Rayan dan rai, sepasang suami-istri, pasangan muda yang sebenarnya tengah di karuniai anak. namun kebahagiaan mereka di rampas paksa oleh seorang wanita yang sialnya ibu kandung rai, Rai terpisah jauh dari suami dan anaknya. ibunya mengatakan kepadanya bahwa suami dan anaknya telah meninggal dunia. Rai histeris, dia kehilangan dua orang yang sangat dia cintai. perjuangan rai untuk bangkit sulit, hingga dia bisa menjadi penyanyi terkenal karena paksaan ibunya dengan alasan agar suami dan anaknya di alam sana bangga kepadanya. hingga di suatu hari, tuhan memberikannya sebuah hadiah, hadiah yang tak pernah dia duga dalam hidupnya dan hadiah itu akan selalu dia jaga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon happypy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua puluh sembilan
Tak lama kemudian, akhirnya rai tiba di rumah yang tadi dikirimkan rahma. Setelah mencari-cari alamat dan melewati beberapa jalan yang asing baginya, ia akhirnya melihat sosok rahma menunggu di depan rumah bersama putrinya, Nesya. Begitu keluar dari mobil, Rai disambut oleh senyum rahma yang hangat, sementara tio, suami rahma, segera menawarkan bantuan untuk mengambil kopernya dari bagasi.
“Rayan dan zeline ada di kamar. Kamar kalian dekat ruang TV. Masuklah, mereka pasti sudah menunggu,” kata rahma, menepuk pelan pundak rai seolah ingin menenangkan kegugupannya. Rai mengangguk sambil tersenyum, merasa berterima kasih sekaligus tak sabar ingin bertemu keluarganya. Dengan langkah cepat, ia berjalan menuju kamar seperti yang rahma katakan.
Ketika rai membuka pintu kamar, ia melihat rayan berbaring di tempat tidur dengan wajah yang tampak sedikit pucat, meskipun senyum kecil terlihat di bibirnya. Di samping rayan, Zeline duduk bermain dengan mainannya, tak menyadari kedatangan ibunya. Rayan menoleh, matanya langsung berbinar ketika melihat rai di ambang pintu.
“Dek, bunda datang,” katanya lembut pada zeline, menyentuh bahu kecil putrinya.
Zeline segera menoleh dan, seolah tersadar dari dunianya, wajahnya langsung berbinar. Dengan langkah kecil yang penuh semangat, Zeline berlari ke arah rai dan memeluknya erat. Rai merunduk, membelai kepala zeline dengan lembut, merasakan kehangatan yang begitu ia rindukan. Dengan penuh cinta, Rai menatap rayan, yang meskipun sedang dalam masa pemulihan, tersenyum dengan mata yang berbicara tanpa kata betapa ia telah menunggu momen ini.
Rai lalu mengangkat zeline dan membawanya ke kasur tempat rayan berbaring. Dengan lembut, ia duduk di samping suaminya dan mengecup kening rayan. Sentuhan hangat itu membuat rayan tersenyum, meski ia masih terbaring lemah. “Sudah makan?” tanya rai dengan nada lembut, sembari mengelus pipi rayan, merasakan betapa lembutnya kulit suaminya.
Rayan mengangguk pelan, “Sudah kok, sebelum pulang ke rumah, tadi di rumah sakit makan dulu.” Suaranya lembut, tapi ada rasa kelegaan yang jelas terlihat di wajahnya. Rai mengangguk lagi, merasa sedikit lega, tapi rasa khawatirnya masih ada. “Kenapa pulang sekarang? Padahal belum bener-bener sembuh loh,” tanyanya, mencoba meneliti alasan di balik keputusan rayan.
Rayan menghela napas dan menjawab, “Nanti banyak yang curiga sama rai. Kalau di rumah kan nggak ada yang lihat rai.” Jawabannya lembut, seolah ia berusaha meyakinkan rai bahwa keputusan ini adalah yang terbaik untuk mereka.
Mendengar itu, Rai tidak bisa menahan senyumnya. “Terima kasih ya,” ucapnya tulus, matanya berbinar dengan rasa syukur. Rayan tersenyum kembali, tapi kemudian dengan serius ia berkata, “Jangan berterima kasih, sudah seharusnya aku melindungi rai. Karena aku suami rai, aku tak ingin karir rai hancur. Pasti ada yang tidak suka pada rai di luar sana.”
Kata-kata rayan membangkitkan rasa hangat di hati rai. Ia menyadari betapa besar cinta dan perhatian yang dimiliki rayan untuknya. Dalam kebersamaan ini, meskipun situasi tidak ideal, mereka saling menguatkan dan berjanji untuk tetap berjuang bersama menghadapi semua tantangan yang ada.
