Tak pernah terpikirkan sebelumnya jika Aruna harus menikah setelah kehilangan calon suaminya 1 tahun yang lalu. Ia dengan terpaksa menyetujui lamaran dari seorang pria yang ternyata sudah beristri. Entah apapun alasannya, bukan hanya Aruna, namun Aryan sendiri tak menerima akan perjodohan ini. Meski demikian, pernikahan tetap digelar atas restu orang tua kedua pihak dan Istri pertama Aryan.
Akankah pernikahan tanpa cinta itu bertahan lama? Dan alasan apa yang membuat Aruna harus terjebak menjadi Istri kedua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trilia Igriss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16. Bicara berdua.
"Mas... nanti siang aku mau kumpul sama Laras dan yang lain. Kemungkinan aku pulangnya sore. Terus mau ke apotik dulu." Papar Gita yang menjelaskan aktifitasnya siang nanti. Ia masih fokus bergelut dengan alat masak, sementara Aryan duduk ditemani secangkir kopi di meja makan.
"Ke apotik beli apa? Kamu sakit?" Tanya Aryan memastikan.
"Enggak Mas. Aku mau beli vitamin aja." Mendengar jawaban Gita tersebut, seketika Aryan terdiam membisu. Mengapa Ia menjadi bimbang? Waktu bersama Aruna hanya tinggal menghitung minggu saja. Jika sampai Aruna tak hamil juga, Ia harus menceraikannya dan kembali fokus pada Gita yang sampai saat ini masih berusaha mati-matian untuk mengandung anaknya. Perlahan Aryan beranjak dari duduknya, lalu memeluk Gita dari belakang.
"Sayang.. maafin aku ya! Gara-gara Ibu, kamu harus--"
"Mas... mau makan sekarang? Ini nasi gorengnya sudah matang. Terus, jangan seenaknya tinggalin Aruna sendirian Mas. Apa lagi kalau sudah malam. Kasihan dia." Cepat-cepat Gita menyela dan memberi nasehat yang tak bisa Aryan terima.
"Kalau aku suruh kamu nikah lagi? Kamu mau?" Secara tiba-tiba, Aryan mengatakan pertanyaan yang membuat Gita lebih terkejut. Akhirnya Ia berbalik dan meraih pipi Aryan dengan lembut.
"Mas... selama aku bisa menjalankan tugas sebagai istri kamu, aku gak akan pernah berpaling. Justru, aku yang merasa gagal jadi istri kamu Mas. Maaf."
"Enggak sayang. Kamu sudah sempurna. Hanya Ibu saja yang egois."
"Wajar kalau Ibu ingin punya cucu Mas. Orang-orang yang ada di sekeliling Ibu, semuanya sudah menimang cucu. Tidak heran kalau Ibu mengharapkan itu dari kamu, meski pada akhirnya aku harus ikhlas berbagi."
"Sudah mau 3 bulan. Kamu tahu kan perjanjian aku dengan Ibu?" Menanggapi pertanyaan kali ini, Gita mengangguk pelan seraya menunduk membayangkan bagaimana hidup Aruna kedepannya. Ia dijadikan alat untuk membuat anak, dan setelah gagal, Ia dibuang begitu saja.
"Besok, aku mau ke rumah kamu sama Aruna Mas. Boleh ya? Aku mau ketemu aja. Gak akan ada apa-apa kok." Bujuknya meminta sebuah izin. Dengan masih ragu, Aryan mengangguk mengiyakan permintaan Gita yang terlihat begitu menginginkan pertemuan dengan Aruna. Ia harus percaya jika Gita tak akan bertindak macam-macam pada Aruna yang akan memancing amarah Ibunya.
...----------------...
"Alice sayang.... Tante di sini. Sekarang Alice makan ya! Tante suapi." Sesuai janjinya semalam, Aruna dijemput oleh supir pribadi Rahayu untuk datang ke rumahnya. Ia sudah menyerah membujuk cucu kesayangannya untuk sekedar makan karena dari kemarin, sejak Adnan pergi bekerja, Alive tak ingin makan apapun.
"Tante janji jangan pergi ya!"
