Berjuang sendirian sejak usia remaja karena memiliki tanggungan, adik perempuan yang ia jaga dan ia rawat sampai dewasa. Ternyata dia bukan merawat seorang adik perempuan seperti apa yang dirinya sangka, ternyata Falerin membesarkan penghianat hidupnya sendiri.
Bahkan suaminya di rebut oleh adik kandungnya sendiri tanpa belas kasihan, berpikir jika Falerin tidak pernah memperdulikan hal itu karena sibuk bekerja. Tapi diam-diam ada orang lain yang membalaskan semua rasa sakit Falerin. Seseorang yang tengah di incar oleh Faldo, paparazi yang bahkan sangat tidak sudi menerima uangnya. Ketika Faldo ingin menemui paparazi itu, seolah dirinya adalah sampah yang tidak pantas di lihat.
Walaupun Falerin terkesan selalu sendiri, tapi dia tidak sadar jika ada seseorang yang diam-diam melindunginya. Berada di saat ia membutuhkan pundak untuk bersandar, tempat untuk menangis, dan rumah yang sesungguhnya. Sampai hidupnya benar-benar usai.
"Biarin gw gantiin posisi suami lo."
Dukungannya ya guys
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Angel_Enhy17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
⋇⋆CHAPTER 15 : KELUARGA SEMPURNA? ⋆⋇
Harka terduduk di sofa, menunggu hujan reda. Tapi bisa saja dia langsung pulang saja kembali ke apartemennya, hanya saja ibu tiri atasannya memintanya berteduh sebentar setidaknya sampai hujan tidak terlalu deras dan angin tidak lagi bertiup terlalu kencang. Ia hanya menuruti sebagai penghormatan saja, bagaimana pun ia tahu posisinya saat ini sebagai apa.
Sampai di mana Shonji turun dari tangga dengan raut wajah datar, tapi ketika ia melihat Harka. Entah kenapa pria itu langsung merasa tenang, ia tidak mengenal siapa Harka yang sebenarnya. Tapi dari bagaimana dia bersikap kepada putrinya, jelas ada sesuatu yang tengah Harka sembunyikan dari dunia ini.
"Jangan canggung begitu, nak. Anggap saja ini adalah rumah mu sendiri, apa semuanya berjalan dengan baik?" Tanyanya sebagai basa-basi di obrolan pertama mereka berdua. Sekali Shonji bertemu dengan Harka, tapi hanya sekitar. Mungkin saja anak itu tengah sibuk dengan pekerjaannya sendiri.
"Semuanya baik-baik saja, pak-"
"Jangan panggil pak, bersikaplah santai kepada ku. Aku bukan atasan mu, aku hanya seorang ayah yang tengah melindungi anak perempuan ku. Aku harusnya berterima kasih kepada mu, maaf jika selama ini putri ku merepotkan dirimu-"
"Tidak pak... Maksud saya, tidak perlu. Lagi pula kami sudah lama mengenal, sikap cerobohnya memang sudah ada sejak sekolah. Anda jangan khawatir,"
"Jadi kamu mengenal Erin sejak sekolah? Itu cukup lama sekali, aku rasa kamu sudah tahu semuanya bukan?" Tanyanya kepada Harka, dan mendadak pria itu diam ketika diberikan pertanyaan semacam itu. Ia hanya mampu tersenyum canggung, sejujurnya Harka juga sudah tahu semuanya dan tanpa celah.
"Sudah aku duga itu, kenapa tidak kamu saja yang menikahi putri ku? Aku tahu sesuatu, jangan berlagak seperti orang bodoh anak muda. Kamu sukses, kamu terkenal, memiliki segalanya, semua orang memuja mu, dan sekarang kamu sepadan dengan putri ku."
Kalimat itu memang cukup membuat Harka merasa terpuji, tapi tidak dengan semua ini. Kenyataan yang ada, Harka masih merasakan tidak bisa sejajar dengan Falerin dengan hal apa pun. Wanita itu sangat menjunjung tinggi harga diri dan martabatnya, jika saja Harka hidup di zaman peperangan dahulu. Mungkin ia tidak akan mendapatkan pujian semacam ini walaupun ia sudah mencoba untuk sejajar.
Shonji mengerti apa yang tengah Harka pikirkan, mungkin ia rasa mereka berdua sama. Ketika Shonji masih mengejar mantan istrinya dahulu, ia berperasaan yang sama. Cinta tidak akan mengimbangi sebuah tahta atau bahkan kalangan tinggi sekali pun, karena hidup ini harus selalu seimbang. Tapi ini adalah masa depan di mana anak muda bisa memilih jalan masing-masing, mau baik atau buruk jalannya nanti anak mereka yang hadapi. Orang tua hanya mampu mendukung dan memberikan mendoakan saja, sisanya biar sang anak yang mengatur.
