Arumi Khoerunisa, seorang wanita yatim piatu yang peristri oleh seorang pria yang selalu saja menghina dirinya saat dia melakukan kesalahan sedikit saja.
Tapi kehidupan seketika berubah setelah kehadiran tetangga baru yang rumahnya tepat disampingnya.
Seperti apakah perubahan kehidupan baru Arumi setelah bertemu tetangga baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Hari itu Ibrahim membawa Arumi untuk makan malam di luar. Salah satu cara Ibrahim untuk meminta maaf pada Arumi.
Selama seminggu ini, Ibrahim sedang berusaha untuk membuat Arumi senang.
Sudah berbagai cara dia lakukan, mulai dari memberikan Arumi hadiah, memperlakukan Arumi dengan sangat manis, dan yang terakhir, rencana makan malam romantis di restoran.
Arumi menyetujui ajakan Ibrahim untuk menghargai usaha dilakukan suaminya itu.
Karena sebenarnya Arumi juga ingin rumah tangga mereka kembali seperti sedia kala dan melupakan masalah yang sempat terjadi di antara mereka.
"Hei Erlan!" panggil Ibrahim.
Arumi dan Ibrahim melihat Erlan dan Rika yang juga hampir pergi meninggalkan rumah. Mereka hampir masuk ke dalam mobil sebelum mendengar panggilan Ibrahim.
"Mau ke mana kalian?"
"Mau makan di luar, Mas." teriak Erlan karena jarak mereka yang berada cukup jauh.
"Sama dong. Kita makan malam bareng aja kalau gitu!" ajak Ibrahim.
Seketika Erlan dan Rika terlihat saling tatap. Mereka tengah menimbang-nimbang tawaran Ibrahim itu.
"Emangnya kami gak ganggu kalian?" tanya Rika.
"Ya, enggak lah. Kita malah seneng ada temennya. Iya kan, Arumi?" Tanya Ibrahim yang kini menatap Arumi seolah meminta persetujuan.
Arumi hanya mengangguk pelan menyetujui ajakan Ibrahim.
"Oke kalau gitu, kita bareng aja." ucap Erlan.
"Pakai mobil aku aja yang agak gedean!" ajak Ibrahim.
Erlan dan Rika mengiyakan. Mereka segera masuk ke mobil milik Ibrahim.
***
Ibrahim yang mengemudi dan Arumi duduk di sampingnya. Sementara Erlan dan Rika duduk di belakang.
Selama perjalanan Ibrahim yang lebih banyak bicara dan Rika yang lebih sering menanggapinya.
Arumi dan Erlan, lebih banyak diam. Karena mereka tengah sibuk bertukar pesan melalui gawainya masing-masing.
Dan tentu saja hal itu mereka lakukan tanpa sepengetahuan Rika dan Ibrahim.
[Kamu udah gak ada masalah kan, sama Mas Ibrahim?] tanya Erlan memulai obrolan mereka via pesan.
[Aku belum bisa kembali seperti sebelumnya, Erlan. Aku masih belum bisa maafin dia sepenuhnya.] balas Arumi.
[Gak usah terlalu dipikirin, nanti kamu sakit. Biarin aja dulu kaya gitu. Gak usah dipaksain. Perasaan kamu kan, juga butuh proses.]
[Iya. Makasih, ya, Erlan.]
[Makasih? Buat apa?]
[Udah peduli sama aku]
[0oooo]
[Kenapa o doang?]
Kini pesan antar mereka sedikit terjeda. Arumi yang penasaran dengan jawaban Erlan sedikit menoleh ke arah Erlan.
Arumi melihat Erlan terlihat tengah berfikir, lalu Arumi Erlan kembali mengetik sesuatu di ponselnya.
[Aku gak seneng aja kalau liat kamu sedih. Entah kenapa aku juga jadi ikutan sedih. Makanya aku peduli sama kamu]
Jawaban pesan itu ternyata berisi penjelasan Erlan yang membuat Arumi seketika tersenyum kecil saat membaca pesan itu.
[Kok ikutan sedih, kanapa?]
[Gak tau, pokoknya sedih aja.]
[Pasti ada kan alasannya.]
[Hmmm Apa ya..]
Lagi-lagi Arumi di buat tersenyum. Kali ini karena melihat kebingungan Erlan dalam menjawab pertanyaannya.
"Kamu lagi bertukar pesan sama siapa? Kok kayanya seneng banget?" tanya Ibrahim tiba-tiba.
Ibrahim sedikit curiga, saat ia melihat ekspresi bahagian Arumi.
Arumi seketika di buat gelagapan. Arumi dengan cepat mematikan layar ponselnya.
Arumi benar-benar merasa takut kalau ketahuan ia ketahuan sering bertukar pesan dengan Erlan. Seorang pria yang kini tengah duduk di belakangnya.
"Sama temen, Mas." jawab Arumi gugup.
"Temen. Siapa? Bukannya kamu udah gak punya temen?"
"Emmm itu, Mas " Arumi kini di buat kebingungan untuk menjawab pertanyaan Ibrahim karena sebelumnya ia tak terbiasa berbohong.
"Kita makan di situ aja, Mas. Kayanya restorannya bagus!" Ucap Erlan sambil menunjuk restoran di pinggir jalan yang mereka lewati.
Erlan dengan sengaja memotong percakapan Arumi dengan Ibrahim untuk mengalihkan perhatian Ibrahim agar bisa menyelamatkan Arumi dari pertanyaan Ibrahim.
"Oke deh. Aku denger makanannya juga enak kok, di situ." jawab Ibrahim yang kini mengarahkan mobil itu masuk ke halaman restoran yang Erlan maksud.