"Iya sayang. Tante di sini dulu. Temani kamu makan." Dengan usahanya, Alice dapat luluh juga. Rahayu terlihat menghela nafas lega melihat cucunya mulai melahap makanan yang Aruna sajikan. Sungguh wanita muda ini sangat memiliki jiwa keibuan dan bisa meluluhkan hati Alice meski baru beberapa kali bertemu. Ia sendiri belum tahu keluarganya seperti apa, namun perasaannya mengatakan jika Aruna tumbuh dari keluarga yang sangat baik. Tapi, entah perasaan apa, Ia merasa akan sangat gagal jika meminta Aruna menjadi Ibu tiri Alice saat ini.
"Nak..."
"Iya Bu?" Sahutnya mendengar panggilan Rahayu tersebut.
"Kamu.... emm"
"Kenapa Bu?" Ulangnya mulai penasaran. Apa yang ingin Rahayu tanyakan padanya? Mengapa terlihat begitu gugup.
"Nanti saja. Sekarang waktunya belum tepat." Ujar Rahayu malah membuat Aruna semakin penasaran. Ia hanya mengangguk tak berani memprotes.
"Oh iya Bu? Mas Adnan belum pulang?" Tanya Aruna kemudian.
"Belum. Kemarin dia berangkat malam, harusnya pagi juga sudah pulang."
"Oh begitu ya?" Dan entah kenapa, melihat raut wajah Aruna yang sedikit kecewa akan ketidakhadiran Adnan di sana, berhasil membuat Rahayu tersenyum. Akankah Aruna memiliki perasaan pada putranya?
...----------------...
Waktu sudah melewati tengah hari, Aruna berpamitan pulang setelah Adnan kembali ke rumah. Ia tak ingin berlama-lama ada di sana karena status Adnan yang merupakan seorang duda. Ia terlalu takut jika keberadaannya di sana hanya akan mengundang gosip dan berita yang tak sesuai fakta. Aruna meminta kepada supir untuk menurunkannya di suatu cafe karena perutnya terasa lapar.
Tanpa Ia sadari, sekelompok wanita-wanita yang tengah menggibah itu adalah teman-teman dari Gita. Namun, Gita sendiri tak ada di sana, hanya ada tasnya saja di atas kursi. Ajeng yang melihat Aruna melewatinya hanya tersenyum kala pandangan mereka beradu.
"Siapa sih? Kamu kenal?" Tanya Laras sedikit berbisik. Sontak Ajeng hanya menggeleng karena Ia sendiri tak mengenali siapa wanita yang bertukar senyum dengannya.
"Ihh kirain kenal." Protes Maya yang sama-sama menyimak.
"Gita mana sih? Lama banget ke toiletnya." Ucap Ajeng ketika menyadari Gita yang tak kunjung datang.
"Iya. Bukannya kita mau langsung ke mall? Mungpung masih siang. Suami aku suka marah kalau aku pulang terlalu sore." Sambung Laras. Tak lama, Gita terlihat berjalan cepat dan kembali bergabung dengan mereka.
"Maaf ya lama. Tadi ada masalah sedikit." Ujar Gita dengan mudah dimaafkan oleh ketiga temannya itu.
"Silahkan kak." Terdengar seorang pelayan menyajikan pesanan dari konsumen yang tak jauh dari meja mereka. Dan saat itu juga, Gita menyadari jika wanita itu adalah Aruna.
"Git! Ayo. Katanya mau ke mall." Ujar Ajeng yang tak tahu sudah berapa kali memanggilnya.
"Kamu lihatin siapa sih?" Sontak Maya ikut menoleh setelah menanyakan hal tersebut.
"Kalian duluan aja. Kayaknya aku gak ikut deh. Ada urusan mendadak. Terus pulangnya mau ke apotik." Meski terdengar ragu, namun 3 orang itu tak bisa protes. Merek tahu jika Gita sudah mengambil keputusan, maka tak kan ada yang bisa membujuknya kecuali Aryan. Ketiganya pergi lebih dulu, dan Gita beralih duduk tepat di depan Aruna yang tengah menyantap makanannya. Tiba-tiba, Aruna tersedak saat melihat wajah siapa yang menghampirinya.