Ketukan pintu pun berbunyi dan Tio, suami Rahma, masuk membawa koper rai. Setelah meletakkan koper di sudut ruangan, ia memberi senyuman hangat sebelum keluar kembali, meninggalkan keluarga kecil itu.
Zeline yang sejak tadi memperhatikan wajah ibunya, naik ke pangkuannya, menunjukkan keinginan untuk ingin lebih dekat dengan sang ibu. Rai membawa zeline berbaring di samping rayan. Rai menghadap rayan sementara zeline membelakangi ayahnya, menatap ibunya dengan penuh harap.
Rai membuka kancing bajunya dan mulai menyusui zeline. Rayan, yang memperhatikan momen indah itu, mengusap rambut zeline dengan lembut, merasakan betapa manisnya ikatan antara mereka. Suasana di sekeliling mereka dipenuhi ketenangan dan cinta yang dalam.
“Selama aku pulang, si adek nggak minum susu ya?” tanya rai sambil melihat zeline, merasakan hisapan kencang dari mulut kecil itu. Rayan mengangguk, mengingat saat ketika zeline hanya ingin disusui oleh ibunya. “Tidak, Kak Rahma coba kasih susu formula, si adek nggak mau lagi, katanya mau tunggu bundanya,” jawab rayan.
Mendengar itu, hati rai tergerak. Ia merasa bersyukur memiliki suami yang selalu mendukungnya dan anak yang begitu mencintainya. Dalam momen itu, semua keraguan dan kekhawatiran seakan menguap, digantikan oleh rasa bahagia yang melimpah. Rai menatap zeline, merasakan cinta yang mendalam, dan berbisik lembut, “ bunda ada di sini sayang.”
Sambil menyusui zeline, rai dan rayan kembali melanjutkan perbincangan hangat mereka. Suasana di dalam kamar dipenuhi dengan tawa dan cinta, meskipun perhatian mereka dibagi dengan si kecil yang tak mau diam. Zeline, dengan tangan mungilnya, mulai meraba-raba pipi ibunya, seolah ingin menarik perhatian rai sepenuhnya. Merasakan sentuhan lembut itu, Rai tidak bisa menahan diri untuk tidak mencium tangan kecil zeline yang ceria, menyelipkan kasih sayang dalam setiap sentuhan.
Rayan yang melihat momen itu tersenyum, lalu melanjutkan ceritanya, “Akun Twitter zeline juga ada aku buat. Aku posting video zeline waktu kami di wahana permainan. Baru-baru aja dibuat, padahal iseng eh banyak yang follow!”
Rai mengangkat kepalanya, tampak terkejut dan bangga. “Serius? Wow, itu luar biasa! Berarti banyak yang suka sama zeline ” ujarnya, suaranya penuh semangat.
“Ya, Zeline memang punya daya tarik sendiri. Siapapun yang berinteraksi dengannya pasti terhibur,” Rayan menjelaskan, matanya berbinar ketika berbicara tentang anak mereka.
Zeline, yang mendengar namanya disebut, seolah merespons dengan gelak tawa kecil, seakan tahu bahwa dirinya sedang dibicarakan. Rai merasa beruntung memiliki suami yang tidak hanya perhatian, tetapi juga bisa melihat keunikan dan keindahan dalam setiap momen bersama anak mereka. Dalam kebersamaan itu, Rai menyadari bahwa cinta dan kebahagiaan sederhana yang mereka bagi merupakan anugerah yang tak ternilai.
Dan zeline yang merasa ceria mulai menunjukkan sifat jahilnya. Dengan senyuman nakal di wajahnya, ia menggigit lembut puting ibunya. Rai terkejut dan mengeluh, “Aduh dek, kenapa digigit?” serunya, Zeline hanya menyengir, seolah bangga dengan aksinya, lalu kembali menghisap dengan lembut.
Melihat tingkah jahil anaknya, Rai tidak bisa menahan tawa, tetapi ia tetap berusaha mengingatkan. “Jangan digigit ya nak. Sakit tau, nanti adek nggak bisa nyusu lagi, mau rupanya gak nyusu lagi ? gak mau kan ? Jangan nakal ya dek ” kata rai dengan nada lembut, mengusap rambut zeline yang halus.
Zeline mengangguk, tetapi senyum nakalnya masih tersisa di bibirnya. Meski ia mengerti perkataan ibunya, gadis kecil itu tampaknya masih ingin bermain-main. Rai tersenyum penuh kasih, merasakan momen indah di antara mereka. Dalam tatapan zeline, Rai melihat keceriaan dan semangat hidup yang mengingatkannya, betapa berartinya setiap detik yang dihabiskan bersama.