Tidak ada seorang istri yang rela di madu. Apalagi si madu lebih muda, bohay, dan cantik. Namun, itu semua tidak berpengaruh untukku. Menikah dengan pria yang sedari kecil sudah aku kagumi saja sudah membuatku senang bukan main. Apapun rela aku berikan demi mendapatkan pria itu. Termasuk berbagi suami.
Dave. Ya, pria itu bernama Dave. Pewaris tunggal keluarga terkaya Wiratama. Pria berdarah Belanda-Jawa berhasil mengisi seluruh relung hatiku. Hingga tahun kelima pernikahan kami, ujian itu datang. Aku kira, aku bakal sanggup berbagi suami. Namun, nyatanya sangat sulit. Apalagi sainganku bukanlah para wanita cantik yang selama ini aku bayangkan.
Inilah kisahku yang akan aku bagi untuk kalian para istri hebat di luar sana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Ungkapan Dave
Ini adalah kesempatan yang datang tanpa direncanakan. Tanpa persiapan perasaan. Mungkin ini jalan yang terbaik. Biasanya sesuatu yang tidak direncanakan tingkat keberhasilannya di atas tujuh puluh persen. Aku ingin lihat sejauh mana pembahasan tanpa rencana ini berhasil.
"Sudah berapa lama kalian berhubungan?" aku membuka suara lebih dulu.
"Cukup lama," Noel membalas cepat.
Darahku berdesir mendengarnya. Berapa lama itu berapa waktu yang telah mereka lewati bersama. Setahun, dua tahun atau sebelum kami menikah? Aku harus bisa menguasai diri meski aku terkejut mendengar jawaban lelaki betina itu.
Awalnya aku pikir mereka baru saja memulai hubungan terlarang ini. Jawaban Noel membuatku sedikit terguncang. Meski begitu, aku tak ingin menunjukkan ekspresi terkejut. Bisa-bisa Noel besar kepala melihat ekspresi ku seperti itu.
"Jangan harap Noel!" aku membatin.
"Noel, tolong biarkan aku yang menjelaskan!" tegas Dave.
Pria itu langsung menurut. Dia memilih berjalan ke arah balkon. Mungkin untuk menenangkan diri karena tidak sabar untuk mengungkap hubungan mereka padaku. Kalau Noel itu perempuan, aku yakin seratus persen akan ada mini dado di ruangan ini.
Noel itu meski menjalin hubungan dengan suamiku tetap saja bentukannya lelaki tulen. Berbeda jauh dengan lelaki tukang lunak yang terlihat lebih gemulai. Jadi, pria itu tidak bisa bersaing dari segi bermanja-manja.
Dave duduk di sampingku. Tangannya menggenggam erat tanganku. Kedua tangannya mengunci, takut aku akan pergi sebelum dia selesai menjelaskan duduk perkaranya.
"Satu hal yang harus kau tahu, aku jatuh cinta padamu sejak pertama kali aku melihatmu."
Deg
Jantungku berdetak tak karuan. Ini adalah ungkapan cinta pertama Dave setelah sekian lama kami bersama. Terkejut? Lebih dari terkejut kurasa. Ku pikir selama ini Dave baru mencintaiku setelah kelahiran Carla. Dari awal pernikahan hingga aku mengandung Carla, suamiku itu datar-datar saja. Meski aku tidak kurang perhatian darinya tapi ada rasa yang kurang.
Aku memakluminya karena di sini, aku lah yang lebih dulu mencintainya. Aku merasa mendapat jackpot saat mertuaku dan Dave datang melamar dan memintaku menjadi istrinya.
Pengakuan Dave membuat hatiku kembali merah jambu. Jika bisa dilukiskan, saat ini hatiku penuh dengan kelopak bunga merah muda yang berguguran. Tapi aku tak boleh lengah. Biasanya manis di awal dan pahit di akhir. Dave sangat pandai memainkan emosi dan perasaanku. Ini baru manisnya. Sebentar lagi aku akan mendengar versi pahit.
"Kau satu-satunya wanita yang bisa menggetarkan hatiku. Kau membuat aku menemukan jati diriku," ucap Dave.
Aku berpikir keras akan kalimat terakhir Dave. Otakku berpikir keras memutar kenangan yang sudah tersimpan rapi di dalam laci setiap sel otakku. Satu kenangan ku tarik kembali. Kejadian di mana aku pertama kali bertemu Dave tapi seingat ku, Dave tidak melihatku.
Waktu itu aku menemani mama ke rumah salah seorang sahabatnya, yaitu tante Melani. Aku malas-malasan saat diajak mama ke sana. Setibanya di rumah tante Melani aku tanpa sengaja melihat seorang pria tampan.
Pria itu sedang duduk di kursi santai belakang rumah sambil melihat layar ponsel di tangannya. Aku masih ingat dengan jelas bagaimana bunyi jantungku yang tidak karuan. Jatuh cinta. Ya, aku jatuh cinta padanya.
