Naina dijual ibu tirinya untuk menikah dengan pria yang tersohor karena kekayaan dan buruk rupanya, juga menjadi pemegang rekor tertinggi karena setiap tahunnya selalu menikahi ratusan wanita. Selain itu, Minos dikenal sebagai psikopat kejam.
Setiap wanita yang dinikahi, kurang dari 24 jam dikabarkan mati tanpa memiliki penyebab kematian yang jelas. Konon katanya para wanita yang dinikahi sengaja dijadikan tumbal, sebab digadang-gadang Minos bersekutu dengan Iblis untuk mendapatkan kehidupan yang abadi.
“Jangan bunuh aku, Tuan. Aku rela melakukan apa saja agar kau mengizinkanku untuk tetap tinggal di sini.”
“Kalau begitu lepas semua pakaianmu di sini. Di depanku!”
“Maaf, Tuan?”
“Kenapa? Bukankah kita ini suami istri?”
Bercinta dengan pria bertubuh monster mengerikan? Ugh, itu hal tergila yang tak pernah dibayangkan oleh Naina.
“... Karena baik hati, aku beri kau pilihan lain. Berlari dari kastil ini tanpa kaki atau kau akhiri sendiri nyawamu dengan tangan di pedangku?”
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Piscisirius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 6 - Kenangan Lama dan Kutukan?
Mendengar suara bising dari luar, Naina yang masih terlelap seketika langsung terperanjat kaget. Kedua matanya membelalak, kepalanya celingukan, bingung sendiri, mencoba mencermati apa yang terjadi.
“Sedang apa kau di dalam sana?”
“Kenapa tidak menyahut apapun?”
“Cepat keluar! Aku hitung sampai tiga!”
Naina mengusap wajahnya, bangkit dari posisi tidurnya. Buru-buru menuruni ranjang. “Ba-baik, Tuan. Tunggu sebentar.” Ia berlarian menuju pintu sambil memegangi kepalanya yang terasa pening.
Saat pintu terbuka, kepala Naina menanggah, beradu pandang dengan pria setinggi dua meter dihadapannya. Kembali melihat wajah mengerikan itu, tapi setidaknya dirinya sudah mulai terbiasa, apalagi dengan bau busuknya yang masih saja menusuk hidung.
“Kau?!” Tuan Minos menyolot, mata ungu terangnya melotot, wajah hancurnya mengerut kesal.
“Ada apa, Tuan?” Naina semakin bingung, tidak tahu kenapa pria itu sibuk marah-marah tanpa alasan yang jelas.
Lengan Tuan Minos langsung menyabet gaun merah yang dikenakan Naina, membuat tubuh gadis itu terhuyung dan sedikit kehilangan keseimbangan. Dan di sini-lah Naina baru menyadari apa yang membuat Tuan Minos marah.
“Kenapa kau menggunakan gaun ini?!” Tuan Minos semakin berseru marah, dadanya yang kembang kempis mengeluarkan napas tak beraturan.
Naina tertunduk ketakutan. Mulutnya berbicara gelagapan, “Ah, ma-maafkan aku, Tuan. Semalam... A-aku mencobanya dan belum sempat aku—”
“Aku benci warna merah! Apa Tora tidak memberitahumu?!” Tuan Minos kembali menarik gaun itu, tubuh ringkih Naina terpental ke depan.
“Dan juga aku tidak akan pernah mengizinkan kau untuk tinggal di kamar ini!” Kali ini tangan Naina yang ditarik, tubuhnya diseret keluar secara kasar, membuatnya merintih kesakitan.
Entah kemana Tuan Minos membawa Naina pergi, yang jelas ia tidak menghiraukan rintihan gadis tersebut. Jari panjang berbalut sarung tangan mencengkram kuat lengan Naina, tenaganya yang kuat membuat tubuhnya terseok, kakinya terseret saat menaiki undakan tangga, kaki tanpa alasnya dipastikan sudah terluka.
“Tuan, aku mohon. Berjalan perlahan ... Kakiku sakit, Tuan!” Sebelah tangannya ia pakai untuk mengusap air mata yang bercucuran, bibir keringnya ia gigit kuat-kuat untuk menahan sakit.
Tora si gagak yang merasa bersalah atas kejadian ini, segera terbang mendekat pada Tuannya. Hendak menjelaskan, “Tuan, ini salahku. Jadi—”
“Diam!” Tuan Minos menepis gagak di sampingnya, terpental hingga lorong dinding dan terjatuh sembarang ke atas lantai.
Sampai di ruangan yang jauh dari kamar sebelumnya, Tuan Minos lantas membanting tubuh Naina ke dalam. Membuatnya terjatuh dengan kaki yang mendahului, lututnya mengenai lantai kotor yang kasar, darah membasahi gaun dan menetes pada lantai tersebut.
Tak sampai di situ, Tuan Minos menarik paksa agar Naina berdiri kembali. Meski sudah memohon meminta pengampunan, telinganya mendadak tuli untuk memahami permintaan dari sang gadis, Tuan Minos justru semakin brutal merusak gaun yang masih membalut tubuh Naina.
Merapatkan tubuh Naina pada dinding, sebelah tangannya mengangkat kedua tangan Naina ke atas untuk dikunci. Lalu tangan yang menganggur begitu beringas melucuti gaun dari tubuhnya dengan mencabik-cabik, membuat gaunnya rusak total, jahitan dan kainnya berserak di lantai, mulai menampakan tubuh polos Naina.
