Alea baru mengetahui dirinya hamil saat suaminya telah pergi meninggalkannya. Hal itu di sebabkan karena sang suami yang kecewa terhadap sikapnya yang tak pernah bisa menghargai sang suami.
Beberapa bulan kemudian, mereka kembali bertemu. Suami Alea kini menjadi seorang CEO tampan dan sukses, suaminya secara tiba-tiba menemuinya dan akan mengambil anak yang baru saja dia lahirkan semalam.
"Kau telah menyembunyikan kehamilanmu, dan sekarang aku datang kembali untuk mengambil hak asuh anakku darimu,"
"Jangan hiks ... aku ... aku akan melakukan apapun, tapi jangan ambil putriku!"
Bagaimana selanjutnya? apakah Ady yang merupakan suami dari Alea akan mengembalikan putrinya pada ibu kandungnya? ataukah Ady akan mengambil putri Alea yang baru saja dia lahirkan semalam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 8: kontrakan baru
"Sekarang kita tinggal dimana kak?" tanya Edgar sambil menyeret koper.
Setelah mereka diusir, sekarang mereka masih mencari rumah. Alea pun bingung harus kemana, dia juga masih memikirkan sang adik yang bersekolah.
"Kakak belum tahu, Kita gadaikan dulu sertifikat tanah kakak, setelah itu kita baru cari kontrakan," ujar Alea.
"Kenapa gak berlian kakak aja? kan kalau itu di jual kita nyewa rumah dan buka usaha, kalau tanah paling juga hanya sanggup untuk menyewa rumah beberapa bulan ke depan," saran Edgar.
Alea menghentikan langkahnya, dia menatap sang adik dengan tatapan bingung. Setelahnya dia menatap jari jemarinya yang tersemat cincin pernikahannya.
"Tapi kakak masih perlu bertanya pada mas Putra tentang cincin ini dek," ujar Alea.
"Cincin itu sudah hak milik kakak, mungkin dengan adanya cincin itu kita bisa merubah hidup kita kak," ujar Edgar.
Alea pun akhirnya setuju, dia dan Edgar menaiki taksi untuk berangkat ke toko berlian. Alea akan menjual berliannya disana walau nanti harganya akan sedikit turun karena tidak memiliki sertifikat.
Sesampainya di sana, Alea dan Edgar turun. Sementara taksi pun menunggu mereka kembali. Alea segera memasuki toko tersebut dan mendekat menuju karyawan toko.
"Mbak, saya mau menjual cincin ini." ujar Alea sambil menyerahkan cincinnya.
Karyawan toko itu mengangguk, dia membawa cincin Alea sedangkan Alea menunggu sembari mengetuk jarinya.
Tak lama karyawan toko itu kembali, dia membuat surat pernyataan harga dan memperlihatkannya ke Alea.
"Karena tidak ada suratnya, kami hanya berani bayar segini mbak," ujarnya.
Alea melihat tulisan yang tertera, seratus lima puluh juta rupiah. Itu sudah lebih dari cukup menurutnya, Alea pun mengangguk dan karyawan itu menyerahkan sejumlah uang.
Edgar, dia hanya menunggu sang kakak di luar toko. Setelah Alea keluar, Edgar pun mendekati kakaknya itu.
"Bagaimana?" tanya Edgar.
"Lumayan, kita bisa mencari rumah sewa dan juga membangun usaha," ujar Alea dan tersenyum.
Edgar tersenyum bahagia, dia membuka pintu mobil. Edgar pun masuk lebih duku setelah itu baru Alea, mereka berkeliling mencari rumah Sewa.
Netra mereka pun terus mencari, dan akhirnya mereka menemukan tulisan rumah 2 tingkat di kontrakkan beserta sebuah kios kecil di bawahnya.
"Pak tolong berhenti disana yah," pinta Alea.
"Baik bu," sahutnya.
Alea dan Edgar pun turun, mereka mendekati bangunan itu untuk sekedar melihat. Kegiatan mereka terlihat oleh seorang ibu-ibu yang sepertinya tetangga rumah kontrakan itu.
"Maaf bu, mau apa yah?" tanya ibu tersebut.
Alea dan Edgar terkejut, merek menoleh dan tersenyum sopan menatap ibu tersebut.
"Maaf bu mau tanya, pemilik kontrakan ini dimana yah?" tanya Alea.
"Oh itu punya saya bu, apa ibu mau ngontrak disini?" ujarnya dan bertanya maksud Alea.
"Eh iya bu, tapi mau tanya dulu perbulannya berapa," tutur Alea dengan sopan.
Ibu tersebut tak menjawab, dia malah merangkul Alea untuk memasuki rumah itu. Alea yang terkejut kun hanya bisa mengikuti, Edgar pun mengikuti mereka dari belakang.
"Liat deh bu, ini bisa di jadikan tempat usaha. Dan diatas untuk rumah, terdapat dua kamar loh," seru ibu tersebut.
