Panji Rawit Dan Keempat Selirnya
Asap hitam membumbung tinggi di atas kobaran api yang melalap sebuah bangunan rumah di pinggiran Wanua Jonggring. Tampak sekitar tempat kebakaran itu porak poranda seperti baru dihancurkan. Beberapa mayat tergeletak di sembarang tempat. Terlihat darah segar masih menetes dari luka penyebab kematian mereka.
Dari arah barat, beberapa bayangan berkelebat lincah diantara pucuk pucuk pepohonan dengan ringan nya. Ini menandakan bahwa mereka adalah orang-orang berilmu tinggi. Ilmu meringankan tubuhnya adalah bukti bahwa mereka bukan orang biasa.
Melihat kepulan asap tebal itu, salah satu bayangan mempercepat gerakan nya agar segera sampai di tempat kebakaran. Saat sosok tadi yang tak lain adalah seorang pemuda tampan yang berusia sekitar 2 dasawarsa berhasil mencapai tujuan, mata nya langsung melebar melihat beberapa mayat bergelimpangan dimana-mana. Dengan gugup, ia langsung berlari ke arah satu mayat yang sangat dikenalnya.
"Biyuuunngggg...!!! Biyung Seruni.. !!! "
Teriak si pemuda tampan sambil menggoyangkan jasad perempuan paruh baya yang terbujur kaku bersimbah darah segar ini dengan harapan perempuan itu bisa bangun dan bicara. Akan tetapi usahanya untuk membangunkan perempuan paruh baya itu sama sekali tidak berguna karena perempuan paruh baya itu sudah meninggal dunia.
Melihat perempuan paruh baya itu tak bergerak lagi, si pemuda tampan segera berkeliling memeriksa mayat-mayat yang tergeletak tak bernyawa dengan linangan air mata. Seluruh anggota keluarga nya telah tewas bahkan pelayan keluarga nya pun juga tidak ada yang selamat.
Pemandangan menyedihkan itu juga di saksikan oleh dua sosok yang menyusul di belakang si pemuda. Melihat si pemuda berlutut di depan mayat-mayat ini, seorang laki-laki tua yang mengikuti si pemuda segera mendekat dan menepuk bahu si pemuda.
"Tabahkan hati mu, Rawit.. Tidak ada gunanya kau menyesali kematian mereka. Kau harus merelakan kepergian mereka semua. Tidak boleh larut dalam kesedihan.
Tapi satu yang harus kamu ingat, kau harus menemukan siapa orang yang membunuh anggota keluarga mu ini. Camkan itu baik-baik.. ", ucap lelaki tua itu seraya berusaha untuk menenangkan hati sang pemuda yang bernama Panji Rawit ini.
" Apa sebenarnya salah keluarga ku Guru? Kenapa ada orang yang begitu tega membunuh mereka? Bahkan kakak perempuan ku yang sangat baik kepada ku, yang tidak pernah berbuat sesuatu yang salah, mereka bantai dengan biadab seperti ini", isak Panji Rawit sesenggukan.
"Tenangkan diri mu murid ku...
Kau harus tenang jika ingin menyelesaikan masalah ini. Aku yakin pembunuhnya pasti meninggalkan jejak atau benda penting di sekitar tempat ini. Gitarja, coba kau periksa sekitar tempat ini siapa tahu ada sesuatu yang bisa kita jadikan petunjuk ", lelaki tua berjambang putih itu mengalihkan perhatiannya pada seorang gadis muda yang berusia sekitar 2 windu di belakangnya. Sang gadis muda yang bernama Gitarja ini menganggukkan kepalanya pertanda mengerti. Dia bergegas memeriksa seluruh tempat itu dengan seksama.
Setiap benda yang mencurigakan, di periksa dengan cermat. Dia tak berani sedikitpun untuk sembrono mengerjakan tugas yang diberikan kepada nya oleh lelaki tua itu.
Saat Gitarja mengedarkan pandangan nya, matanya langsung tertuju pada sesosok lelaki yang terluka parah dan menyandar pada batang pohon di belakangnya yang berjarak 20 tombak jauhnya dari tempat kebakaran. Dia langsung mengenali sosok lelaki paruh baya itu sebagai ayah dari Panji Rawit. Terlihat lelaki paruh itu masih hidup meskipun dalam keadaan sekarat.
"Romo, Kakang Panji Rawit..!!! I-itu bapak mu..!! "
Teriakan keras Gitarja langsung membuat Panji Rawit tersadar bahwa mayat ayahnya memang tidak ada di situ. Tanpa menunggu lama, Panji Rawit langsung berlari ke arah yang ditunjuk oleh Gitarja begitu juga dengan Resi Sampar Angin, gurunya. Begitu sampai di dekat tempat lelaki paruh baya itu, Panji Rawit bergegas mendekat.
"Romo.. Romo Mpu Ranudaksa.. Kau baik-baik saja Romo? Jawab aku Romo.. ", tanya Panji Rawit dengan nada suara bergetar.
" K-kau sia-pa?? ", tanya lelaki paruh baya itu dengan lemah. Sepertinya ia tidak mengenali Panji Rawit karena sosok Panji Rawit anaknya adalah seorang pemuda jelek bertubuh bungkuk dengan wajah yang penuh dengan bekas jerawat dan bisul yang menakutkan.
" Ini aku anak mu Romo, Panji Rawit. Sekarang Romo coba perhatikan baik-baik ya", usai berkata demikian, Panji Rawit bersedekap tangan sambil komat-kamit merapal mantra.