Ia tahu katar belakang Harka yang sebenarnya, tidak seperti Falerin yang sudah hidup dengan serba kecukupan sejak kecil, Harka terlalu sulit untuk sekedar makan makanan yang layak. Shonji tahu, maka dari itu ia sangat mengapresiasi usaha Harka sampai seperti ini.
"Anak muda, dengarkan aku. Apa yang sudah terjadi, jadikan semua itu sebagai pembelajaran. Jika kamu tidak mampu memilikinya, tanggung jawabmu hanyalah menjaganya dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab itu. Maka perasaan mu akan secara otomatis tersalurkan, apa kamu mengerti nak?" Jelasnya dengan tatapan yang dalam, ia berharap jika Harka mengerti.
Harka terdiam, menunduk dalam. Ia tidak begitu merasakan perjalanan hidup orang lain, tapi cukup ia tahu kesulitan hidupnya dahulu adalah sebuah pembelajaran nantinya. Semoga saja generasinya nanti tidak bernasib sama seperti dirinya.
"Saya akan lakukan, melakukan amanah anda dengan baik."
Shonji tersenyum, ia pikir setidaknya ia mempercayai satu orang saja di dalam hidupnya untuk menjaga putri kesayangannya. Mungkin di saat putrinya sudah jelas bahagia di depan matanya, barulah ia akan merasa tenang dan bebas.
"Terimakasih... Terimakasih banyak atas apa yang sudah kamu lakukan, aku akan terus mengingat semua ini. Semoga kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan... " Harka tersenyum tipis dan mengangguk singkat.
"Tidak masalah... "
...♡♡♡...
"Apa ibu boleh masuk, nak?"
Falerin menoleh ke arah pintu, ternyata ibu tirinya. Dia membawa makanan di tangannya karena anaknya belum makan malam saat ini, atau dia memang belum seharian? Melihat badan anak perempuannya terlihat kurus tidak berisi membuatnya sedih, ia tidak memiliki seorang putri. Tapi dahulu ia pernah menjadi seorang ibu, walaupun ia gagal melakukannya.
"Silahkan, ibu jangan meminta izin... "
Amri masuk ke dalam kamar Falerin, ia mengingat betul bagaimana suaminya begitu rusuh saat membuatkan kamar khusus untuk putri kesayangannya. Berharap jika anaknya akan menyukai hasil kerja kerasnya, dan tinggal lebih lama di rumah mereka berdua tanpa ada keluhan apa pun.
Di sana wanita itu duduk di sisi ranjang putrinya, melihat bagaimana perasaan tertekan itu terlihat. Sebagai seorang perempuan ia memahami situasi ini, ada kalanya ia juga bertengkar dengan Shonji hanya karena masalah sepele. Tapi pada akhirnya suaminya memilih mengalah dan meminta maaf terlebih dahulu, merasa memang salahnya.
"Ada kalanya kita ada masalah dengan suami, itu sebuah hal yang wajar. Tapi dengan cara berlari tidak akan menyelesaikannya, keputusan mu ingin bersamanya. Berarti kamu masih mau melihatnya bukan?"
Falerin seketika terdiam, ia menatap ke arah ibu tirinya dengan tatapan yang mungkin hanya perempuan yang paham semua ini. Falerin tidak terlalu paham dengan semua ini, karena dirinya sendiri juga tidak memahami situasi ini. Hatinya benar-benar di kuasai oleh rasa sakitnya sendiri.
"Falerin, kamu sudah dewasa nak. Kamu pasti tahu yang mana yang paling terbaik, termasuk pasangan hidup. Jika memang sudah tidak bisa, jangan di paksakan ya? Ibu dan ayah juga tidak mau kalau kamu sakit nantinya, orang tua mana yang mau anaknya menderita? Tidak ada bukan?"
"Tidak ada ya... " Amri seketika langsung paham dengan yang di maksud, ia pun berusaha mengalihkan topik itu dengan makanan yang dirinya bawa saat ini.
"Sudah, lupakan saja. Ini makanan kesukaan mu, ayah mu bilang kamu suka tumis jamur kancing. Jadi ibu buatkan untuk mu, di makan ya?" Amri pun beranjak dari kamar Falerin, dan membiarkan putrinya itu sendiri.