Tipe pria idaman Ara adalah om-om kaya dan tampan. Di luar dugaannya, dia tiba-tiba diajak tunangan oleh pria idamannya tersebut. Pria asing yang pernah dia tolong, ternyata malah melamarnya.
"Bertunangan dengan saya. Maka kamu akan mendapatkan semuanya. Semuanya. Apapun yang kamu mau, Arabella..."
"Pak, saya itu mau nyari kerja, bukan nyari jodoh."
"Yes or yes?"
"Pilihan macam apa itu? Yes or yes? Kayak lagu aja!"
"Jadi?"
Apakah yang akan dilakukan Ara selanjutnya? Menerima tawaran menggiurkan itu atau menolaknya?
***
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Gevan dibopong menuju sebuah mobil. Dan Ara baru sadar, bahwa yang datang bukan hanya pria paruh baya itu saja. Ternyata pria itu membawa banyak bodyguard. Bahkan, di sana bukan hanya ada satu mobil yang datang, tapi lima mobil. Lagi-lagi Ara merutuki dirinya sendiri. Seharusnya ia pergi saja tadi, dan tidak perlu menolong orang.
"Terimakasih telah menolong anak saya. Ini kartu nama milik saya, jika kamu perlu sesuatu, silahkan hubungi nomor yang tertera di sana," ucap pria paruh baya yang sayang nya seperti sugar daddy dimata Ara.
Ara tak mampu berkata-kata, namun tangannya tetap menerima uluran kartu itu. Setelah itu rombongan pria tampan itu pergi dari sana, meninggalkan Ara yang masih merasa malu.
"Malu banget!" pekik Ara saat sudah tidak ada siapapun di sana.
Mata yang dihiasi bulu mata lentik itu menatap kartu nama yang ada ditangannya.
"Vilton Alexander. Namanya aja ganteng banget," gumam Ara sambil berdecak kagum.
"Anak sama Bapak gantengnya gak ketulungan. Ini kalo aku gak bisa dapetin anaknya, bapaknya juga gak papa deh!"
****
Seperti biasa, paginya Ara sekolah. Saat ini dia sedang sibuk memunguti sampah yang ada di laci mejanya.
"Ra!"
"Apa?!"
"Piket, Ra, pikett!"
"Kamu gak liat aku lagi ngapain?!" kesal Ara.
Bagas. Pria yang menjabat sebagai ketua kelas yang tadi berteriak pada Ara. Sudah menjadi makanan sehari-hari bagi siswa kelas 12 IPS 3 mendengar teriakan kedua orang itu. Bagas dan Ara tidak pernah akur. Bagas yang menjabat si ketua kelas dan Ara si pembuat onar.
"Yang namanya piket itu nyapu atau ngepel. Lah kamu ngapain jongkok di sana?!" ujar Bagas melihat Ara yang sedang membersihkan laci mejanya sendiri. Itulah yang namanya piket kelas menurut Ara.
"Bodo amat, yang penting sampah tersingkirkan!" ucap Ara acuh. Gadis itu fokus membersihkan laci mejanya yang penuh dengan kertas serta bekas bungkus jajan.
Bagas mengusap dadanya sabar. Meskipun sering adu mulut dengan Ara, Bagas tetap selalu emosi dan ingin menendang gadis itu ke Sungai Amazon.
"Nih, lihat! Banyak kan sampah nya?! Untung-untung aku mau bersihin, kalau nggak, udah jadi sarang nyamuk ini kelas kita!" ucap Ara seraya berjalan jauh menuju bak sampah depan kelasnya. Setelah membuang sampah, ia langsung lari menuju kantin. Meninggalkan Bagas yang sedang mengomel.
Terlihat hanya beberapa murid yang berada di kantin. Tentu saja, ini sudah hampir jam masuk kelas. Mana ada orang yang ingin ke kantin. Bisa telat masuk kelas jika mereka melipir ke kantin dulu. Tapi, hal itu tak berlaku bagi Ara. Gadis itu terlampau nekat.
"Ra!" sapa segerombolan laki-laki yang sedang menikmati makanan mereka. Jam segini emang paling lebih dominan laki-laki yang ke kantin.
"Eyooww!" sahut Ara sambil terus berjalan menuju stand batagor. Makanan kesukaannya. Sebenarnya Ara suka makanan apapun, selagi bisa dimakan. Tapi, batagor adalah kesukaannya. Apalagi sambal kacang yang melumuri batagor membuatnya semakin ngiler.
"Bu, batagor satu yaa!" seru Ara. Ia menunggu di depan stand itu sambil menatap sekelilingnya.
Jujur saja, Ara tidak memiliki teman dekat atau sahabat. Kelakuannya yang bikin geleng-geleng kepala, membuat dirinya dijauhi banyak orang. Namun, tak jarang banyak yang menyapanya dan berbicara dengannya. Seperti segerombolan laki-laki tadi. Padahal mereka tidak akrab. Tapi, Ara ingat, dirinya pernah membolos bersama para cowok itu. Pantas saja mereka menyapanya.
Setelah mengambil pesanannya dan membayar, Ara langsung mencari tempat duduk di pojok, tempat yang biasa ia duduki.
Pagi-pagi seperti ini, memang enaknya makan batagor. Meskipun sudah sarapan di rumah, Ara tetap ke kantin saat sampai ke sekolah. Itu sudah menjadi rutinitasnya. Para murid di sana juga sudah hafal dengan kebiasaan Ara yang satu ini.
