Lahir di sebuah keluarga yang terkenal akan keahlian berpedangnya, Kaivorn tak memiliki bakat untuk bertarung sama sekali.
Suatu malam, saat sedang dalam pelarian dari sekelompok assassin yang mengincar nyawanya, Kaivorn terdesak hingga hampir mati.
Ketika dia akhirnya pasrah dan sudah menerima kematiannya, sebuah suara bersamaan dengan layar biru transparan tiba-tiba muncul di hadapannya.
[Ding..!! Sistem telah di bangkitkan!]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bayu Aji Saputra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Heavenly Anatema
Kaivorn tertawa kecil, mengangkat satu alisnya sambil berkata dengan nada lembut namun penuh keyakinan, "Itu sudah cukup, Saintess. Heavenly Anatema mungkin sedikit... berlebihan.."
Amon yang berdiri di sampingnya, mengangguk-angguk setuju dengan cepat, meskipun pikirannya seketika melayang, membayangkan betapa menakutkannya hukuman itu.
Namun, Selvara yang bingung mengerutkan dahi, mencoba memahami maksud mereka.
"Heavenly Anatema? Apa itu?" tanyanya, suaranya terdengar penuh kebingungan.
Sekejap, suasana berubah.
Mata Kaivorn, Amon, Elandra, dan Franca serempak beralih ke arah Selvara dengan ekspresi terkejut.
Mereka semua seolah tidak percaya dengan pertanyaan yang baru saja keluar dari mulutnya.
"Kakak kedua… Kau tidak mengetahuinya?" Kaivorn menatapnya bingung, suaranya terdengar jujur dalam kekagetannya.
Amon hanya menggelengkan kepala, gumaman tak percaya keluar dari bibirnya. "Bagaimana mungkin...?"
Franca tetap terdiam, meskipun ekspresi wajahnya tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
Sementara Elandra, yang tampaknya paling terpengaruh, menghela napas panjang dan menundukkan kepala dengan penuh rasa penyesalan.
"Sepertinya ini kesalahanku karena tidak mengajarkan cukup banyak tentang agama kepadanya…" katanya pelan, nadanya terdengar penuh rasa bersalah.
Selvara merasa semakin canggung di bawah tatapan mereka, wajahnya mulai memerah.
"Apa hanya aku yang tidak tahu?" pikirnya dengan putus asa, mencoba meraih sedikit pembelaan diri.
Kaivorn, dengan ketenangan yang luar biasa, melangkah maju.
Tatapannya yang tajam namun lembut mengisyaratkan bahwa dia memahami situasinya.
Dia menghela napas ringan sebelum akhirnya menjelaskan, suaranya terdengar lugas namun sarat dengan kepastian, seolah-olah setiap kata yang keluar dari mulutnya telah dipikirkan dengan teliti.
"Heavenly Anatema," Kaivorn memulai, "adalah hukuman paling berat yang bisa dijatuhkan oleh para dewa. Jika ada yang melawan Utusan Dewa—pahlawan pilihan mereka—mereka akan dihukum, bukan hanya di dunia ini, tapi juga dalam kehidupan setelahnya."
Kaivorn melanjutkan dengan cara yang tenang. "Bukan hanya tubuh fisik yang dihancurkan. Jiwa pelanggar akan dihapus dari seluruh alam semesta. Tidak ada reinkarnasi, tidak ada surga, tidak ada neraka. Mereka akan benar-benar lenyap—tidak ada jejak keberadaannya yang tersisa. Nama mereka, pencapaian mereka, semuanya dilupakan oleh dunia. Seolah-olah mereka tidak pernah ada."
Selvara mendengarkan dengan seksama, masih mencoba memproses kedalaman konsep tersebut.
Kaivorn melanjutkan dengan lebih detail namun tetap sederhana.
"Lebih buruk dari itu, pelanggar akan kehilangan tempat mereka dalam takdir. Mereka akan terputus dari jalinan nasib, menjadi kekosongan yang tidak bisa diperbaiki. Ini adalah peringatan bagi semua orang, bahwa melawan Utusan Dewa adalah tindakan yang tidak bisa dimaafkan."
Elandra menatap Kaivorn dengan kagum. "Penjelasannya sangat tepat, tanpa berlebihan."
Bahkan Franca, meskipun masih kesal pada Amon, mengangguk setuju pada penjelasan Kaivorn yang tepat sasaran.
Kaivorn tersenyum tipis, tatapannya kembali ke Selvara. "Itulah sebabnya kita berhati-hati dengan apa yang kita katakan, terutama soal urusan dewa. Tak semuanya siap untuk menerima kenyataan tersebut, apalagi ketika situasi di Kota Suci sedang tidak stabil."
Amon, yang kini merasa sedikit lebih aman, mencoba mencairkan suasana dengan tawa kecil. "Ya, sungguh tidak menyenangkan berada di daftar hukuman dewa, kan?"
Namun, satu lirikan tajam dari Franca sudah cukup untuk membuat tawa Amon terhenti, mengingatkannya bahwa ia nyaris menjerumuskan diri ke dalam masalah besar.
Kaivorn hanya menggeleng pelan sambil tersenyum mengejek, "Bahkan komandan tertinggi ksatria suci juga seorang manusia, ya?" pikirnya.