Seketika itu juga, sosok Panji Rawit yang semula tampan dan mempesona langsung berubah menjadi sesosok lelaki bertubuh bungkuk dengan wajah jelek penuh bekas jerawat dan bisul.
"R-Rawit anak kuh uhukkk uhukkk ahhhh..
Rupanya k-kau benar Panji Rawit anak ku. Ahh Dewata masih memberikan kesempatan terakhir untuk bertemu dengan mu sebelum a-aku mati uhukkk uhukkk..", ujar Mpu Ranudaksa sambil batuk batuk yang terus mengeluarkan darah. Panji Rawit pun segera kembali ke wujud nya yang semula.
"Aku akan menyelamatkan Romo. Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk memulihkan kembali Romo seperti sedia kala", Panji Rawit menyalurkan tenaga dalam nya pada telapak tangan dan dengan cepat menekan dada kanan lelaki tua itu.
" Percuma Rawit. Tulang belulang ku sudah hancur, kau hanya membuang-buang tenaga percuma saja uhukkk uhukkk..
Sekarang dengarkan aku Rawit. Aku akan mengatakan sebuah rahasia yang perlu kau ketahui. Rawit, kau bukan anak ku. Aku menemukan mu 20 tahun yang lalu di tepi Sungai Wulayu. Siapa orang tua mu, aku tidak t-tahu. Hanya cincin ini saja yang ada bersama mu.. ", Mpu Ranudaksa mengeluarkan sebuah cincin bermata merah dari balik bajunya dan menyerahkan nya pada Panji Rawit.
Dengan tangan gemetar, Panji Rawit menerima cincin bertahtakan batu mulia berwarna merah itu. Pengungkapan jati dirinya membuat pemuda tampan itu benar-benar terkejut setengah mati.
"Mungkin, cincin bermata merah itu kelak yang akan menjadi penuntun dirimu menemukan orang tua kandung mu, Ngger Cah Bagus..
Satu lagi, bongkar tumpukan batu yang ada di samping sanggar pamujan. Orang-orang Padepokan Pandan Alas dan beberapa pendekar yang membantai keluarga kita menginginkan keris pusaka yang aku sembunyikan disana. Ambilah, dan jaga keris pusaka itu seperti kau menjaga dirimu sendiri. J-jaga dirimu baik-baik, R-Rawit.. Hiduplah dengan ba.. bahagia... ", selepas berkata demikian, kepala Mpu Ranudaksa terkulai lemas. Melihat itu, Resi Sampar Angin segera memeriksa pernapasan lelaki paruh baya lalu menggelengkan kepalanya dengan penuh kesedihan.
Tangis Panji Rawit pun pecah seketika. Tiba-tiba saja hujan deras mengguyur di sertai kilat dan petir yang saling menyambar. Seluruh bumi seolah-olah ikut berduka cita atas kematian Mpu Ranudaksa, orang yang selama ini merawat Panji Rawit dari masih bayi.
Di tengah-tengah guyuran hujan deras, Panji Rawit mulai menggali tanah. Begitu hujan mereda, 9 lobang menganga tercipta di pekarangan bekas rumah Mpu Ranudaksa yang tinggal puing-puing nya. Satu persatu, Panji Rawit dibantu Resi Sampar Angin dan Gitarja menguburkan seluruh mayat keluarga Mpu Ranudaksa.
Begitu selesai, Panji Rawit menancapkan sebuah batu sebagai penanda kuburan dari masing-masing anggota keluarganya disertai perasaan yang mengharu biru. Tak dinyana, hari pertama ia turun gunung setelah bertahun-tahun belajar ilmu kanuragan di Padepokan Widarakandang akan menjadi hari dimana seluruh anggota keluarga nya dihabisi.
Setelah rampung penguburan, Panji Rawit segera berjalan ke arah yang di wasiat oleh Mpu Ranudaksa. Dia membongkar tumpukan batu di dekat sanggar pamujan dan akhirnya menemukan sebuah kotak kayu berukir indah di dalamnya. Segera Panji Rawit membuka kotak itu dan menemukan sebuah keris bergagang kayu hitam mengkilap lengkap dengan sarungnya.
Saat Panji Rawit mencabut keris pusaka itu, pamor keris yang berwarna merah itu langsung menyala terang hingga membuat silau mata yang memandangnya. Resi Sampar Angin pun kaget melihat keris pusaka di tangan sang murid.
"Keris Pulanggeni hemmmmm..
Pusaka yang telah lama menghilang dari dunia persilatan akhirnya muncul juga. Sayang sekali, kemunculan mu harus diawali dengan tragedi berdarah seperti ini", gumam Resi Sampar Angin sembari menatap keris pusaka itu.
Dengan menggenggam erat gagang Pulanggeni di tangannya, Panji Rawit pun segera mengangkat tangannya tinggi-tinggi ke arah makam Mpu Ranudaksa dan anggota keluarganya sembari berkata,
"Romo Mpu Ranudaksa dan seluruh anggota keluarga ku, aku bersumpah diatas makam kalian bahwa aku Panji Rawit..
Akan membalaskan dendam kalian semua!! "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
fajar Rokman.
mampir..seru ey.. baru Nemu novel yg ceritanya kolosal berasa nnton film
2024-11-18
0
arumazam
hadirrr
2024-11-20
1
Ardi 123k
sedikit membingungkan
2024-11-19
0