Sebuah perjodohan membuat Infiera Falguni harus terjebak bersama dengan dosennya sendiri, Abimanyu. Dia menerima perjodohan itu hanya demi bisa melanjutkan pendidikannya.
Sikap Abimanyu yang acuh tak acuh membuat Infiera bertekad untuk tidak jatuh cinta pada dosennya yang galak itu. Namun, kehadiran masa lalu Abimanyu membuat Infiera kembali memikirkan hubungannya dengan pria itu.
Haruskah Infiera melepaskan Abimanyu untuk kembali pada masa lalunya atau mempertahankan hubungan yang sudah terikat dengan benang suci yang disebut pernikahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kunay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sikap yang Membingungkan
Sisa waktu yang dihabiskan Abimanyu dan juga Almira hanya ada kecanggungan, setelah pria itu dengan terang-terangan hendak membelikan pakaian untuk istrinya. Saat menyelesaikan transaksi, mereka kembali dengan Gerald dan juga tiga mahasiswanya.
“Kalian masih di sini?” Almira bertanya pada Gerald.
“Iya, mereka minta ditraktir makan. Ini kamu mau pergi.”
“Ah, kebetulan. Kita juga mau makan. Benar, kan, Bi?” tanya Almira pada pria di sampingnya.
Infiera yang berdiri di samping Bimo melirik Abimanyu. Dia melihat kantong belanjaan di tangan pria itu, membuat hatinya sedikit mencelos. Fiera semakin merasa jauh dengan pria itu.
“Ayo, Nis.” Fiera menggandeng tangan temannya—berbalik—meninggalkan mereka.
Bimo menganggukkan kepalanya pada Abimanyu dan segera menyusul dua temannya. Sedangkan Gerald berbicara sesaat. “Kalian ingin gabung dengan kami?”
“Boleh, aku akan meneraktir kalian.” Almira berkata dengan senyum lebar di wajahnya. “Ayo, Bi,” ajak Almira pada Abimanyu, dia membuang jauh-jauh kecanggungan yang dirasakan sebelumnya.
Sejak awal mereka sudah sepakat untuk mengakhiri hubungan. Bukankah dirinya juga harus siap melepaskan pria itu?
Ketiga dosen itu akhirnya menyusul tiga mahasiswanya, ternyata mereka masuk ke sebuah resto betawi. Infiera, Anisa, dan juga Bimo sudah duduk terlebih dahulu di salah satu meja.
Gerald meminta pelayan untuk menambah kursi di meja itu, supaya mereka bisa makan berenam.
Semua orang ternyata kompak memesan soto betawi dan juga nasi, mengingat mereka sudah sangat lapar.
“Kalian mau pergi bersama-sama ke acara pernikahan Bu Gina?” tanya Gerald pada tiga mahasiswanya.
Fiera terdiam mendengarkan hal itu. Pernikahan Bu Gina akan dilangsungkan dua hari lagi. Itu tepat saat kedua mertuanya akan kembali ke Palembang. Jadi, dia harus menunggu sampai mertuanya pergi.
“Aku ... sepertinya akan pergi setelah dari kampus.” Gerald segera melirik ke arah Fier.
“Bagaimana kalau barengan saja sama saya?”
Abimanyu yang tengah memainkan ponselnya langsung menajamkan pendengarannya demi menunggu jawaban yang istrinya berikan.
“Bapak mah, yang diajak cuman Fiera saja, ini? Aku bagaimana, pak?” Anisa merajuk, merasa iri pada temannya yang mendapat tawaran tumpangan dari dosen tampannya ini.
“Kau juga mau ikut? Ya sudah, kau temani Bimo naik motor. Kasian dia jomblo abadi.”
“Ish!” Anisa ceberut, sedangkan Bimo langsung melirik tajam pada dosennya.
“Memang bapak engga jomblo? Kan, bapak juga belum nikah. Malah sudah tua!” Bimo engga mau kalah. Dia merasa dirinya masih terlalu muda untuk dikatakan jomblo abadi.
Gerald mendengkus. “Kau ini, kenapa tidak bilang iya saja?”
Hal itu memancing tawa dari ketiga mahasiswa yang ada di sana.
“Ya sudah, kalian para jomblo berbarengan saja,” ucap Fiera dengan tawa yang begitu renyah mengejek dua temannya dan juga dosennya itu.
“Kau juga jomblo!!!” Hal itu terucap secara bersamaan dari Gerald, Anisa, dan juga Bimo. Lalu, mereka tertawa bersama-sama. Seperti jomblo yang sedang saling mencari dukungan satu sama lain.
Eheemm!
Suara deheman itu berasal dari Abimanyu. Dia meletakkan ponselnya untuk menghentikan tawa keempat orang di hadapannya. Selain itu, dia sedikit jengkel saat mereka mengatakan kalau Fiera juga seorang jomblo. Wanita itu malah tertawa dan sama sekali tidak menampiknya.