****
Di sebuah ruangan dengan tema monokrom. Seorang pria tampan nan gagah sedang duduk di kursi kebesarannya. Mata tajam bak mata elang itu menatap kertas-kertas ditangannya.
Gevano Alexander. Pria berumur 24 tahun yang kini memimpin perusahaan besar. Terlampau cerdas bahkan pintar, Gevan telah mendirikan lima cabang perusahaan nya. Dan lima cabang perusahaan itu tak kalah terkenal dari perusahaan yang utama. Tak jarang perusahaan miliknya itu menjadi perbincangan satu dunia. Apalagi sering masuk berita. Entah itu koran, tv, dan internet.
Namun, sayangnya, Gevan adalah manusia tak tersentuh. Berbicara seperlunya, raut wajah yang tidak pernah berubah, selalu datar. Meskipun begitu, Gevan selalu menjadi incaran para wanita diluar sana. Setiap ada rapat atau pertemuan dengan klien, sekretarisnya yang akan mewakili. Tugas Gevan hanya tanda tangan dan memeriksa laporan saja. Kecuali, jika perusahaan sedang ada masalah berat, maka Gevan yang akan turun tangan.
Tok tok tok
Bunyi ketukan pintu mengalihkan fokusnya. Tak lama, seorang pria berjas masuk ke dalam ruangannya dengan sebuah map yang dia pegang.
"Tuan, saya telah mendapatkan informasi tentang gadis itu. Semuanya ada disini," ujar Nike, si asisten sekaligus bodyguard Gevan yang paling hebat dan terpercaya.
Setelah menyerahkan map nya, Nike langsung pamit undur diri.
Gevan mulai membaca deretan informasi itu. Terdapat foto seorang gadis di sana. Informasinya sangat lengkap.
Senyum tipis terukir di sudut bibir Gevan. Gadis itu, gadis yang menolongnya saat ia sekarat. Gevan telah mencari tau semuanya.
"Arabella.." gumamnya berbisik. Senyuman miring yang menakutkan tapi menawan terukir di bibir tipis pria itu.
Entah apa yang akan Gevan lakukan nanti.
****
Sepulang sekolah, Ara melipir dulu ke pasar. Ia akan mencari makanan yang bisa ia makan dengan nikmat dan rasanya tidak mengecewakan. Gadis itu berjalan menyusuri pasar yang tidak terlalu ramai setelah memarkirkan motor Scoopy nya.
Ara memutuskan untuk membeli mie ayam, batagor, siomay dan gorengan. Tak lupa ia membeli buah-buahan. Jangan kalian pikir Ara ini adalah gadis yang memikirkan kesehatan. Dia selalu seenaknya dalam memilih makanan. Tapi, tetap saja tubuh nya tidak gemuk-gemuk.
Setelah mendapatkan apa yang dia mau. Ara segera mengendarai motor nya menuju rumahnya.
Setelah ini ia akan berleha-leha. Apalagi besok hari Minggu. Ia bisa tidur sampai siang. Siapa yang akan memarahi? Tidak ada. Ara tinggal sendirian di rumah megah itu. Tidak ada pembantu hanya ada satpam. Hanya Ara yang selalu membereskan rumah.
Ara memasuki rumahnya yang sepi, tak lupa mengucapkan salam. Gadis itu langsung menuju kamarnya untuk mengganti baju. Jam menunjukkan pukul tiga sore. Ara berjalan menuju belakang rumah untuk menyirami bunga yang ia tanam. Khusus dibelakang rumah, Ara menanam bunga kesukaannya. Sedangkan di halaman rumah, ia menanam bunga yang familiar. Ara tidak suka berbagi bunga kesukaannya pada orang lain, karena itu ia menanam dibelakang rumah.
Edan-edan gini, Ara suka bunga juga. Apalagi jenis bunga yang wangi.
Selesai dengan kegiatannya, Ara lanjut memakan makanan yang ia beli tadi. Gadis itu membawa semuanya ke ruang tamu. Menyalakan televisi agar tidak sepi, setelahnya ia membuka ponsel nya untuk memeriksa notifikasi.
Seperti biasa, banyak chat dari nomor tidak dikenal. Tentunya semua dari para murid laki-laki di sekolah nya. Ara tidak pernah merespon mereka. Hanya kontak kedua kakaknya dan ayahnya saja yang ia simpan dan juga ia sematkan. Jujur saja, Ara selalu menunggu pesan dari ketiga orang itu. Jika Ara membuka room chat nya, maka hanya pesan Ara saja yang tertera di sana. Pesan yang selalu diabaikan, hanya dibaca, tidak dibalas.
Ara tau kesalahannya. Kesalahannya adalah lahir di dunia. Ibunya meninggal karena telah melahirkannya. Keluarganya membenci dirinya. Ara benar-benar sendirian. Jika bisa, Ara juga tidak ingin lahir. Itu semua sudah takdir. Tapi, Ara sulit menerimanya begitu saja. Tidak ada foto wanita yang telah melahirkannya di dalam rumah itu. Foto keluarga pun tidak ada. Dinding rumah yang sekarang Ara tempati hanya terhias rak gantung dan guci antik.
***
Jangan lupa LIKE😘
indah banget, ga neko2
like
sub
give
komen
iklan
bunga
kopi
vote
fillow
bintang
paket lengkap sukak bgt, byk pikin baper😘😍😘😍😘😍😘😍😘