"Kapan?" sebuah kata tanya yang berhasil lolos dari mulutku.
"Saat pertama kali kau datang ke rumah bersama mama," jawab Dave.
Matanya menatapku lekat. Tidak ada jejak kebohongan di sana.
"Apa tidak bisa dipercepat?" lagi-lagi Noel membuatku kesal.
Pria itu dengan santainya masuk dan mengacaukan suasana romantis kami. Kali ini aku tidak peduli. Ku tatap pria itu dengan tatapan nanar. Rasanya ingin ku bejek-bejek menjadi rujak abang-abang di pinggir jalan.
"Kalau kau tidak ingin mendengar, kau bisa pergi dari sini," Dave menatap tajam lelakinya dan berkata tegas.
"Kau mengusirku?" Noel tak terima diperlakukan begitu oleh Dave.
"Kau tidak sabar," balas Dave.
Noel mengusap wajahnya kasar. Jejak frustasi tercetak jelas di sana. Aku memberinya sebuah senyum mengejek tanpa sepengetahuan Dave. Noel semakin murka melihat aku mengejeknya.
"Jangan senang dulu! Kau tidak akan mendapatkan Dave!" tegas Noel.
"Aku tidak yakin," balasku.
"Noel, jika kau masih ingin di sini maka ikuti caraku. Jika tidak, kau tahu sudah letak pintu keluarnya," timpal Dave.
"Mampus!" seruku dalam hati.
Salah satu sifat Dave yang tidak bisa ditoleransi adalah dia paling benci jika ada orang yang memotongnya saat berbicara. Dia bisa memberi toleransi sedikit pada Noel karena mereka memiliki hubungan spesial. Namun, sepertinya Dave juga tidak suka saat Noel selalu menjeda kalimatnya.
Noel kembali diam dan kali ini dia memilih duduk berseberangan dengan kami. Aku mulai menebak-nebak mengapa Noel tidak sabar? Jawabannya hanya satu di dalam otakku yaitu pria itu sudah tahu tentang masa lalu Dave.
"Aku sendiri tidak tahu sejak kapan aku mulai tertarik pada kaumku sendiri. Yang pasti itu terjadi sebelum kita bertemu. Perbedaan usia kita cukup jauh. Banyak hal yang sudah terjadi sebelum kita bertemu. Aku pernah mencoba menjalin hubungan dengan beberapa wanita..." Dave berhenti sejenak saat melihat aku memelototinya.
"I-ini tidak seperti yang kau pikirkan. Hanya sebatas berkencan, makan malam. Tapi semuanya sia-sia. Aku tidak tertarik pada mereka sama sekali hingga aku melihatmu," Dave segera menimpali ucapannya.
Aku menghela napas lega. Aku sudah berpikir yang tidak-tidak saat dia mengatakan pernah menjalin hubungan dengan beberapa wanita.
"Saat mama menginginkan aku segera menikah dan menyodorkan beberapa foto anak gadis kenalan dan sahabatnya, aku terkejut melihat ada fotomu di antara mereka. Aku langsung menjatuhkan pilihanku padamu. Aku yakin meski usiamu masih muda, kau bisa menjadi pendamping yang baik. Selama semuanya berjalan normal pasti akan baik-baik saja," Dave mengatur napas.
Aku tebak kali ini yang akan dia sampaikan sedikit lebih berat.
"Tapi aku salah. Di awal pernikahan kita, entah mengapa aku tidak ingin menyentuhmu. Aku menyayangimu tapi tidak bisa menyentuhmu. Kurang lebih enam bulan, aku berusaha mencari jalan keluar dan konsultasi dengan beberapa ahli saat kita tinggal di Eropa. Usahaku tidak sia-sia, buktinya kita berhasil memiliki Carla," jelas Dave.
Tidak ku pungkiri, memang benar hubungan ranjang kami cukup rutin setelah perjuanganku dulu. Stop! Ternyata di sini bukan hanya aku yang berjuang untuk malam pertama kami. Akan tetapi, Dave juga ikut andil tanpa sepengetahuanku.
Aku merasa bersalah bercampur iba. Jika saja dulu Dave mau berbagi cerita denganku mungkin masalahnya tidak akan merambat seperti ini.
"Ah, sudahlah! Yang sudah terjadi lupakan saja. Pasti ada hikmahnya. Mungkin jika dulu aku mengetahui lebih awal, bisa jadi aku tidak sekuat ini," aku bermonolog dalam hati.
"Hingga Noel muncul kembali dalam hidupku dua tahun lalu," Dave mengatakannya dengan hati-hati.
Jleb
Pernyataan Dave berhasil membuat jantungku berasa terjun bebas. Darahku berdesir. Rasa panas menjalar di seluruh tubuhku. Dua tahun? Waktu yang cukup lama menjalin hubungan. Apa saja yang sudah mereka lakukan?