Semua yang masih bersama memang pasti seakan tiada artinya. Penyesalan akan terasakan ketika apa yang biasa bersama sudah HILANG.
Andrian menyesali segala perbuatannya yang sudah menyiksa Lasya, istrinya. Sampai akhir dia di sadarkan, jika penyelamat dia saat kecelakaan adalah Lasya bukan Bianka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lyoralina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2. Kembalinya Sang Mantan
•••
" Andrian tunggu." Seru Papa Hendrik. Menghentikan langkah putranya yang ingin pergi.
Andrian berdiri diam memunggungi kedua orang tuanya yang tengah duduk di meja makan ingin melakukan sarapan.
Tanpa berbalik, Andrian masih diam saja.
" Tunggu, papa harus bicara sesuatu denganmu." Sambung papa Hendrik.
Andrian menghela napasnya. Mau tidak mau dia harus berbalik dan duduk di tempat yang sama dan berhadapan dengan sang papa.
" Oke, papa tidak akan buang-buang waktu lagi. Papa rasa kamu sudah tau bukan jika kamu besok lusa akan papa nikahkan dengan putri sahabat papa. Bukankah sebaiknya hari ini kamu cuti dan mempersiapkan fitting baju pengantinmu?" Mandat papa Hendrik.
Andrian tersenyum smirk. " Kenapa aku harus mempersiapkan baju. Bukankah papa yang mau aku menikah! Jadi siapkan saja semua, kurang menurut apalagi aku! Jadi papa jangan pernah lagi memintaku untuk ikut serta dalam mempersiapkan pernikahan ini, aku sama sekali tidak mau!"
Andrian langsung berdiri dan pergi.
" Andrian, kamu harus mempersiapkan bajumu." Seru Papa Hendrik. Namun seruannya ini sama sekali tidak digubris oleh sang putra.
Papa Hendrik mendengus kasar. Dia menggenggam sendoknya ini dengan erat.
" Lebih baik kamu batalkan saja pernikahan ini. Kamu sudah lihatkan, Andrian sudah sangat jelas kesal dan tidak terima dengan perjodohan ini. Lagian dia sudah besar....."
" Diam." Papa Hendrik langsung memotong ucapan istrinya.
" Apaan sih pa. Aku bicara fakta ya, kamu harusnya dengar aku, lebih baik batalkan saja." Mama Frida belum menyerah.
" Aku bilang diam ya diam. Seharusnya kamu bujuk Andrian untuk patuh dengan apa yang aku katakan. Pantas saja dia tidak menurut, jika kamu saja seperti ini."
Mata mama Frida seketika membelalak. " PA! Kenapa kamu jadi menyalahkan aku dan Andrian." Ujarnya dengan nada yang naik satu oktaf.
" Lebih baik kamu diam dan makan. Aku harus ke kantor pagi." Balas Papa Hendrik.
Mama Ida berdecak kesal, dia memulai sarapannya serta pagi harinya dengan tidak semenyenagkan biasanya.
Belum juga di panggil, wanita itu sudah mengetuk pintu di ruangan Andrian. Andrian dan Salsa lantas memperhatikan ke arah sana.
" Hallo Andrian." Sapanya dengan senyuman yang merekah.
" Nona, anda belum dipersilahkan masuk." Cegah Salsa.
" Aku rasa, aku tidak perlu membutuhkan ijin dari Andrian. Dia pasti mengijinkanku kok." Jawabnya dengan sangat percaya diri. Dia bahkan tanpa rasa malu dia mengedipkan sebelah matanya.
Salsa yang melihat ini merasa takut. Dia was-was Andrian akan marah karena wanita ini lancang masuk.
" Salsa, tinggalkan kami berdua."
" Hah!! Baik, baik tuan." Salsa mengangguk hormat, dia lantas pergi darisana dan menutup pintunya.
Bianka seketika merasa bahagia, dia melangkah maju semakin dekat kearah mantan kekasihnya itu.
" Hallo Andrian. Bagaimana kabarmu, aku lihat kamu semakin tampan." Ujarnya setelah meletakkan tas limited edition-nya ke meja kerja Andrian.
" Kenapa kamu diam saja, hmm? Kamu masih marah ya denganku?"
