Seorang pendekar muda bernama Panji Rawit menggegerkan dunia persilatan dengan kemunculannya. Dia langsung menjadi buronan para pendekar setelah membunuh salah seorang dedengkot dunia persilatan yang bernama Mpu Layang, pimpinan Padepokan Pandan Alas.
Perbuatan Panji Rawit ini sontak memicu terjadinya kemarahan para pendekar yang membuatnya menjadi buronan para pendekar baik dari golongan putih ataupun hitam. Sedangkan alasan Panji Rawit membunuh Mpu Layang adalah karena tokoh besar dunia persilatan itu telah menghabisi nyawa orang tua angkat nya yang memiliki sebilah keris pusaka. Ada rahasia besar di balik keris pusaka ini.
Dalam kejaran para pendekar golongan hitam maupun putih, Panji Rawit bertemu dengan beberapa wanita yang selanjutnya akan mengikuti nya. Berhasilkah Panji Rawit mengungkap rahasia keris pusaka itu? Dan apa sebenarnya tujuan para perempuan cantik itu bersedia mengikuti Panji Rawit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Separuh Kitab Ajian Waringin Sungsang
Ki Gandra langsung bergegas menemui Sepasang Burung Tua di tempat tinggalnya. Dua sesepuh Padepokan Pandan Alas ini memang tinggal di tempat yang berjarak cukup jauh dari Padepokan Pandan Alas, karena memerlukan waktu sepenanak nasi. Selain tempatnya yang terpencil di kaki Pegunungan Kapur Utara, jalan menuju kesana hanya bisa dengan berjalan kaki saking sempitnya jalan yang mesti di lewati. Ditemani oleh dua murid nya, Ki Gandra dengan penuh semangat bergegas menuju tempat itu.
Seorang lelaki sepuh dengan wajah penuh kerutan dan jambang yang memutih karena telah tertutup uban seluruhnya nampak asyik memberi makan burung perkutut peliharaannya di dalam kandang. Meskipun sudah berusia hampir dasawarsa, tetapi mata kakek tua ini masih jernih dan pendengaran nya masih sangat jelas.Namun sayangnya, ada sebuah luka yang membekas panjang di wajah lelaki itu dari dahi hingga ke pipinya, membuat alis kirinya hilang sebagian dan mata kiri nya ditutup dengan penutup mata yang terbuat dari kulit lembu. Dari ekor mata kanannya, kakek tua ini melihat kedatangan Ki Gandra dan kedua muridnya memasuki gapura tempat tinggalnya alan tetapi kakek tua ini nampak acuh tak acuh seolah-olah dia tidak melihat sama sekali.
Nama kakek tua ini adalah Mpu Sedah atau dunia persilatan Tanah Jawadwipa mengenalnya sebagai Si Rajawali Bermata Satu. Julukan ini jelas-jelas bukan sembarangan karena ia adalah pendekar sepuh yang memiliki kemampuan tinggi diatas Mpu Layang. Bersama dengan Nini Ciptarasa atau mada muda nya di kenal dengan nama Nyai Parwati, Mpu Sedah mendapat julukan sebagai Sepanjang Burung Tua dari Padepokan Pandan Alas.
"Sembah hormat kami Sesepuh.. ", ucap Ki Gandra sambil menghormat pada Mpu Sedah bersama dengan para muridnya begitu mereka sampai di dekat Mpu Sedah.
Hemmmmmmmmmmm...
"Mau apa kau kemari, Gandra? Tidak biasanya kau jika tidak ada sesuatu yang penting", tanya Mpu Sedah segera.
" Ada berita penting yang perlu sesepuh ketahui segera. Pimpinan Padepokan Pandan Alas, Kakang Mpu Layang dan putranya Sasongko telah dibunuh", jawaban Ki Gandra langsung membuat Mpu Sedah terkejut bukan main.
"Si Keponakan Durhaka itu di bunuh? Siapa pelakunya? Bagaimana ceritanya? ", beruntun pertanyaan Mpu Sedah saking penasarannya. Ki Gandra menghormat pada lelaki tua itu sebelum mulai menceritakan apa yang dilaporkan oleh murid Padepokan Pandan Alas yang kembali dari Perguruan Pedang Perak. Termasuk saat Panji Rawit dan Pramodawardhani yang dibawa lari orang dari pertarungan melawan Empat Berewok dari Lembah Trenggiling yang dilaporkan oleh mata-mata perguruan di warung makan.
