Deskripsi:
Di sebuah ruang sunyi yang dihiasi mawar merah dan lilin-lilin berpendar redup, seorang pengantin dengan gaun merah darah duduk dalam keheningan yang mencekam. Wajahnya pucat, matanya mengeluarkan air mata darah, membawa kisah pilu yang tak terucap. Mawar-mawar di sekelilingnya adalah simbol cinta dan tragedi, setiap kelopaknya menandakan nyawa yang terenggut dalam ritual terlarang. Siapa dia? Dan mengapa ia terperangkap di antara cinta dan kutukan?
Ketika seorang pria pemberani tanpa sengaja memasuki dunia yang tak kasat mata ini, ia menyadari bahwa pengantin itu bukan hanya hantu yang mencari pembalasan, tetapi juga jiwa yang merindukan akhir dari penderitaannya. Namun, untuk membebaskannya, ia harus menghadapi kutukan yang telah berakar dalam selama berabad-abad.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25: PERANG TERAKHIR
Raka merasa tubuhnya semakin terhimpit oleh gelombang energi yang tak terlihat. Kegelapan itu—makhluk yang baru saja terlepas dari batu hitam—merayap seperti kabut tebal, mengelilingi mereka dengan cepat. Setiap tarikan napasnya terasa seperti menarik udara yang penuh dengan kekuatan jahat. Dalam kepanikan yang mendera, dia berusaha mencari jalan keluar, tetapi sosok gelap itu semakin mendekat.
"Kita harus menghentikan ini!" teriak Raka dengan suara yang serak, memandang wanita penjaga dan pria tua yang masih tampak terperangkap oleh kekuatan gelap itu. Mereka tampaknya sudah kehilangan kemampuan untuk bergerak, tubuh mereka terpaku oleh bayangan yang semakin membesar dan meresap ke dalam udara.
Bayangan yang melayang itu mengeluarkan suara seperti ribuan suara yang bertabrakan—suara yang memekakkan telinga dan membuat jantung mereka berdebar kencang.
"Aku telah menunggu ribuan tahun untuk ini," suara itu bergema, begitu dalam dan penuh kebencian. "Dunia yang kalian kenal akan runtuh, dan aku akan menaklukkan semuanya."
Raka bisa merasakan energi itu memengaruhi pikirannya, meracuni setiap pikiran yang ia miliki. Ada dorongan untuk menyerah, untuk menerima bahwa dunia ini memang tak akan pernah selamat. Tapi di dalam hatinya, ia tahu bahwa dia tidak bisa mundur. Vera, semua yang mereka perjuangkan—semua yang telah mereka lalui—harus ada artinya.
"Tidak!" teriaknya, mencoba menepis rasa takut yang melumpuhkan dirinya. "Kau tidak akan menang!"
Dengan kekuatan yang tersisa, Raka berlari menuju batu hitam, tempat kekuatan itu terlahir. Setiap langkahnya terasa seperti berjalan melawan arus yang kuat. Gelombang energi itu semakin memengaruhinya, namun tekadnya semakin menguat. Dia tahu ini adalah pertarungan terakhir.
"Raka, jangan!" teriak wanita penjaga itu, matanya penuh kekhawatiran. "Kekuatan itu terlalu besar! Kita tidak bisa menghadapinya dengan kekuatan biasa!"
Tetapi Raka sudah terlanjur mengambil langkah maju. Dia merasa tubuhnya semakin berat, semakin terhimpit oleh kekuatan gelap yang menyesakkan. Namun, sesuatu di dalam dirinya mulai bangkit. Sebuah energi yang terasa familiar. Sebuah kenangan akan cinta dan pengorbanan. Vera.
Raka menutup matanya sejenak, merasakan kehadiran Vera dalam dirinya. Dia tahu bahwa meski Vera telah tiada, semangat dan kekuatan cinta mereka masih hidup. Cinta itu adalah kekuatan yang lebih besar dari apapun, bahkan lebih besar dari kegelapan yang menguasai dunia ini.
"Aku tidak akan menyerah," bisiknya, dan untuk pertama kalinya, dia merasakan kekuatan baru dalam dirinya.
