HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN, PASTIKAN UDAH PUNYA KTP YA BUND😙
Bosan dengan pertanyaan "Kapan nikah?" dan tuntutan keluarga perihal pasangan hidup lantaran usianya kian dewasa, Kanaya rela membayar seorang pria untuk dikenalkan sebagai kekasihnya di hari perkawinan Khaira, sang adik. Salahnya, Kanaya sebodoh itu dan tidak mencaritahu lebih dulu siapa pria yang ia sewa. Terjebak dalam permainan yang ia ciptakan sendiri, hancur dan justru terikat salam hal yang sejak dahulu ia hindari.
"Lupakan, tidak akan terjadi apa-apa ... toh kita cuma melakukannya sekali bukan?" Sorot tajam menatap getir pria yang kini duduk di tepi ranjang.
"Baiklah jika itu maumu, anggap saja ini bagian dari pekerjaanku ... tapi perlu kau ingat, Naya, jika sampai kau hamil bisa dipastikan itu anakku." Senyum tipis itu terbit, seakan tak ada beban dan hal segenting itu bukan masalah.
Ig : desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2
Pakaiannya sudah melayang entah kemana, persis bayi baru lahir. Lenguhan Kanaya hanya karena sentuhan semata membuat Ibra curiga sebelumnya.
Menempatkan posisi dengan sebaik-baiknya, akan tidak lucu jika Ibra gagal melakukannya. Mana mau dia citra sebagai pria perkasa itu gagal dalam percintaan satu malam dengan wanita yang baru saja dikenalnya.
“Aku akan melakukannya, Naya,” ucapnya dengan suara serak tertahan yang dapat menjelaskan napsunya sudah berada dipuncak dan tidak menerima penguluran waktu lagi.
Sebenarnya tanpa izinpun akan dia lakukan, karena hendak berhenti ini sudah terlalu dalam dan Ibra tentu tidak akan mau. Malam ini dingin, sangat-sangat dingin lantaran diluar sana tengah hujan sebegitu derasnya. Hanya hujan, tanpa petir yang menakutkan.
Namun tidak dengan kedua insan ini, kedua insan yang baru saling mengenal nama sejak beberapa jam lalu justru tengah di situasi paling hangat dalam hidupnya. Berupaya menyerang inti Kanaya namun nyatanya tak semudah seperti yang biasa ia lakukan, semakin curiga namun gaiirah dalam jiwanya tak memiliki waktu untuk memikirkan hal itu lagi.
“Aaaarrrgghh,” jerit Kanaya tertahan, jemarinya menggenggam erat sprei sebagai pelarian rasa sakitnya, dalam pengaruh minuman dia tentu lupa mana daratan mana lautan.
Hingga, Ibra merasakan jika memang ada yang berbeda dengan Kanaya kala dirinya berhasil menerobos pertahanan Kanaya yang sejak tadi tidak dia pertahankan sebenarnya. Ibra menelan salivanya, terdiam sebentar baru kemudian memastikannya sesaat.
“Tunggu … dia perawan?” Ibra mengerutkan dahi, sesaat kemudian kembali melanjutkan lantaran rintihan Kanaya lagi-lagi terdengar halus ditelinganya.
Tidak salah lagi, Ibra merusak anak gadis orang. Ini bukan dirinya dan sejak dahulu Ibra memang sengaja menghindari melakukan hubungan dengan wanita polos yang belum terjamah seperti ini. Polos dari mana? Sejak tadi Kanaya yang justru memulainya, pikir Ibra tau mau berada di posisi salah.
“Dasar boddoh, kau memberikannya padaku cuma-cuma anak kecil,” umpat Ibra namun memberikan kecupan hangat demi memberikan ketenangan untuk Kanaya, walau sama sekali wanita itu tidak memberontak ataupun penolakan, akan tetapi dia cukup memahami sebagai pria.
Nasi sudah menjadi bubur, toh juga sudah terlanjur rusak dan mahkota yang seharusnya dijaga dengan sebaik-baiknya sudah Kanaya serahkan begitu saja. Dia yang meminta bahkan sengaja memancing Ibra untuk membuat dirinya terjebak dalam situasi ini.
“Aku menyakitimu?” tanya Ibra lembut menatap khawatir bola mata Kanaya yang kini tampak berkaca-kaca, bohong sekali jika Kanaya bilang tidak.
Kanaya menggeleng, entah kenapa semua yang Ibra berikan hanya membuat batinnya kian tenang. Seakan jiwanya menemukan tempat pulang, tanpa ia sadari bahwa sebenarnya tenang yang ia maksud kini adalah sementara belaka.
Kembali menguasai permainan, tak butuh waktu lama dan tak butuh waktu lama bagi Ibra untuk merenungi status Kanaya yang nyatanya belum terjamah. Baginya saat kini keduanya saling membutuhkan, Ibra butuh pelampiasan sementara Kanaya butuh ketenangan.