Ketiga mahasiswa itu menghentikan tawanya dan terlihat kaku, sedangkan Gerald menoleh ke arah Abimanyu. “Bagaimana denganmu? Apakah kau juga mau bergabung dengan kami? Sebagai persatuan jomblo Indonesia?” Gerald bertanya dengan acuh tak acuh.
Abimanyu melirik Gerald, matanya melotot, memperingati...
“Gue hanya bercanda.” Gerald terkekeh dengan tatapan garang Abimanyu, tapi dalam hati dia bersorak senang.
Beberapa saat kemudian. Pesanan mereka sampai. Satu persatu mendapat bagiannya. Dimulai dari Almira, Gerald, lalu Bimo, dan selanjutnya Anisa.
Pelayan meletakkannya di sisi Abimanyu, membuat pria itu yang harus membantu membaginya. Namun, saat giliran Infiera, tiba-tiba Abimanyu meletakannya di hadapannya dan meraih sendok.
Tanpa diduga Abimanyu menyendok irisan seledri yang ada di atas soto betawi milik istrinya, itu membuat Almira, yang duduk di sampingnya terkejut. Begitu juga dengan Anisa, yang langsung menyenggol tangan Fiera.
Infiera hanya membeku di tempat duduknya, menyaksikan apa yang dilakukan oleh suaminya saat ini. Apa dia tidak takut orang lain akan curiga.
Hanya Gerald di meja itu yang tidak bereaksi apa-apa. Dia hanya melirik, lalu memulai makan soto betawi yang ada di hadapannya. Gerald bahkan sempat meminta tambahan emping pada pelayan restonya.
“Bi,” bisik Almira. “Apa yang kau lakukan? Berikan soto milik Infiera.”
Abimanyu mengangkat wajahnya, dia melihat pada istrinya dan menyerahkan soto itu setelah mengambil semua irisan seledrinya.
“Ini, makanlah. Seledrinya, sudah tidak ada.”
Fiera menerima sotonya. Dia bingung dengan sikap Abimanyu. Kenapa dia melakukan itu? Bukan hanya ada teman-temannya, tapi di sampingnya, Almira menatap bingung pada mereka berdua.
Almira menatap bergantian pada Abimanyu dan juga Fiera. Tiba-tiba, dia bertanya. “Kenapa kau membuang seledrinya?”
“Karena dia tidak menyukainya.”
“Bagaimana kau tahu?” tanya Almira lagi.
Baru, saat itulah Abimanyu menyadari tingkahnya yang membingungkan semua orang dia melirik semua orang yang kini mengarah padanya.
“Itu... .”
“Itu karena kami pernah bertemu Fiera di rumah sakit saat dia sedang alergi,” jawab Gerald menyela ucapan Abimanyu yang hendak menjelaskan.
“Ya.” Abimanyu menjawab singkat. Dia berpikir kalau Gerald hanya membantu kebingungannya. Namun, tanpa sepengetahuan Abimanyu, Gerald tahu kalau Infiera adalah istrinya.
Ayahnya sempat cerita kalau putra temannya yang baru saja menikah ternyata juga bekerja di kampus yang sama dengannya. Ternyata, itu Abimanyu. Keduanya menikah saat Gerald sedang berada di Amerika.
Sampai, suatu hari dirinya benar-benar melihat Abimanyu bersama dengan wanita itu di rumah sakit. Wanita itu adalah Infiera. Gerald sedang mengantar ayahnya yang sedang menjalani pengobatan rutin untuk penyakit diabetesnya.
Dirinya langsung menyimpulkan kalau istri Abimanyu memang Infiera. Dia tidak tahu apa alasan keduanya menyembunyikan pernikahan mereka.
Akan tetapi, yang Gerald tahu persis adalah bagaimana sikap Abimanyu. Dia bukan orang yang mudah ramah pada siapa pun. Jadi, sedikit aneh jika saat di rumah sakit, itu adalah pertemuan tidak sengaja. Jelas-jelas Fiera masuk ke dalam mobil Abimanyu.
“Ah, begitu rupanya. Bapak perhatian juga, ya.” Anisa terkikik dengan ucapannya, tapi dia buru-buru terdiam dan meneruskan makannya. Bagaimanapun, Abimanyu tidak seperti Gerald yang mudah diajak bercanda.
Setelahnya, Fiera sama sekali tidak memedulikan Abimanyu. Dia memakan sotonya. Sedangkan Almira, masih terus memperhatikan Abimanyu dan juga wanita di hadapannya.
Dia tidak sepolos itu untuk tidak menyadari sikap Abimanyu yang berlebihan. Apa lagi dengan alasan seperti yang Gerald katakan. Memangnya, Infiera tidak bisa melakukannya sendiri?
