengan cepat. "Enggak Ma, El gak punya hubungan apa-apa sama Morgan." Jawab Elina menepis tuduhan yang menurutnya tak benar itu.
"Lalu, kalian memang dekat tapi belum sampai punya hubungan?" tanya mama dengan penuh penekanan.
Elina tertunduk kembali, tak mampu menjawab. Mengelak pun percuma karena itu memang fakta. Dan mengiyakan rasanya terlalu takut. Karena mamanya memang sudah memperingati dirinya untuk tak dekat dengan Morgan. Yang rupanya memang benar adalah mantan kekasihnya dulu.
Meskipun Elina tak mengerti apa penyebab dirinya harus menjauhi Morgan. Namun Elina tetap mengiyakan dan menurut. Tapi entah mengapa saat Morgan seolah merayunya, ia jadi luluh dan akhirnya melupakan larangan mamanya.
Mama menghembuskan nafasnya kasar. "Mama melakukan semua itu bukan semata-mata karena keegoisan Mama, El. Tapi untuk diri kamu sendiri. Setelah kamu ingat semuanya, kamu akan paham apa yang Mama maksudkan. Jadi, kali ini dengarkan Mama dan Papa. Hargai Rozer sayang, dia sayang sama kamu." Jelas Mama yang kini tatapannya berubah lembut.
Elina tersentak mendengar hal itu. "Ma, Rozer?" tanya Elina memastikan.
Mama mengangguk. "Ya, dia sayang sama kamu. Sepertinya sejak lama, Mama dukung apapun keputusan kamu. Tapi kasih kesempatan Rozer untuk dapat memberikan perhatian dan menunjukkan kepeduliannya sama kamu." Ujar mama memberikan nasehat kepada putrinya.
Elina mengangguk mengerti, hingga mama kemudian pergi meninggalkan kamar Elina setelah memberikan kecupan selamat malam untuk putrinya itu.
...***...
Elina terdiam merenungi apa yang mamanya katakan semalam. Kini ia tak lagi merespon jika Morgan menghubunginya. Bahkan ia sudah memblokir kontak Morgan meskipun ada sisi hatinya yang tak rela.
Mengingat apa yang mamanya katakan semalam, ia kembali merenung tentang menerima segala bentuk perhatian Rozer. Elina tak menyangka kalau Rozer rupanya menyimpan ketertarikan kepadanya.
Jika diingat-ingat memang selama Rozer berada di sisinya, pria itu tak sekalipun mengabaikannya. Bahkan pria itu selalu tampak perhatian, peduli, lembut dan begitu terlihat tulus. Ia pikir karena Rozer memang seperti itu, namun rupanya lain. Pria itu memiliki ketertarikan kepadanya.
Ia jadi bingung, harus bersikap bagaimana. Rasanya lumayan canggung setelah mengetahui fakta itu. Apalagi Rozer, ia merasa belum lama mengenal Rozer. Jadi masih terasa asing. Tapi mungkin untuk menghargai perhatian dan perasan Rozer, itu bisa ia usahakan untuk ia lakukan.
"El, lo kenapa sih? Dari tadi gue perhatiin ngelamun mulu?" tanya Bianca yang memang merasa Elina tak seperti biasanya.
"Eh gue gak papa kok" ujar Elina menutupi yang sebenarnya.
"Soal Rozer?" Tanya Bianca memastikan.
"Lo tau?" tanya Elina tak menyangka.
"Taulah, Tante Reta yang bilang. Gue juga tau kalau lo kemarin deket sama Morgan. Lo benar-benar ya, El. Udah gue larang tetep aja. Atau ..." ujar Bianca menoleh pada Viola yang hanya diam menyimak.
"Gue gak ada bantu-bantu Morgan lagi sekarang, gue udah capek dengerin lo ngomel" ujar Viola menepis tuduhan dari Bianca itu.
"Baguslah kalau lo gak ada sangkut pautnya, Vi. Kalau sampai lo masih bantuin Morgan, gue gak segan pecat lo jadi sahabat gue." Ketus Bianca yang direspon Viola dengan mencebik kesal. Sementara Elina terkekeh pelan.
"Tapi btw nyokap gue tau darimana ya soal Morgan sama gue sering komunikasi?" gumam Elina bertanya-tanya.
"Mata-mata orangtua lo itu banyak, gak heran kalau sampai tau gitu kali, El." Ujar Bianca dengan yakinnya. Elina dan Viola mengangguk membenarkan.
"Gue justru penasaran, gimana nanti Rozer nembak lo?" ujar Bianca terkekeh menggoda Elina.
"Apaan sih lo. Gue gak berharap kesana juga, gue juga gak tau pasti perasaan Rozer yang sebenarnya. itu kan masih nyokap gue yang bilang." Uajr Elina yang memang masih belum begitu percaya dengan perasaan Rozer padanya.
"Ya ampun, El. Dari cara dia natap lo aja udah keliatan, gimana lo masih ragu gitu sih?" kesal Bianca yang merasa Elina terlalu tak peka.
"Wajar, Bi. Perasaan El cuma peka ke yang cowok satunya." Sindir Viola, yang dimaksud adalah Morgan.
"Apaan sih, orang gue juga cuma deket sebentar kemarin sama dia." Elak Elina tak terima.
Mereka kembali saling meledek dan berbincang-bincang ringan. Hingga sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal, saat Viola dan Bianca sibuk berdebat sendiri.
✉️ "Gue bikin salah, sampe nomor gue diblokir?"
Begitulah bunyi pesan yang baru saja masuk ke nomornya. Ia tahu kalau itu Morgan, namun tak ada niatan untuk membalas pesan itu.
✉️ "Bukannya kita udah sepakat buat saling ngenal dari awal?"
✉️ "Atau lo nyesel udah ngasih kesempatan gue?"
Dua pesan sekaligus masuk kembali. Namun Elina masih tak berniat membalas pesan dari Morgan itu.
✉️ "El, gue butuh jawaban lo."
Kembali pesan itu masuk. Dan kali ini Elina membalasnya dengan singkat.
✉️ "Jangan ganggu gue lagi"
Begitulah tulis Elina membalas pesan dari Morgan itu. Hingga Elina kembali memblokir nomor pria itu.
Sementara Morgan hanya mampu menatap nanar pesan singkat yang baru Elina kirimkan. Juga kenyataan kalau nomornya kembali diblokir.
Netranya menatap ke arah di mana Elina tengah duduk bersama kedua sahabatnya. Dan sejak tadi, Morgan memang tengah memantau Elina dari tempatnya saat ini seperti rutinitas biasanya.
"Gue udah terlalu nyakitin lo ya, El" lirih Morgan memandang Elina dengan tatapan nanar nya.
Terdengar hembusan nafas kasar Morgan, pria itu mengacak rambutnya frustasi. Rasanya hatinya sesak dengan kenyataan yang baru ia dapati.
Kemarin ia sempat bahagia karena Elina serasa mulai kembali dalam genggamannya. Namun detik ini, semu kenyataan yang menerpanya benar-benar meruntuhkan jiwanya. Elina serasa tak lagi bisa ia raih, wanita itu seolah begitu jauh meskipun tampak di depan matanya memandang.
Hingga netranya menajam, saat melihat kehadiran Rozer yang ikut bergabung bersama tiga wanita itu. Terlihat Elina tampak nyaman dengan pria itu.
"Gak mungkin kalau lo jatuh cinta sama cowok brengse* itu." Gumam Morgan tak mau kalau hal itu benar-benar sampai terjadi.
"Arrggh" teriak Morgan menghantam kepalan tangannya ke dinding di sampingnya.
Next .......