Restoran yang lumayan mewah dengan konsep outdoor dan panorama yang indah. Arumi dan Rika segera keluar dan masuk ke restoran itu.
Sementara Ibrahim dan Erlan masih tertinggal di mobil. Mereka harus mencari tempat parkir yang nyaman di tengah ramainya pengunjung.
Karena mereka mendatangi tempat itu bertepatan dengan malam minggu.
***
"Kita pesannya nunggu mereka aja ya, Mbak." Ucap Rika saat merek sudah duduk di bangku yang lumayan nyaman.
Di sebuah gazebo yang sepertinya cukup untuk tempat mereka berempat.
"Iya, Ka." jawab Arumi singkat.
Setelah itu tak ada pembicaraan lagi di antara mereka.
"Kamu sering makan malam kaya gini?" Tanya Arumi kembali memulai percakapan.
Arumi akhirnya mendapatkan topik pembicaraan untuk mengisi kebungkaman mereka berdua.
"Sering, Mbak. Erlan, mah orangnya pengertian banget. Apa aja yang aku mau selalu dia turuti. Termasuk makan malam kaya gini yang hampir setiap hari. Kalau Mbak Arumi?"
"Jarang." jawab Arumi yang kini menunjukkan raut wajah sendu.
"Mbak Arumi udah baikan sama Mas Ibrahim?" Tiba-tiba Rika mengalihkan pembicaraan.
"Iya." jawab Arumi singkat.
"Emang beda, ya, kalau nikah atas dasar rasa cinta. Mau rintangan apa pun yang menghadang, kayanya gampang banget dilewatin. Aku jadi iri sama kalian." Ucap Rika berubah murung.
"Iri?"
"Iya, iri."
"Bukannya rumah tangga kamu sama Erlan malah jauh lebih bahagia?"
"Itu kan yang terlihat di luar." sergah Rika dengan senyuman yang sangat ia paksakan.
"Maksudnya?" Arumi merasa bingung dengan apa yang Rika ucapkan.
"Rumah tangga kami gak sesempurna itu kok, Mbak. Malah sampai hari ini aku gak tau, apa Erlan udah benar-benar bahagia hidup sama aku atau enggak."
"Maksud kamu?" Arumi semakin di buat tak mengerti.
"Sebenarnya kami nikah karena terpaksa, Mbak. Lebih tepatnya Erlan yang terpaksa nikah sama aku." Arumi seketika terkejut mendengar jawaban Rika.
"Terpaksa?"
"Iya. Dari awal dia gak pernah cinta sama aku, Mbak. Aku udah pernah cerita, kan, kalau Erlan banyak yang suka. Dia tampan dan berkharisma. Banyak banget perempuan cantik yang ngejar dia. Jadi wajar kalau ia gak punya perasaan sama perempuan kaya aku yang cuma biasa-biasa aja."
"Terus, kenapa kalian bisa nikah?"
"Karena kasihan sama karena dorongan dari masing-masing orang tua kami."
"Kasihan? Maksudnya?"
Rika menghela nafas panjang sebelum ia mulai ceritanya.
"Aku dari dulu sering banget sakit-sakitan, Mbak. Dan yang terakhir sakit aku benar-benar parah. Aku sempat kritis dan hampir gak bisa di selamatkan. Sampai kedua orang tua aku udah gak tega lihat keadaan aku. Akhirnya mereka membujuk Erlan agar mau nikah sama aku. Karena orang tua aku tau, kalau itulah kebahagiaan aku satu-satunya. Mereka tau kalau aku sangat mencintai putra dari sahabat mereka itu. Mungkin ia berpikir, kalau aku bisa menikah sama Erlan bisa saja kondisi aku jadi lebih baik."
"Awalnya Erlan menolak. Karena ia emang sama sekali gak punya perasaan apa-apa sama aku. Perasaan yang sangat berbeda sama apa yang aku rasakan sama dia. Aku cinta banget sama dia dari dulu. Dari pertama kali aku kenal sama dia." Ucap Rika panjang lebar.
Wajah Rika terlihat sangat sedih. Tapi ia masih berusaha tersenyum seakan semuanya baik-baik saja.
Walaupun tak lama kemudian bulir bening mengalir di kedua pipinya. Rika menangis saat itu.
Baru kali ini Arumi melihat sosok Rika yang terlihat sangat rapuh.
Arumi mengusap punggung Rika untuk memberinya sedikit ketenangan.
"Aku gak papa kok, Mbak." Ucap Rika yang lagi-lagi tersenyum samar pada Arumi.
"Walau aku lemah. Tapi aku orangnya gak pantang menyerah. Sampai hari ini aku tetap berusaha mau bikin Erlan bisa cinta sama aku."
"Aku yakin, suatu hari nanti aku bisa jadi perempuan satu-satunya yang bakal jadi objek fotonya Erlan." Ucap Rika dengan pandangan yang menerawang jauh.
Arumi sempat tertegun selama beberapa saat setelah mendengar apa yang ucapan oleh Rika.
"Maksud kamu, objek foto apa?"
*************
*************
dan jika saling sadar jika pernikahan termasuk dalam hal ibadah kpd Tuhannya, maka seharusnya Memiliki rasa Takut ketika melakukan hal diluar yg dilarang dalam suatu pernikahan itu sendiri....
walau bagaimanapun alasannya, alangkah baiknya jika diselesaikan dulu yg sekiranya sdh rusak...
Jika masih dalam suatu hubungan pernikahan itu sendiri, Jangan coba-coba melakukan hal yg berganjar: Dosa besar !!!!
bodohmu itu lho ,,