Pantang menyerah, Bianka langsung menggoda Andrian demi meraih perhatiannya lagi. Diusapnya bahu kekar Andrian dengan begitu manja, bahkan tanpa rasa malu Bianka duduk di pangkuan mantannya.
" Kenapa kamu kembali." Terdengar ketus dengan tidak mengenakan. Tapi Andrian berkata demikian.
" Ck, ayolah Andrian. Jangan marah terus. Bukannya kamu tau alasan aku kesana. Ya aku salah, aku tau. Aku minta maaf." Kata Bianka dengan mengalungkan kedua tangannya di leher Andrian.
" Maafin aku ya. Aku salah, tapi aku lakuin itu kan demi cita-cita aku." Sambung Bianka dengan nada yang manja.
Tapi bagaimana reaksi Andrian? Ternyata dia hanya diam saja, bahkan dia sama sekali belum melihat Bianka saat wanita itu berada di atas pangkuannya.
Bianka mulai jengah, dia berdecak dan sedikit kesal. " Ck, ayolah Andrian. Stop marahnya, aku sudah balikkan! Terus kenapa kamu masih saja marah. Aku sekarang ada disini, disamping kamu lo!" Oceh Bianka.
Diraihnya dagu orang yang sangat dia rindukan. Membuat Andrian mau tidak mau menatap ke arah Bianka.
Bianka tersenyum manis, wajahnya kini semakin menunduk. Tanpa rasa malu dia mengecup bibir Andrian.
••
Lasya saat ini sedang bekerja. Dia yang bekerja sebagai sekretaris ayahnya sendiri tidak pernah membuka jati dirinya di depan pegawai lain. Bukan kehendak papa-nya, melainkan ini keputusannya sendiri.
" Papa, ini ada beberapa dokumen yang harus papa tanda tangani." Lasya menyerahkan beberapa dokumen ke depan papa Edwin.
Papa Edwin menatap putrinya sesaat. " Duduklah, papa ingin bicara."
Lasya menurut, tanpa ekspresi bingung atau ekspresi apapun, dia duduk di kursi depan papa sekaligus atasannya. " Ada apa pa? Papa ingin bicara apa?"
Papa Edwin membisu beberapa detik. Membuat Lasya yang melihatnya menjadi bertanya-tanya sendiri.
" Pa?" Panggilnya.
" Ya, papa dengar." Jawab papa Edwin.
" Papa mau bicara apa? Kenapa papa tiba-tiba diam?"
Papa Edwin meyakinkan dirinya sendiri. Dia kini berani bertanya. " Papa cuma mau bilang. Bukannya hari ini kamu harus mempersiapkan baju pengantin? Kenapa kamu masih disini dan bekerja?"
Bibir Lasya seketika bungkam. Pupil matanya seketika menatap bawah.
" Apa kamu keberatan dengan perjodohan ini? Papa bertanya bersungguh-sungguh?" Sambung papa Edwin.
Jari-jemari Lasya saling meremat, ingin menjawab jujur. ' Kalau aku bilang iya, pasti papa akan sakit hati. Aku sebagai anak sebaiknya menurut saja. Aku yakin papa menjodohkan aku dengan pria yang sangat baik.' Gumamnya dalam hatinya.
" Aku tidak keberatan kok pa!" Kilah Lasya. Demi meyakinkan ucapannya dia mengatakan ini dengan senyuman yang melengkung indah.
Papa Edwin seketika berbinar. Lega sudah hatinya ketika putrinya menerima dengan senang hati jodoh yang sudah dia tetapkan.
" Kalau begitu lebih baik kamu datang ke Fabric charm beautique. Buatlah pakaianmu sesukamu, papa mau kamu tampil cantik dan anggun di pelaminanmu."
" Baik pa. Tapi bagaimana dengan pekerjaanku pa? Aku masih banyak pekerjaan disini?" Balas Lasya.
" Jangan pikirkan pekerjaan. Papa bisa menghandle-nya."
" Baiklah kalau begitu. Aku akan ke butik."
" Ya, berhati-hatilah. Tampillah membanggakan sebagai putri papa." Kata Papa Edwin dengan mata yang berbinar-binar.
Lasya yang melihat ini langsung mengangguk seolah dia sangat yakin.