Seorang kultivator Supreme bernama Han Zekki yang sedang menjelajah di dunia kultivasi, bertemu dengan beberapa npc sok kuat, ia berencana membuat sekte tak tertandingi sejagat raya.
Akan tetapi ia dihalangi oleh beberapa sekte besar yang sangat kuat, bisakah ia melewati berbagai rintangan tersebut? bagaimana kisahnya?
Ayo baca novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M. Sevian Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Suasana di Sekte Nusantara malam itu terasa damai, meskipun sedikit tegang. Mungkin karena firasat ganjil yang sempat dirasakan Han Zekki beberapa hari terakhir. Sekilas, tampaknya semuanya biasa saja. Para murid sibuk dengan latihan malam mereka, langkah mereka ringan di halaman yang mulai tertutup embun. Zekki sendiri duduk di atas batu besar, mata terpejam, seolah tenggelam dalam meditasi yang dalam. Tapi di balik ketenangannya, pikirannya justru terus waspada.
"Ada sesuatu yang aneh," pikir Zekki sambil menghela napas pelan. Firasatnya jarang salah, terutama saat bahaya mendekat.
Dan benar saja, tiba-tiba terdengar derap langkah berat di pintu masuk sekte. Suara itu memecah keheningan malam, membuat beberapa murid yang sedang berlatih berhenti dan saling pandang. Fei Rong, yang kebetulan berada paling dekat dengan gerbang, langsung berdiri tegap. Alisnya bertaut, dan dia menggenggam pedangnya erat, siap-siap kalau-kalau perlu bertindak. Di depannya, tampak sekelompok orang masuk dengan langkah angkuh. Mereka tidak memakai jubah Nusantara, tentu saja—warna pakaian mereka kebiruan dengan hiasan emas yang mencolok. Sudah jelas siapa mereka. Sekte Langit Timur.
Di depan kelompok itu berdiri seorang pria tinggi, tampangnya dingin, dengan senyum mengejek yang membuat darah Fei Rong mendidih. Siapa pun yang melihatnya bisa tahu, pria ini datang bukan untuk bertamu dengan ramah.
“Siapa kalian? Dan ngapain datang ke sini malam-malam gini?” suara Fei terdengar sedikit gemetar, meskipun dia berusaha terdengar tegas. Ya, gimana enggak? Auranya orang-orang ini cukup kuat, terutama pria di depan. Ada hawa menekan yang membuat beberapa murid Nusantara menahan napas.
Pria itu hanya mendengus kecil, seperti tak terkesan sama sekali. “Aku Cao Liang, utusan dari Sekte Langit Timur,” katanya, nada bicaranya tenang tapi jelas-jelas merendahkan. “Kami diutus untuk menyampaikan pesan kepada Han Zekki.”
Fei Rong semakin tegang. Tapi, sebelum dia sempat merespons, sosok Zekki tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya, entah muncul dari mana. Dengan ekspresi santai dan mata tajam, Zekki menatap Cao Liang. Bibirnya tersungging sedikit, tapi matanya penuh kewaspadaan. "Aku yang kau cari," katanya tenang, tapi ada nada sinis di balik suaranya.
Cao Liang menyapu pandangannya dari ujung kepala hingga kaki Zekki, seperti sedang menilai apakah pria di hadapannya benar-benar pantas menjadi pemimpin sekte. “Han Zekki, bukan?” katanya dengan nada sok tahu yang bikin Fei Rong gemas sendiri. “Aku heran, sekte kecil macam ini berani-beraninya membuat keributan di dunia kultivasi.” Cao Liang melirik sekeliling, memandangi para murid Nusantara seolah mereka hanya semut-semut kecil tak berarti. “Sekte Langit Timur tak senang dengan adanya pengganggu baru di wilayah ini. Kami diutus untuk memberimu… peringatan.”