Rona muka Mpu Sedah berubah-ubah sesuai dengan cerita Ki Gandra. Lelaki tua itu benar-benar ingin tahu apa yang sebenarnya telah terjadi. Terakhir kali, ia terdiam mendengar berita tentang ada orang yang membawa pembunuh Mpu Layang dan Sasongko menghilang dari hadapan orang banyak.
"Jadi ada orang berilmu tinggi yang membawa kabur Panji Rawit saat bertarung dengan Empat Berewok dari Lembah Trenggiling? ", tanya Mpu Sedah yang di sambut anggukan kepala oleh Ki Gandra.
" Setahuku, tak banyak pendekar yang bisa melakukan hal ini. Hanya tokoh-tokoh besar seperti Dewa Pendeta Bersayap Angin ataupun Si Pendekar Bukit Belalang saja yang mampu berlari cepat ataupun terbang di angkasa.
Jika benar mereka yang berada di belakang pendekar muda itu maka akan sangat sulit sekali untuk menuntut balas atas kematian Layang dan anaknya", lanjut Mpu Sedah sembari menghela nafas berat.
"Tapi yang kami takutkan adalah pendekar muda itu menyatroni Padepokan Pandan Alas, Sesepuh..
Sebab ia bertekad untuk membalas dendam pada siapapun yang terlibat dalam pembantaian keluarga Mpu Ranudaksa dari Wanua Jonggring. Jujur saja, jika kemampuan Kakang Mpu Layang yang diatas kemampuan ku saja masih bisa dia bunuh, lantas apa kami hanya bisa berpasrah diri saat dia datang membantai kami? ", ungkap Ki Gandra melepaskan unek-unek dalam hatinya.
" Ini semua karena kesombongan Si Layang yang ingin pamer kemampuan pada orang itu. Aku malah khawatir sebenarnya Padepokan Pandan Alas diperalat oleh kepentingan orang itu yang ingin memberontak terhadap kekuasaan Gusti Prabu Mpu Sindok di Kotaraja Tamwlang.
Haehhhh kalau aku tidak terikat pada sumpah janji ku pada leluhur Padepokan Pandan Alas, aku tidak sudi terlibat dalam hal ini. Gandra, pulanglah dulu ke perguruan. Aku akan berkemas lebih dulu bersama dengan Nini Ciptarasa untuk selanjutnya akan tinggal di Padepokan Pandan Alas", mendengar penuturan Mpu Sedah, Ki Gandra menghela nafas lega seolah-olah beban di hatinya telah menguap entah kemana. Segera ia menghormat pada Mpu Sedah sesaat sebelum pergi meninggalkan tempat itu untuk kembali ke Padepokan Pandan Alas.
Mpu Sedah menghela nafas panjang setelah mereka menghilang di tikungan bukit.
"Aku harap keputusan ku untuk kembali ke Padepokan Pandan Alas adalah keputusan yang benar.. "
*****
Hiyyyaaaaaaaaaaaaaattttt....
Bllaaaaaamm bllaaaaaamm bllaaaaaamm!!!
Tiga ledakan dahsyat beruntun terdengar menggoncang seisi hutan di utara Gunung Lawu. Burung-burung beterbangan ketakutan menjauhi tempat itu. Begitu juga dengan beberapa hewan liar yang ada di sekitar tempat ledakan seperti monyet, lutung, rusa dan lainnya, masing-masing kabur ke segala arah saking takutnya.
Panji Rawit menghela nafas panjang lalu menyeka keringat yang bercucuran dari dahinya. Pramodawardhani dengan cepat membawa sapu tangan dan menyeka keringat yang membasahi wajah tampan Panji Rawit. Di sisi lainnya, Maharesi Girinata tersenyum puas melihat kemajuan yang dicapai oleh muridnya itu.
Hampir tiga purnama terakhir ini, Panji Rawit berlatih keras di bawah didikan Maharesi Girinata atau si Dewa Pendeta Bersayap Angin itu. Ia sudah berhasil meleburkan Mustika Naga Api dan menyerap nya hingga memiliki tenaga dalam api yang sangat tinggi.
