Akibat trauma masa lalu, Chaby tumbuh menjadi gadis yang sangat manja. Ia hidup bergantung pada kakaknya sekaligus satu-satunya keluarga yang peduli padanya.
Di hari pertamanya sekolah, ia bertemu dengan Pika, gadis tomboi yang mengajaknya loncat pagar. Kesialan menimpanya, ia tidak tahu cara turun. Matanya berkaca-kaca menahan tangis. Disaat yang sama, muncul pria tampan bernama Decklan membantunya turun.
Decklan itu kakaknya Pika. Tapi pria itu sangat dingin, dan suka membentak. Tatapan mengintimidasinya selalu membuat Chaby menunduk takut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25
Decklan menghentikan tawanya dan balik menatap Chaby, tanpa sadar tangannya terangkat mengusap-usap rambut gadis itu pelan.
"Kamu lucu." gumamnya pelan dengan senyum tipisnya.
Bukannya senang gadis itu malah merasa heran, ia yakin kalau memang ada yang salah dengan kakak kelasnya itu. Pandangannya berpindah ke sisi kanan, arah yang berlawanan dengan pria itu.
"K..kak Decklan lagi kerasukan roh gila bener kayaknya." gumamnya pada dirinya sendiri tapi tetap saja bisa di dengar oleh Decklan. Pria itu mendengus pelan, ia membuat gadis itu kembali menghadapnya dan tangannya terangkat mengusap seluruh wajah gadis itu dengan sebelah tangannya.
"Jangan ngawur." katanya pendek. Kerasukan roh gila? Yang benar saja. Huh, bahasa apa itu. Ada-ada saja. Ia lalu membaringkan dirinya direrumputan dengan kedua tangan bertumpu dibawah kepalanya menjadi sandaran. Matanya menengadah ke langit sementara Chaby hanya sibuk mengamati gerak-gerik pria itu dengan tampang polosnya.
Entah kenapa tak ada lagi perasaan takut dalam hatinya, hanya ada rasa penasaran yang bergulat di otaknya karena pria itu mendadak memperlakukannya dengan berbeda.
"Kenapa nggak masuk kelas?" tanya Decklan tanpa menatap gadis itu. Ia tahu sejak tadi sih pemilik wajah manis ini terus sibuk memerhatikannya dan ekspresi itu benar-benar membuatnya merasa gemas sendiri, meski begitu ia tetap berusaha menahan diri.
Terdengar ******* berat dari suara Chaby. Decklan mengalihkan arah pandangannya dengan dahi berkerut.
"Dikeluarin sama pak Yuda karena ngobrol dikelas." sahut Chaby sambil mengerucutkan bibirnya dan menarik nafas pasrah.
Decklan tersenyum kecil, jadi begitu, pikirnya. Kali ini ia mengamati gadis yang duduk menghadapnya itu sibuk menaut-nautkan jari-jari tangannya. Pria itu mengangkat bahunya acuh tak acuh dan balik menengadah ke langit sibuk dengan pikirannya yang bercampur aduk sekarang ini sementara Chaby ikut-ikutan sibuk dengan dirinya sendiri sambil duduk bertumpu di sebelah lelaki tampan itu.
Chaby menghentikan kegiatanya. Fokusnya dialihkan dengan sebuah bunyi seperti kehadiran orang lain didekat mereka. Ia menoleh kebelakang untuk mencari tahu.
Gadis itu terkejut bukan main ketika mendapati seekor monyet berukuran besar yang berada tak jauh dari mereka tengah memandanginya sekarang ini. Ternyata tadi itu suara monyet, batinnya. Ia tidak berani menggerakan badannya karena takut, tapi tangannya mulai bergerak menyentuh Decklan tanpa menatap pria itu. Sepertinya tangannya menyentuh wajah kakak kelasnya itu. Chaby tidak mau berpikir apapun lagi, bodoh amat kalau kak Decklan akan memarahinya nanti. Sekarang ia lebih memikirkan bagaimana mengusir monyet itu. Ia lebih takut sama monyet pokoknya.
Decklan yang masih setia menatap langit akhirnya terusik dengan Chaby yang tiba-tiba menyentuh seluruh wajahnya membuat ia kehilangan fokus. Astaga kenapa lagi dengannya sih. Fokus pria itu jadi terbagi. Ia mengerang kesal.
"K..kak Decklan..," gumam Chaby dengan suara bergetar.
Dahi Decklan berkerut samar, rasa kesal karena terganggu oleh gadis itu mendadak hilang. Kenapa suara gadis itu terdengar seperti mau menangis? Sepertinya ada yang salah. Ia sedikit mengangkat kepalanya melirik Chaby tapi tidak menemukan apa-apa karena gadis itu duduk menghadapnya dan menatap depan, entah apa yang sedang ia lihat. Sepertinya ada sesuatu dibelakangnya karena Chaby terus menerus menatap kedepan dengan ekspresi takut.
Ia memilih bangun dan menoleh kebelakang bermaksud melihat ada apa disana, apa yang dilihat gadis itu sampai jadi takut begitu.
Ternyata ada seekor monyet didepan mereka. Jarak monyet itu tidak begitu jauh dari mereka, hanya beberapa meter. Decklan menutup kedua matanya menahan kesal.
Siapa yang pelihara monyet di sekolahan sih, rutuknya dalam hati. Ia bisa merasakan Chaby menggeser badannya dan memilih sembunyi dibelakang tubuh kekarnya. Kepalanya bersandar dibelakang punggung Decklan dan kedua tangannya menggenggam kuat lengan pria itu, tak lupa kepalanya sesekali menyembul dari balik punggung pria itu, melihat sih monyet masih ada atau sudah pergi. Didepannya Decklan menyeringai, dasar penakut.
Decklan bukan tipe pria yang penakut pada hewan, dengan sekali sentak ia bisa membuat monyet didepan mereka itu berbalik pergi dari situ. Chaby bahkan terkagum-kagum dibuatnya.
"Wahhh..." seru gadis itu kagum sambil menepuk-nepuk tangannya kencang-kencang didepan Decklan, tak lupa juga ia memamerkan giginya yang tersusun rapi dengan tersenyum lebar menatap pria itu. Dasar lebay, tawa Decklan.
Pria yang telah mati-matian menahan rasa gemasnya itu sejak tadi akhirnya pupus sudah, ia sungguh tidak tahan lagi. Tanpa sadar kedua tangannya terangkat mencubit kedua pipi tembem Chaby yang sukses membuat senyum lebar gadis itu berubah terheran-heran menatapnya.
Decklan balas tersenyum menatap Chaby. Tangannya terangkat mengusap-usap kepala gadis itu lembut. Ini pertama kalinya ia melakukan sesuatu seperti itu pada perempuan, bahkan adiknya sendiri tidak pernah ia perlakukan selembut itu. Chaby adalah satu-satunya gadis yang ia perlakukan dengan begitu lembut, entah kenapa ia semakin lama ia semakin merasa gadis itu special. Ia sadar sepenuhnya dengan apa yang dilakukannya, sepertinya dirinya benar-benar sudah jatuh hati pada gadis ini.
Hah, lelaki itu mendengus pelan. Gadis penakut seperti Chaby ini awalnya bukan tipenya sama sekali, tapi ia malah sukses merebut hatinya.
"Kamu harus tanggung jawab."
😭😭😭😭😭😭