Zekki hanya tersenyum tipis, seolah peringatan itu hanyalah lelucon. “Pengganggu? Ah, aku seberisik itu, ya?” katanya, setengah bercanda, tapi nadanya mengandung ejekan halus. “Aku cuma mendirikan sekte kecil di sini untuk mereka yang ingin bebas dari aturan kaku sekte-sekte besar. Tapi kalau itu dianggap mengancam… hmm, aku jadi merasa tersanjung.”
Cao Liang tertawa kecil, tapi tawanya jelas tidak tulus. Lebih seperti tawa menghina. “Kau mungkin berpikir dirimu mulia dengan segala omong kosong itu. Tapi sekte kecil macam ini, di hadapan Sekte Langit Timur, tak ubahnya lalat yang bisa kami tepuk kapan saja.” Pandangan Cao Liang semakin meremehkan, tatapannya tajam penuh ancaman. “Jadi, Han Zekki, kau mau tunduk pada kami atau… kami harus menghancurkan sekte kecilmu ini?”
Fei Rong yang mendengar ancaman itu semakin tak bisa menahan diri. Dia sudah siap maju, tapi Zekki mengangkat tangannya sedikit, memberi isyarat agar Fei Rong tetap di tempat. Dengan senyum dingin, Zekki menatap Cao Liang. “Kalian datang jauh-jauh hanya untuk mengancam murid-muridku? Cukup menyedihkan, bukan?” katanya sambil mengangkat bahu. “Apa Zhao Wujin, pemimpinmu, tidak punya cara lain selain mengirim anjing untuk menggonggong?”
Wajah Cao Liang langsung berubah merah, jelas sekali dia merasa dipermalukan. “Sombong sekali kau!” serunya dengan penuh amarah. “Kau pikir sekte kecilmu ini punya nyali untuk melawan kami?” Dengan cepat, dia menghunus pedangnya, aura tajam menyelubungi bilahnya. “Aku akan membuatmu menyesali kata-katamu, Han Zekki!”
Fei Rong, yang berdiri di sebelah Zekki, terlihat cemas tapi juga bersemangat. Dia ingin melindungi gurunya, tapi Zekki hanya mengangguk pelan, memberi isyarat agar Fei tidak ikut campur. “Biar aku yang mengurus ini,” ucapnya tenang, matanya masih terpaku pada Cao Liang.
Tanpa aba-aba, Cao Liang langsung menyerang. Pedangnya meluncur cepat, memotong udara dengan aura listrik yang mengerikan. Serangan itu mungkin akan membuat kultivator biasa gemetar ketakutan, tapi Zekki hanya menggeser tubuhnya sedikit, menghindari serangan itu dengan mudah, nyaris tanpa usaha.
“Apa itu tadi? Itu serangan dari Sekte Langit Timur?” Zekki mencibir, nadanya sinis. “Kalau itu yang terbaik yang kalian punya, kalian benar-benar dalam masalah.”
Cao Liang semakin marah, wajahnya memerah. Ia menggertakkan giginya, lalu menyalurkan energi petir ke pedangnya, membuat bilahnya berderak dengan listrik. “Kau pikir kau bisa meremehkan kami begitu saja?” teriaknya, lalu melompat tinggi, mengayunkan pedangnya ke arah Zekki dengan penuh tenaga.
Namun, Zekki hanya mengangkat satu tangan, tenang seperti biasa. “Void Shield.” Sebuah perisai tak terlihat muncul di depannya, menyerap serangan petir dari Cao Liang seolah-olah itu hanyalah angin sepoi-sepoi.
Cao Liang tampak terkejut, matanya melebar. “Apa-apaan ini…? Void?” bisiknya tak percaya, sedikit tergagap.
Zekki menatapnya dingin. “Sudah cukup, kurasa. Kalau kau datang untuk merendahkan sekte ini, maka aku akan menunjukkan padamu apa arti kekuatan sebenarnya.” Ia mengangkat tangannya, membuka celah dimensi di udara. “Void Slash.”