Selain itu, Panji Rawit ditingkatkan kemampuan beladiri nya semisal dengan menyempurnakan Ajian Langkah Dewa Angin hingga ia mampu bergerak seperti terbang di udara. Selain itu, Maharesi Girinata juga menurunkan beberapa ajian pamungkas seperti Ajian Tameng Waja yang bisa melindungi tubuhnya dari segala jenis ilmu kanuragan dan senjata tajam.
Untuk melengkapi kesaktian Panji Rawit, Maharesi Girinata juga menurunkan Ajian Guntur Saketi yang membuatnya mampu menciptakan petir yang bisa digunakan untuk membinasakan musuh nya hingga musuh yang terkena Ajian Guntur Saketi akan binasa dengan tubuh hangus seperti baru disambar petir.
Di samping mendapatkan pengajaran ajian kanuragan pada siang hari, Maharesi Girinata juga mengajari Panji Rawit ilmu kebatinan tingkat tinggi yang bernama Ajian Soca Jawata pada malam hari. Ajian ini mampu membuat pengguna nya melihat wujud asli makhluk halus, siluman ataupun genderuwo dan sejenisnya sekaligus bisa melihat sejelas siang hari saat malam tiba. Awalnya, Panji Rawit merasa kesulitan untuk mengamalkan ilmu ini, akan tetapi dengan kerja kerasnya selama hampir tiga purnama ini, pemuda tampan itu akhirnya berhasil juga.
Hari ini, Panji Rawit memang di latih Maharesi Girinata untuk menjajal Ajian Guntur Saketi di hutan tak jauh dari tempat pertapaan resi tua itu. Dan hasilnya sungguh sangat memuaskan.
"Kau benar benar hebat Rawit uhuukkk uhhuukkk..
Hanya dalam waktu tiga purnama kau berhasil menguasai semua ilmu ku. Aku benar-benar tidak salah menilai mu.. ", Maharesi Girinata batuk-batuk kecil lagi setelah berbicara. Memang terlihat dalam satu purnama ini lelaki tua ini terus-menerus batuk-batuk. Meskipun Panji Rawit memintanya untuk lebih banyak beristirahat, akan tetapi dia tidak mau mendengar malah semakin keras menurunkan ilmu nya pada sang pendekar muda.
"Ini semua karena didikan dari guru. Tanpa bimbingan dan bantuan guru, saya tidak mungkin bisa menguasai banyak ilmu kesaktian dalam waktu sesingkat ini", balas Panji Rawit dengan penuh hormat.
" Kau terlalu rendah hati, Rawit .. Aku suka dengan sikap mu ini. Tetaplah seperti itu jika nanti memasuki dunia persilatan uhuk uhukkk...
Pramodawardhani, sejauh mana Kitab Pedang Bulan Emas kau pelajari? ", Maharesi Girinata mengalihkan perhatiannya pada gadis cantik di samping Panji Rawit.
" Masih di tingkat 6, Guru. Saya kesulitan mengerti isi bagian ketujuh. Mungkin karena saya terlalu bodoh.. ", Pramodawardhani menggaruk kepalanya yang tiba-tiba terasa gatal.
" Itu sudah termasuk bagus. Jangan tergesa-gesa untuk naik tingkat ke tahap ketujuh. Pahami dulu bagian dasar hingga bagian keenam. Jika kau jeli melihat petunjuk-petunjuk di dalam setiap bagian, kau akan mudah menguasai bagian ketujuh Kitab Pedang Bulan Emas.
Panji Rawit, ulurkan tangan mu.. ", mendengar perintah dari Maharesi Girinata, Panji Rawit dengan patuh melakukannya. Maharesi Girinata segera merogoh balik bajunya dan memberikan untaian daun lontar pada Panji Rawit.
Sembari menghela nafas berat Maharesi Girinata langsung berkata,
"Ini adalah hal terakhir yang bisa aku berikan pada mu sebagai bekal untuk menjadi pendekar pilih tanding di dunia persilatan,
Separuh Kitab Ajian Waringin Sungsang.. "
eh lha kok justru nyawa mereka sendiri yang tercabut 😆
modyar dengan express dan success 😀
bisa membuat tanah terbelah...keren! 👍
Ajian Malih Butha tak ada gregetnya di hadapan Lokapala 😄
up teruus kang ebeezz..🤗🤗
tuh kan bnr iblis pencabut nyawa cmn skdr nama.
nyatanya nyawa mreka sndiri yg di cabut