Jihan yang polos dan baik hati perlu mengumpulkan uang dalam jumlah yang besar untuk membayar tagihan medis ibunya yang sakit parah. Terpaksa oleh situasi, dia menandatangani kontrak pernikahan dengan CEO perusahaan, Shaka. Mereka menjadi suami istri kontrak.
Menghadapi ibu mertua yang tulus dan ramah, Jihan merasa bersalah, sedangkan hubungannya dengan Shaka juga semakin asmara.
Disaat dia bingung harus bagaimana mempertahankan pernikahan palsu ini, mantan pacar yang membuat Shaka terluka tiba-tiba muncul...
Bagaimana kisah perjalanan Jihan selama menjalani pernikahan kontrak tersebut.?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Kecanggungan dan kegugupan berangsur hilang atas sikap ramah kedua orang tua Shaka. Jihan bisa membaur dengan cepat, karna pada dasarnya gadis yang humble dan mudah menempatkan diri dalam situasi apapun.
Hanya kurang dari 1 jam, kedekatan Jihan dan calon mertuanya layaknya orang yang sudah lama saling mengenal.
Sonia bahkan meminta Jihan supaya memanggilnya dengan sebutan Mama. Hal itu mampu menimbulkan desir hangat dalam hati Jihan atas sikap terbuka Sonia pada gadis sederhana sepertinya.
Jihan sampai bertanya-tanya dalam hati, entah wanita mana yang akan beruntung mendapatkan mertua sebaik Sonia.
"Besok Mama jenguk Mama kamu ya." Kata Sonia antusias.
Jihan melirik Shaka. Jihan tidak berani menentukan keputusan, jadi dia membiarkan Shaka menjawab keinginan Mamanya.
Paham dengan arti tatapan Jihan, Shaka lantas buka suara.
"Kita ke rumah sakit sama-sama, setelah aku dan Jihan pulang dari perusahaan." Kata Shaka.
Sonia mengangguk setuju. Tak mungkin juga dia tiba-tiba datang sendiri menemui calon besannya tanpa membawa Jihan. Apalagi Jihan menuturkan kalau dia belum memberitahu orangnya perihal rencana pernikahan itu yang akan di gelar dalam waktu dekat. Jadi Sonia berfikir untuk pergi bersama Jihan dan Shaka saja.
Jarum jam terus berputar. Detik berganti menit. Sudah 2 jam lebih Jihan bertamu di rumah megah itu. Dia berbicara lirih pada Shaka supaya mengantarnya ke rumah sakit karna harus gantian dengan Juna menjaga Mama mereka.
"Aku antar Jihan dulu ke rumah sakit." Pamit Shaka yang langsung beranjak dari duduknya.
"Jihan pamit dulu Mah, Pah. Kasian Juan, sejak pagi sudah menjaga Mama." Ucap Jihan sopan.
Sonia dan Mahesa tersenyum teduh seraya mengangguk kecil.
"Untuk tanggal pernikahan kalian, kita bahas setelah Mama kamu selesai operasi ya. Tunggu sampai beliau pulih dulu." Tutur Sonia.
Jihan termenung, pikirannya berkecambuk, jantungnya berdebar kalau melihat senyum tulus dan binar penuh harap dari sorot mata Sonia.
Tega kah Jihan membohongi wanita sebaik Sonia.? Hatinya pasti akan terluka jika tau bahwa pernikahan putranya sekedar pernikahan kontrak.
Tapi Jihan bisa berbuat apa.? Disini hanya Shaka yang berkuasa dan semua keputusan ada di tangannya.
...******...
Perjalanan dari rumah menuju rumah sakit cukup hening untuk beberapa waktu. Hanya suara lagu yang terdengar lirih, menemani keheningan.
Jihan beberapa kali melirik Shaka yang fokus menyetir. Sampai akhirnya Jihan bertanya untuk menjawab rasa penasaran yang menggelitik hatinya selama masih berada di rumah orang tua Shaka.
"Mama Pak Shaka sangat menginginkan pernikahan, kenapa Pak Shaka tidak menikah sungguhan saja.?" Tanya Jihan sambil menatap wajah pria itu dari samping.
Shaka menoleh, melirik tajam pada Jihan sampai gadis itu kesusahan menelan ludah.
"Pak Shaka jangan salah paham, bukannya saya ingin di nikahi sungguhan." Ucap Jihan cepat. Dia enggan membuat Shaka berfikir kalau dia mengharapkan menjadi Nyonya Shaka tanpa ada kontrak pernikahan.
"Banyak wanita cantik dan kaya di luar sana yang bersedia menjadi istri Pak Shaka, tapi kenapa harus memilih menikah kontrak dan melukai perasaan Mama Pak Shaka.?" Lirih Jihan hati-hati.
Shaka melirik lagi, kali ini dengan tatapan datar.