Sebuah tebasan tak terlihat meluncur dari celah itu, menembus udara dengan kekuatan mematikan. Cao Liang berusaha menghindar, tapi tebasan itu terlalu cepat. Ia hanya sempat mengangkat pedangnya sebagai perisai, tapi bilah pedangnya hancur seketika, dan luka panjang tercetak di lengannya, darah mengucur deras.
“Aaargh!” Cao Liang menjerit kesakitan, terhuyung-huyung mundur dengan wajah pucat. Pandangannya penuh ketakutan, dia mundur beberapa langkah, tubuhnya gemetar. “Kau… monster!” desisnya, mencoba menahan sakit di lengannya.
Zekki hanya menatapnya, ekspresinya tetap datar. “Kau datang ke sini, mengancam murid-muridku, lalu menyebutku monster? Lucu sekali.” Ia melangkah maju, tatapannya tajam. “Sampaikan ini pada Zhao Wujin… Sekte Nusantara tidak akan tunduk pada sekte yang hanya tahu menindas.”
Cao Liang tidak bisa berkata apa-apa lagi. Rasa takut sudah menguasainya. Dengan wajah memerah menahan malu, ia hanya bisa mundur dan melarikan diri bersama anak buahnya, meninggalkan Sekte Nusantara dengan langkah tergesa-gesa.
Begitu mereka pergi, suasana hening. Fei Rong menarik napas lega, lalu memandang gurunya dengan penuh kekaguman dan sedikit rasa bersalah. “Guru… maafkan aku. Aku hampir menyerang mereka tadi. Aku… aku cuma nggak suka lihat Guru diancam seperti itu,” ucapnya, suaranya agak lirih.
Zekki tersenyum tipis, menepuk bahu Fei Rong. “Kau sudah melakukan yang terbaik, Fei. Tapi ingat, keberanian bukan berarti selalu harus melawan. Kad
ang kali, lebih bijak untuk menunggu dan melihat lebih jauh. Lagipula, mereka hanya datang untuk membuat kegaduhan,” jawab Zekki dengan nada yang lembut, meski masih ada kilatan tajam di matanya.
Fei Rong mengangguk, meskipun sedikit ragu. "Iya, Guru. Tapi aku nggak bisa menahan diri... saat aku lihat mereka merendahkan kalian, rasanya kayak ada yang meledak di dalam dada ini."
Zekki tertawa kecil, mengusap kepala Fei Rong dengan penuh kasih sayang. "Itulah kenapa kamu punya potensi besar, Fei. Kau punya semangat yang luar biasa. Tapi ingat, tak semua hal harus diselesaikan dengan kekerasan. Itu bukan jalan yang terbaik."
Zekki lalu berbalik dan menatap langit malam yang cerah, seolah memikirkan sesuatu. Suasana di sekitar mereka masih agak tegang, tapi sedikit demi sedikit, udara mulai terasa lebih ringan. Beberapa murid mulai kembali ke latihan mereka, meski tatapan mereka penuh dengan rasa kagum pada apa yang baru saja terjadi. Zekki tidak hanya mengalahkan Cao Liang, tetapi juga menunjukkan kepada mereka bahwa ketenangan dan kebijaksanaan jauh lebih kuat daripada sekadar otot dan serangan keras.
"Guru, kalian... kalian yakin nggak akan ada masalah lagi dengan Sekte Langit Timur?" Fei Rong bertanya, nada suaranya masih dipenuhi kekhawatiran. Dia sudah melihat betapa kuatnya Cao Liang, dan meskipun dia tahu Zekki luar biasa, dia tetap merasa cemas.
Zekki menoleh dan memberikan senyum tipis yang penuh arti. "Mereka akan mencari cara untuk membalas, tentu saja. Tapi, apapun yang mereka lakukan, kita akan siap." Zekki berhenti sejenak, menatap para murid yang masih melanjutkan latihan mereka. "Sekte Nusantara bukan sekadar sekte kecil yang mudah dirobohkan. Kami memiliki sesuatu yang lebih dari sekadar kekuatan fisik."