“Aku tidak akan berbaik hati untuk masalah ini!” Tuan Minos berteriak, rahangnya yang mengetat membuat nanah dalam rongga pipi yang bolong-bolong jadi menetes ke mana-mana, satu dua tetes mengenai wajah Naina yang sudah meleleh karena air mata.
Hingga akhirnya tubuh Naina tidak lagi ditutupi apapun, hanya menyisakan goresan luka dari brutalnya cakaran Tuan Minos tadi. Tubuhnya terjatuh lesu selepas tangannya tidak lagi dikunci oleh pria monster tersebut.
Sementara Naina masih menggugu dalam tangis, Tuan Minos sibuk mengamati robekan gaun yang berceceran di lantai. Masih belum puas, tangannya ia angkat, dan saat telunjuknya mengarah pada potongan gaun itu, kobaran api biru melahapnya hingga hangus tanpa sisa dan debunya menguar ke udara.
Selesai dengan urusan gaun merah tersebut, sorot matanya tertuju pada Naina yang terduduk lemas sambil memeluk tubuhnya sendiri. Hatinya yang penuh dengan emosi tidak meluruh sedikitpun saat mengamati luruhan air mata yang memenuhi wajah gadis itu.
“Kau bilang bisa melakukan pekerjaan rumah dengan baik. Bersihkan ruangan ini, buatlah senyaman mungkin untuk bisa kau tinggali. Dan pakaian untukmu akan kukirimkan. Jangan pakai gaun merah, ataupun berani masuk ke dalam kamar itu lagi!” ancam Tuan Minos masih dengan napas yang memburu, bahu lebarnya bergerak naik turun.
Naina terdiam membisu. Pandangannya buram oleh air mata, sedikit beruntung karena rupa menyeramkan pria di depannya tak bisa dilihat dengan jelas.
Dan Naina tetap bergeming sampai akhirnya Tuan Minos melenggang pergi dari ruangan, derap langkahnya terdengar semakin menjauh. Menyisakan keheningan berselimut isak tangis.
Ketika Tora si gagak lebih memilih menenangkan Naina ketimbang Tuan Minos yang masih meledak-ledak, sebuah kain tebal ia bawa menggunakan paruh. Lalu menjatuhkannya ke atas tubuh Naina, berusaha memberi perhatian, menebus kesalahan yang sudah diperbuatnya.
Gagak itu diam di depan Naina, menatap pilu gadis dihadapannya yang masih tersendat-sendat dalam tangis. Di sisi lain Tora bingung, harus bagaimana menjelaskan kondisi seperti ini pada Naina, dan juga takut jika Tuan Minos tidak berkenan jika masalah seperti ini diberitahukan pada orang lain.
“Naina, maafkan aku...” Kepalanya menunduk, menunjukkan rasa bersalah.
Tapi Naina masih enggan mengeluarkan sepatah kata. Lidahnya kelu, napasnya belum stabil, pastinya saat bicara pun akan patah-patah nantinya. Sementara air matanya tetap berjatuhan memenuhi wajah.
“Aku pikir kenangan lama itu sudah tak lagi dipikirkan oleh Tuanku, tidak lagi menggangu pikirannya, dan sudah bisa menerima kejadian itu menjadi bagian dalam dirinya. Tapi ternyata aku salah, kenangan lama itu menjadi luka yang hebat baginya, mengalahkan pahitnya kutukan yang harus dijalani,” ungkap Tora sedikit mulai menjelaskan.
Naina yang semula masih bungkam dan tidak berniat untuk bicara apa-apa, sesaat merasa tertarik dan penasaran setelah mendengar penjelasan Tora. Soal kenangan dan kutukan, apa maksudnya itu?
“Kenangan?” Dahi Naina mengernyit meminta jawaban. “Dan kutukan apa itu?”
Lenggang sejenak, Tora masih bimbang. Ia gamang setengah mati. Takut salah bicara.
“Aku tidak mungkin bisa menjelaskannya.” Akhirnya hanya kalimat itu yang bisa dikeluarkan Tora.
“Kenapa? Apa aku tidak boleh mengetahuinya?” Naina gencar ingin tahu. “Tolong beritahu aku dan jelaskan apa maksud dari semua ini. Aku benar-benar bingung dan tidak tahu. Semua ini memenuhi pikiranku.” Apapun ia katakan untuk mendesak Tora agar mau menjelaskan.
Tora mengangkat pandangannya, menatap sorot kebingungan dan gurat penasaran di wajah gadis itu. “Aku akan bercerita sedikit. Sisanya dengan seiring waktu kau pasti akan tahu sendiri. Pertama-tama, aku ingin mengatakan bahwa mungkin saat ini posisimu akan dipertahankan oleh Tuan Minos. Ada beberapa alasan mengapa Tuan Minos membiarkanmu hidup lebih lama dari wanita-wanita sebelumnya.”
Naina mulai menyimak, sedikitpun tidak ada ketenangan saat mengetahui kebenaran tersebut. Karena tetap saja, dipertahankan olehnya pun rasanya tetap menyakitkan. Seolah masih ada banyak luka dan penderitaan yang menunggu di depan sana.
“Jadi begini...” Tora mulai membuka suara.
***