"Saya nggak suka kamu menanyakan hal yang bersifat pribadi. Lakukan saja tugasmu dengan baik." Ucapnya dingin.
Jihan tidak bicara lagi, gadis itu memilih bungkam dan membuang pandangan ke luar jendela. Sampai mobil yang di kendarai Shaka memasuki basemen rumah sakit, keduanya masih diam tanpa kata.
Shaka mengantar Jihan sampai ke ruang rawat inap orang tua Jihan. Pria berbadan tinggi itu ingin melihat kondisi calon mertuanya sekaligus bertemu dengan Juna, satu-satunya saudara kandung Jihan.
Begitu keduanya masuk ke ruang rawat inap, Juna tampak kebingungan melihat Kakaknya datang bersama seorang pria. Sebenarnya bukan bingung karna itu, tapi bingung melihat pria tersebut memakai pakaian dan barang-barang yang kelihatannya tidak murah. Jelas hanya orang-orang kaya saja yang memakai barang-barang branded dan mahal. Entah orang kaya darimana yang dibawa oleh Kakaknya itu sampai Juna bergegas mendekat pada Jihan.
"Mba Jihan bawa siapa.?" Bisik Juna sangat lirih.
Namun pendengaran Shaka cukup tajam sampai bisa mendengar suara bisikan Juna.
Shaka lantas mengulurkan tangan pada Juna.
"Shaka, calon suami kakakmu." Kata Shaka datar.
Dia sedang memperkenalkan diri pada adik calon istrinya, tapi sikapnya tidak ada ramah-ramahnya.
Juna menerima uluran tangan Shaka seraya menatap sang Kakak meminta penjelasan.
Tidak pernah bercerita memiliki kekasih ataupun teman dekat, tiba-tiba datang membawa calon suami. Juna jelas kaget.
Jihan mengajak Shaka dan Juna duduk di sofa, masih di dalam ruangan itu.
Wanita 25 tahun tersebut terpaksa mengarang cerita di depan adiknya, mengatakan bahwa selama ini dia memiliki hubungan dengan Shaka, namun baru sekarang memutuskan untuk serius.
Juna langsung percaya, pasalnya sang Kakak selalu jujur dan hidupnya lurus-lurus saja.
"Lalu kapan Mas Shaka mau menikahi Mba Jihan.?" Juna yang baru berusia 19 tahun seketika berubah dewasa, meminta kepastian pada pria yang katanya ingin menikahi Kakaknya dalam waktu dekat.
Papa mereka sudah meninggal, itu artinya Juna yang akan menjadi wali sang Kakak. Remaja yang seharusnya fokus kuliah tersebut, kini dibebani dengan tanggungjawab besar. Menjadi wali nikah untuk sang Kakak karna Papa mereka tidak punya kerabat lagi.
"Setelah Mama kalian di operasi dan pulih." Shaka menjawab tanpa ragu. Jihan hanya melirik sekilas.
Hanya 30 menit Shaka berapa di sana, lalu pamit pulang. Jihan mengantar sampai depan dan tidak ada percakapan apapun lagi. Keduanya memang masih asing satu sama lain.
...******...
Pagi itu Shaka bangun pukul 7 pagi. Dia langsung mandi dan bersiap karna harus ke luar kota untuk mengunjungi kantor cabang.
Sambil mengancing kemejanya, pria berbadan tinggi itu menuruni tangga. Dasi dan jasnya masih bertengger di lengan kirinya.
Pria itu pergi ke ruang makan, di sana sudah ada sang Mama yang baru selesai menyiapkan sarapan.
"Sepagi ini sudah siap. Mau kemana.?" Sonia menyodorkan piring kosong di depan putranya. Shaka sudah duduk di depan meja makan, jemarinya begitu mahir memasang dasi.
"Bandung, ada urusan di kantor cabang." Shaka menjawab singkat.
"Papa belum bangun.?" Tanyanya sembari memasukan makanan ke dalam piring.
"Lagi jogging, sebentar lagi juga pulang." Jawab Sonia dan ikut bergabung di meja makan.
Walaupun Mahesa sudah berumur, tapi masih rajin olahraga. Tak heran kalau badannya sehat dan kelihatan segar di usia yang tak lagi muda.
Begitu juga Sonia dan Shaka, keluarga itu memang rajin olahraga.
"Nanti kalau kamu sama Jihan sudah menikah dengan, tinggal disini saja. Biar Mama ada temennya di rumah."
Shaka mengangkat wajah, menatap binar bahagia di wajah sang Mama. Sesenang itu Mamanya akan mendapatkan menantu perempuan.
Perasaan Shaka mulai gelisah. Takut melukai hati wanita yang sudah bertaruh nyawa melahirkannya.
"Nanti dibicarakan lagi, aku buru-buru." Shaka bergegas menyantap sarapannya, dia pamit berangkat setelah makanannya habis.