Fei Rong merasa sedikit tenang mendengar kata-kata gurunya, meski entah kenapa masih ada perasaan aneh yang menggelitik di perutnya. "Tapi, Guru, kalian bilang kita punya sesuatu lebih dari sekadar kekuatan fisik. Maksudnya apa?"
Zekki menoleh, mata tajam dan penuh makna. "Kekuatan fisik memang penting, tapi lebih penting lagi adalah kedalaman hati dan tujuan kita. Sekte Langit Timur itu besar, memang, tapi mereka dibangun di atas kekuasaan dan dominasi. Sedangkan kita... kita membangun ini untuk kebebasan. Itu bedanya."
"Jadi... yang kita punya itu, kebebasan?" Fei Rong bertanya dengan penuh kekaguman.
Zekki mengangguk pelan. "Kebebasan itu adalah kekuatan terbesar yang bisa kita miliki. Ketika kita bebas untuk memilih jalan kita sendiri, tanpa terikat oleh aturan yang mengekang, itu adalah kekuatan yang tidak bisa dimiliki oleh sekte-sekte besar yang hanya fokus pada kontrol. Mereka boleh punya tentara yang kuat, tapi kita punya hati yang bebas."
Mata Fei Rong berbinar. Entah kenapa, mendengar kata-kata Zekki membuatnya merasa lebih percaya diri, lebih yakin. Mungkin itulah yang dia butuhkan selama ini: sebuah alasan yang lebih besar untuk bertarung. "Aku... aku paham, Guru. Kita nggak hanya bertarung untuk melawan mereka. Tapi juga untuk sesuatu yang lebih besar, untuk kebebasan itu."
Zekki tersenyum dengan bangga. "Kamu mulai mengerti, Fei. Ini bukan hanya soal menang atau kalah. Ini soal prinsip. Kalau kita bisa bertahan dengan prinsip kita, tak ada yang bisa menghentikan kita."
Fei Rong menundukkan kepala, seakan berpikir lebih dalam. Dia merasakan kebanggaan yang mengalir dalam dirinya, rasa ingin berjuang lebih keras untuk sekte ini. "Aku akan terus berlatih, Guru. Aku nggak akan mengecewakanmu."
Zekki hanya mengangguk puas, lalu menoleh ke langit malam lagi. "Kita semua harus terus berlatih. Hari ini hanya awal dari perjalanan panjang kita. Dan ingat, tidak ada kemenangan yang datang dengan mudah."
Namun, di dalam benak Zekki, ada sebuah pemikiran yang mengganggu. Ancaman dari Sekte Langit Timur mungkin baru dimulai. Apa yang terjadi malam ini hanyalah permulaan. Bagaimanapun, dia sudah tahu—langkah mereka tidak akan berhenti sampai mereka benar-benar merasa terancam. Dan itu berarti, sekte Nusantara harus lebih siap dari sebelumnya.
Zekki menatap para murid yang sedang berlatih di sekitarnya. "Kalian, semua, adalah masa depan sekte ini. Ingat, kita berjuang bukan hanya untuk diri kita sendiri, tapi juga untuk kebebasan yang lebih besar. Jangan pernah lupa akan itu."
Fei Rong yang berdiri di sampingnya, mengangguk mantap. “Aku nggak akan lupa, Guru. Kita berjuang untuk kebebasan.”
Di tengah malam yang hening itu, ada perasaan hangat yang mulai tumbuh di hati Zekki. Meskipun ancaman yang datang semakin besar, dia merasa yakin—Sekte Nusantara akan terus berkembang. Mereka bukan sekedar sekelompok orang yang berlatih bersama, tapi sebuah keluarga yang punya tujuan yang lebih besar. Mereka tidak hanya berlatih untuk menjadi kuat, tetapi untuk menjadi bebas.
Dan dengan kebebasan itu, mereka akan menghadapinya semua.
datng duel pergi datang duel pergi hadehhhhhh
apa gak da kontrol cerita atau pengawas
di protes berkali kal kok gak ditanggapi
bok ya kolom komentar ri hilangkan