Sempat terhenti sesaat, hanya sesaat bahkan tak sampai lima menit. Kini, Ibra seakan baik-baik saja dan tak berpikir bagaimana dirinya setelah ini.
Lenguhan keduanya bersahutan berpadu dengan indahnya gemericik hujan di luar sana. Lantai 20 kamar 202, tempat keramat yang dipilih Ibra sebagai peristirahatan wanita yang menyewanya justru menjadi saksinya bercinta.
Pertemuan yang mereka jalani terlanjur dalam dan bahkan kelewatan. Bagaimana murkanya kedua orangtua dan kakak-kakaknya jika mereka mengetahui tingkah Kanaya. Wanita keras kepala yang selalu menganggap dirinya mampu berdiri di kaki sendiri tanpa butuh sandaran laki-laki setelah percintaannya kandas hanya perkara enggan bersentuhan.
Kanaya tengah sibuk mengecap surga dunia yang Ibra berikan malam ini, sudah kesekian kali mencapai puncak dan sepertinya dirinya bukan mabuk minuman lagi, melainkan mabuk Ibra.
Tak pernah berpikir dia akan bertindak sejauh ini, Kanaya yang biasanya dicolek saja auto jungkir balik kini justru dibuat diam tak berkutik begitu Ibra membelenggunya dalam percintaan dadakan. Matanya sudah tak mampu lagi membalas tatapan lekat Ibra padanya, sejak tadi semua yang Ibra lakukan Kanaya benar-benar tak kuasa menolaknya.
Deru napas kian menggebu, pria itu kian menggila sesaat sebelum akhirnya tubuh tegapnya ambruk.
Dengan napas yang masih belum sebaik itu, Ibra berpindah di sisi Kanaya dan menarik selimut hingga dada wanita itu, untuk apa sebenarnya dia menyelimuti wanita itu, toh sejak tadi tersaji tanpa penutup sama sekali.
“Kau baik-baik saja?”
Ibra bertanya setelah sepersekian detik fokus menatap langit, penyesalan itu tiba-tiba saja hadir walau sejak tadi yang ia lakukan hanya berperang prihal rasa. Pria itu menoleh dan beralih menatap bidadari bodoh di sebelahnya, dan yang dia dapati hanya dengkuran Kanaya yang seakan baik-baik saja padahal dunianya hancur beberapa saat yang lalu.
“Dia masih suci ternyata.”
Ibra tertawa sumbang, pria itu menyeka keringat Kanaya yang membasah hingga membuat anak rambutnya menempel di keningnya. Kanaya terlalu cantik untuk dikatakan nakal, dan apa yang dia lakukan sebelumnya seakan pembalasan dendam demi menunjukkan jika dirinya memang sudah dewasa.
Suci? Suci apanya, mungkin bagian sananya saja yang suci. Itupun dulu, beberapa jam lalu sebelum Ibra merenggutnya. Pria itu tidak tahu bagaimana sintingnya otak Kanaya walau dirinya anti terhadap hubungan yang seperti ini sebelumnya.
Beberapa kali menjalani hubungan, selalu berakhir kandas manakala pasangannya justru meminta hal yang berhubungan dengan ke arah sana. Jangankan adegan ranjang, perihal sentuhan saja Kanaya rela jika harus putus demi mempertahankan diri untuk suaminya kelak.
Berbagi tempat tidur, di bawah atap dan bahkan selimut yang sama. Dia yang begini sepertinya memang karena tengah teler, andai kata kesadarannya pulih dan kekuatannya kembali, mungkin Kanaya akan lari terbirit-birit dan mengutuk Ibra dengan sejuta cacian menyakitkan.
“Cari uang dengan cara seperti ini melelahkan ternyata,” tutur Ibra lagi-lagi mengulas senyum, rasanya seperti mimpi dia kembali tidur dengan memeluk soerang wanita di sisinya.
Tenggelam dalam balutan malam yang tenang, mata Ibra perlahan terpejam meski dengan bibir yang masih senyam-senyum seakan baru saja menang undian. Kecupan keberapa kini ia berikan. Tak khawatirkah Ibra jika nanti justru dirinya yang harus mencari Kanaya setelah kejadian ini.
Persetan dengan esok pagi, yang jelas malam ini mereka adalah pasangan paling menikmati yang tengah lupa diri. Sebenarnya Ibra sadar, tapi lawan mainnya setengah sadar hingga dia memutuskan menolak sadar.
Dia hanya pria dewasa yang juga rindu akan perlakuan tulus seorang wanita, dan kali ini dia mendapatkannya dengan mudah, apa tidak berdosa jika Ibra menganggap ini berkah? Sialan, singkirkan otak udangmu itu Ibra.
❣️