Dengan tekad yang bulat, Raka membuka matanya dan melangkah lebih cepat ke arah batu hitam. Energi gelap itu berusaha menghentikannya, mencoba untuk membelokkannya, tetapi Raka tidak peduli. Cinta, keberanian, dan harapan menjadi kekuatan yang mengalir dalam dirinya, memberi kekuatan lebih dari apa yang bisa dia bayangkan.
"Aku akan mengakhirinya!" teriaknya, menatap batu hitam itu dengan penuh kebencian. "Untuk dunia ini, untuk mereka yang telah hilang, untuk Vera!"
Saat Raka mendekati batu itu, seberkas cahaya putih mulai menyinari dirinya. Cahaya itu meluas, menghantam batu hitam dengan kekuatan yang tak terbayangkan. Gelombang energi itu terpecah, menghantarkan suara gemuruh yang membuat seluruh kuil bergetar.
"Tidak!" teriak makhluk gelap itu, suaranya penuh dengan kemarahan dan kekalahan. "Kalian tidak bisa menghentikanku!"
Namun, Raka semakin mendekatkan tangannya ke batu hitam, dan cahaya putih itu semakin terang, semakin murni, seperti cahaya yang lahir dari dalam hatinya. Batu hitam itu mulai retak, dan suara mengerikan terdengar saat energi gelap itu mencoba melawan.
"Kekuatanmu tidak akan pernah mengalahkan kebenaran!" Raka berseru, merasakan setiap detik perjuangannya yang penuh dengan ketegangan.
Dengan segenap kekuatan yang dimiliki, Raka akhirnya menghantamkan tangannya ke batu hitam. Batu itu pecah menjadi serpihan-serpihan kecil, dan dalam sekejap, seluruh ruang itu dipenuhi oleh ledakan cahaya yang memancar keluar dengan kecepatan luar biasa.
Kekuatan gelap itu melawan sekuat tenaga, tetapi kegelapan itu tidak bisa melawan kebenaran yang muncul dari dalam hati Raka. Dengan suara yang bergema, kegelapan itu akhirnya hancur, dan semua yang ada di dalam kuil itu terselimuti oleh cahaya putih yang menyilaukan.
Semua yang ada di sekitar Raka seakan-akan menghilang. Kegelapan yang mengancam dunia ini terhapus, dan dengan itu, ruang itu mulai kembali tenang. Tiga sosok itu—Raka, wanita penjaga, dan pria tua—terpaku di sana, terengah-engah, merasa dunia ini telah berubah dalam satu detik.
"Kita... berhasil?" tanya pria tua itu, suaranya penuh ketidakpercayaan.
Wanita penjaga itu mengangguk perlahan, tetapi di matanya terlihat kesedihan yang mendalam. "Ya, tapi tidak tanpa pengorbanan. Kegelapan itu telah pergi, tetapi kita masih harus menghadapi kenyataan dari semua yang telah terjadi."
Raka berdiri di tengah kuil yang kini kosong. Tidak ada lagi bayangan, tidak ada lagi ancaman—hanya kedamaian yang aneh dan hampa. Tetapi meskipun dia tahu bahwa mereka telah menang, ada rasa kehilangan yang tak bisa dia hindari. Vera... dia tahu bahwa dia harus terus melanjutkan perjalanan ini, untuk dunia yang telah diselamatkan dan untuk cinta yang tidak pernah padam.
"Kita harus kembali," kata wanita penjaga itu. "Ada banyak yang harus dipulihkan, banyak yang harus dibangun kembali."
Raka menatap ke arah langit yang mulai cerah. Dia tahu perjalanan mereka belum berakhir. Meskipun dunia ini telah diselamatkan, pekerjaan mereka baru saja dimulai. Mereka harus membangun kembali dunia ini, menjaga keseimbangan, dan memastikan bahwa kegelapan yang telah dihancurkan tidak akan pernah muncul lagi.
"Aku akan melakukannya," bisik Raka, dan dalam dirinya, rasa kehilangan itu perlahan berubah menjadi tekad baru. "Untuk Vera, untuk dunia ini."
Dengan itu, mereka berjalan keluar dari kuil, menyusuri jalanan yang kini dipenuhi cahaya matahari yang baru terbit. Dunia ini mungkin telah selamat, tetapi mereka tahu bahwa setiap perjalanan membawa tantangannya sendiri. Namun, Raka percaya, selama ada cinta dan harapan, mereka akan selalu menemukan jalan.