"Maaf bu, tadi kalau boleh saya tahu harganya berapa yah?" bingung Alea.
"Untuk harga, kamu mampunya berapa?" tanya ibu tersebut dengan lembut.
Alea menatap Edgar, kemudian dia kembali menatap ibu tersebut.
"Untuk saat ini saya hanya mampu tiga juta sebulan bu, kalau nanti saya punya pendapatan lebih ... saya bisa menaikkan harganya jika ibu berkenan," ujar Alea.
Ibu tersebut tersenyum, dia mengelus lengan Alea yang tengah menatapnya ragu.
"Gak usah khawatir, bayar berapa pun sesanggup kamu. Entah kenapa saat lihat kamu, ibu seperti lihat anak kandung ibu yang sudah tiada. Untuk itu ibu langsung sreg saat kamu mau mengontrak rumah ini," terangnya.
"Makasih bu, kalau begitu kami akan mengontrak disini bu ..." ujar Alea.
"Panggil aja saya teteh Maya. Oh iya hamil berapa bulan? kok suaminya gak ikut bantu cari kontrakan?" tanya Maya.
Alea seketika terdiam, dia bingung harus menjawab apa. Mau mengatakan telah bercerai, tetapi tak ada keputusan apapun dari dua belah pihak. Mau di katakan masih suami istri tapi entah suaminya kemana.
"Maaf, apa kamu hamil ...,"
"Oh nggak bu, saya hamil saat setelah menikah kok. Sayangnya suami saya bekerja di luar kota, jadinya gak bisa menemani saya. Dan ini adik saya, dia juga akan tinggal disini," sela Alea.
Maya mengangguk kaku, dirinya kira Alea hamil di luar nikah. "Yasudah, tadi kalian kesini naik taksi kan? ambil barang kalian, aku akan membereskan sedikit rumah ini," ujar Maya dan meninggalkan mereka berdua.
"Kak, aku akan mengambil koper kita. Disana ada kursi, kakak duduk duku disana. Kaki kakak bengkak tuh," ujar Edgar dan melirik kaki sang kakak.
Alea menunduk, iya memang benar kakinya terlihat bengkak. Semenjak hamil jika dirinya sering berjalan maka kakinya akan sering bengkak, dia pun berjalan menuju bangku yang berada di sudut ruangan dan duduk disana sambil memijat kakinya.
Tak lama Edgar kembali dengan koper yang dirinya seret, dia mendekati sang kakak yang tengah memijat kakinya.
"Sudah semua?" tanya Alea.
"Iya, aku akan membantu bu Maya. Kakak duduk disini aja yah," ujar Edgar.
Alea mengangguk, dia sangat lelah. Dirinya pun menghela nafasnya dan mengelus perut buncitnya, dirinya bersyukur telah mendapatkan rumah setelah dia diusir.
"Silahkan keatas nak, sudah ibu bereskan. Disana juga sudah ada kasur dan lemari, walau kecil setidaknya untuk sementara sebelum kalian membeli barang baru kan?" ucap Maya yang baru turun.
Alea mengangguk. "Terima kasih banyak teh atas bantuannya," tulus Alea.
"Iya, anggap aja kita keluarga. Oh iya kandungan kamu jalan berapa bulan?" tanya Maya.
"Empat jalan lima bulan teh," jawab Alea.
Maya mengangguk, netranya melihat Edgar yang menyapu lantai. Dia pun segera menyusul remaja itu agar menghentikan kegiatan Edgar menyapu.
"Tidak usah menyapu, lebih baik kamu ke atas bareng kaka kamu istirahat. Nanti ada pembantu teteh yang bereskan bawah, kalian pasti capek," ujar Maya dan merebut sapu itu dari tangan Edgar.
"Gak usah bu, Ed hanya sapu sedikit kok," ujar Edgar.
"Gak usah, biar teteh aja. Udah, kamu ajak kakak kamu istirahat. Sekalian pijetin kakinya, kasihan bengkak begitu," ujar Maya.
Edgar mengangguk pasrah, dia mengajak Alea dan mereka pun ke atas dengan koper yang Edgar bawa.
Alea melihat rumah yang akan menjadi tempat tinggalnya, jika di bawah tadi hanya rungan kosong untuk membuka usaha. Beda dengan di lantai dua ini, tampak bukan seperti ruangan kosong. Disini masih tersedia bangku walau bangku rotan dan meja.
"Koper kakak aku taruh di kamar yang mana?" tanya Edgar.
"ehm ... kamar sebelah kiri aja, kamu kan suka kalau kamar ada balkonnya." terang Alea sambil menuju kamar yang berada di sebelah kiri.
Edgar mengangguk, dia menyeret koper Alea ke kamar tersebut. Sementara Alea, wanita itu terdiam dengan pikirannya. Sedari tadi tangannya masih sibuk mengelus perutnya yang mulai membuncit.