"Mbak?" Pekiknya ditanggapi senyuman manis oleh Gita.
"Aku ngagetin kamu ya?" Gita beralih bertanya melihat Aruna yang terus terbatuk.
"I-iya. Mbak tiba-tiba ada di sini." Jawabnya memaksa senyum. Meski Gita tahu jika saat ini Aruna tak ingin tersenyum sama sekali.
"Kamu apa kabar, Aruna?" Jawabnya setelah memastikan Aruna sudah baik-baik saja.
"Saya baik, mbak. Mbak sendiri?"
"Saya masih tak baik, Aruna." Mendengar jawaban Gita ini, Aruna menunduk seketika. Rasa sesal dan penuh rasa bersalah mulai memenuhi benaknya. Kesalahannya ini tak bisa diwakilkan dengan kata maaf saja.
"Kalau saya boleh memilih, saya juga tidak mau terjebak diantara Mbak Gita dan Mas Aryan. Saya masih ingin sendiri, Mbak." Tuturnya memberanikan diri mendongak dan membalas tatapan Gita. Kali ini giliran Gita yang terkejut saat mendapati kedua mata Aruna terlihat berkaca-kaca. Ucapannya memang tak main-main. Aruna serius mengatakan jika Ia tak ingin menikah dengan Aryan.
"Apa pernikahan ini buat kamu jadi tertekan?" Tanya Gita entah kenapa membuat Aruna terdiam seketika. Bohong jika Ia menjawab bahagia. Bahagia di bagian mananya lembaran pernikahan yang Ia jalani ini? "Maaf Aruna... itu semua karena permintaanku. Dan untuk calon, aku serahkan pada Ibu, asal bisa melayani Mas Aryan dengan baik." Imbuh Gita ketika tak mendapati jawaban dari Aruna.
"Kenapa Mbak minta Mas Aryan nikah lagi? Dan kenapa Ibu pilih saya untuk jadi menantu keduanya?" Mungkin ini pertanyaan yang tak masuk akal yang diucapkan Aruna pada istri pertama suaminya.
"Aku belum bisa kasih Mas Aryna anak, Na. Sementara Ibu sudah mau gendong cucu. Ya jalan keluar satu-satunya cuma pernikahan kedua Mas Aryan. Aku harap, dari maduku, Mas Aryan bisa memiliki keturunan untuk mewarisi apa yang seharusnya Mas Aryan miliki." Penuturan Gita ini tentu mengundang penasaran Aruna. Sekaligus Ia ingin tahu apa inti tujuan Ibu mertuanya menikahkan dua orang yang tak saling mencinta.
"Kamu tahu Om Damar, kan? Yang waktu itu ngundang kita di acara keluarga besar?" Setelah berpikir sejenak, Aruna mengangguk menanggapi pertanyaan Gita. "Kan harta Kakeknya Mas Aryan kasih perusahaan itu ke Om Damar sebagai anaknya yang masih hidup, sementara Om Damar gak punya anak kandung. Dia punya anak tiri aja. Sedangkan pewaris yang sah itu keturunan asli Kakek. Harapan satu-satunya sekarang itu hanya Mas Aryan. Kalau Mas Aryan punya anak, baik itu perempuan atau laki-laki, perusahaan itu akan turun ke Mas Aryan sepenuhnya." Imbuh Gita menjelaskan hal yang Ia tahu saja. Entah kenapa, mengobrol dengan Gita terasa begitu nyaman dan sosok di depannya ini begitu terbuka. Padahal bisa saja mereka bermusuhan karena suami mereka sama. Dan apa sebenarnya Gita membencinya? Mengapa setiap kalimat dan sorot matanya tak memperlihatkan kebencian sama sekali?
...-bersambung...
gimana ya thor aruna dg Adnan
biar nangis darah suami pecundang
masak dak berani lawan
dan aku lebih S7, Aruna dg Adnan drpd dg suami pecundang, suami banci
drpd mkn ati dg Aryan, sbg istri ke 2 pula
berlipat lipat ,
memikiran gk masuk akal sehat..