Usai makan, Almira hendak membayar untuk meneraktir semuanya, tapi Abimanyu lebih dulu mengeluarkan kartunya.
“Pakai ini saja.”
“Tapi, aku sudah janji akan traktir.”
“Tidak apa-apa.”
“Baiklah!”
Setelah membayar, mereka bersiap untuk pulang. Bimo berkata, “Nis, lo mau bareng gue?” Rumah mereka memang memiliki arah yang sama.
“Tentu saja.” Dia senang mendapat tumpangan.
“Fier, kamu pulang ke mana? Ayo, saya antar?” Gerald menawarkan.
“Tidak usah, Pak, saya naik ojek online saja. Permisi.”
Fiera berlalu begitu saja. Dia tidak ingin berlama-lama di dekat Abimanyu yang sedang bersama dengan Almira, kekasihnya.
“Padahal, dia bisa nebeng,” gumam Gerald, tapi dia juga tidak bisa memaksa. Lalu, dirinya menoleh pada Abimanyu. “Gue duluan, ya.”
Abimanyu hanya mengangkat tangannya sebagai tanggapan. Sedangkan Almira tersenyum, seraya mengangguk.
Setelah kepergian Gerald. Abimanyu melirik arah perginya Fiera. Ternyata, wanita itu masih berdiri di pinggir jalan, menunggu ojek online yang dipesannya.
“Ayo,” ajak Abimanyu buru-buru berjalan menuju ke arah mobilnya.
Mobil melaju setelah keduanya masuk. Abimanyu segera mendekati Fiera yang masih berdiri di sana. wanita itu sepertinya belum mendapatkan ojeknya karena dia masih terus memainkan ponselnya.
Abimanyu menghentikan mobilnya dan membuka jendela mobilnya. Dari belakang kemudi, dia berkat, “Ayo, naiklah.”
Fiera yang sedang menundukkan kepalanya, melihat ke arah asal suara. Dia melihat mobil Abimanyu di depannya dan di kursi depan, sampingnya Almira duduk, tersenyum melihat ke arahnya.
“Ayo, Fier, bareng kita saja.”
Apa yang dia lakukan? Apa dia sengaja melakukan ini padaku? Gumam Fiera dalam hati yang mulai terasa perih.
Infiera melirik Abimanyu yang masih menunggunya.
“Tidak perlu, Pak, saya sedang memesan ojek.”
“Naik!” tegas Abimanyu dengan suara dingin. Jelas sekali kalau dia tidak ingin dibantah.
Almira langsung menoleh dengan nada bicara Abimanyu yang terkesan memaksa. Lagi-lagi, sikapnya sedikit aneh pada mahasiswanya ini.
“Tapi, pak—“
“Masuklah, kalau kau tidak mau kita menjadi penyebab kemacetan.”
Infiera melirik ke arah belakang. Beberapa mobil yang baru keluar dari mal tidak sabar untuk segera melaju dan mereka menghalangi jalannya.
Menahan sedikit geram karena sikap Abimanyu yang membingungkan, Fiera akhirnya mengangguk dan masuk ke dalam mobil Abimanyu. Dia duduk di kursi bagian belakangnya.
“Fier, kamu pulang ke mana? Biar kita mengantarmu terlebih dahulu.” Almira berkata dengan ramah.
Namun, Abimanyu lebih dulu menyela, “Aku akan mengantarmu terlebih dahulu.”
“Ah, begitu, ya? Baiklah kalau begitu.”
Almira akhirnya menyandarkan punggungnya, matanya tertuju ke arah depan. Kecurigaannya pada sikap Abimanyu yang aneh pada mahasiswanya semakin menguatkan dugaan, kalau mereka memiliki sesuatu yang dirahasiakan.
Apa jangan-jangan...
“Sudah sampai,” ucap Abimanyu saat dia berada tidak jauh dari tempat tinggal Almira selama di Jakarta.
“Ah, ya, terima kasih. Fier, saya duluan, ya.”
Fiera tersenyum kikuk. Dia mengangguk sopan.
Abimanyu segera melajukan kembali mobilnya, tapi baru beberapa meter saja, dia menghentikannya kembali. “Pindah ke depan!” perintahnya.
“Kenapa?” tanya Fiera bingung. Kenapa harus pindah? Bukannya sama saja?
“Kamu pikir aku ini supir? Aku suamimu, Fiera!”
“Bapak, kan, pacarnya Bu Almira!” jawabnya, seraya memalingkan wajah.
Abimanyu terdiam dengan perkataan Infiera. Wanita itu pasti salah paham mengenai hubungannya dengan Almira. Tetapi, dirinya juga tidak bisa menjelaskan dengan keadaan seperti saat ini.