Devina adalah seorang mahasiswi miskin yang harus bekerja sampingan untuk membiayai kuliahnya dan biaya hidupnya sendiri. Suatu ketika dia di tawari dosennya untuk menjadi guru privat seorang anak yang duduk di bangku SMP kelas 3 untuk persiapan masuk ke SMA. Ternyata anak lelaki yang dia ajar adalah seorang model dan aktor yang terkenal. Dan ternyata anak lelaki itu jatuh cinta pada Devina dan terang-terangan menyatakan rasa sukanya.
Apakah yang akan Devina lakukan? apakah dia akan menerima cinta bocah ingusan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tami chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kejadian tak terduga di bioskop.
Hari minggu yang di tunggu akhirnya tiba. Kali ini Devi sudah tak bingung lagi dengan baju yang akan dia pakai, karena dia menyempatkan diri untuk membeli baju sebelumnya. Yah, memang baju trifting harga 50rb tapi cukup worth it lah. Devi sudah mencucinya dengan bersih lalu menyetrikanya hingga licin.
Dia mematut dirinya di depan kaca jendela kamarnya, dan merasa puas.
Devi mengenakan kemeja putih berbahan linen yang jatuh dan pas di badannya, dengan lengan panjang namun dia gulung hingga siku, di padukaan dengan skinny jeans warna biru dongker. Dia merasa percaya diri dengan penampilannya. Dan semoga penampilannya nggak begitu njomplang dengan Devan.
Ya walaupun Devan tetap keren walaupun hanya pakai celana kolor.
Saat sedang asyik memperhatikan penampilannya, Telpon berdering. Dengan segera Devi mengambilnya karena dia yakin Devanlah yang menelpon.
"Halo?"
"Udah siap?"
"Udah," jawab Devi ceria.
"Aku sudah di depan gang-"
"Oke! aku langsung turun!" Devi segera mematikan ponselnya dan memasukkannya pada tas ransel mungil yang selalu dia pakai kemanapun. Dengan setengah berlari, Devi keluar dari kamarnya untuk menemui Devan.
Devi menghentikan langkahnya saat melihat Devan, napasnya bahkan terhenti sejenak karena terpesona pada Devan yang tengah duduk di atas motornya. Kenapa setiap harinya bocah itu selalu terlihat begitu memukau!
Devan pun terdiam mematung saat melihat penampilan Devi, lalu dia tersenyum, "ayo"
Devi tersenyum kaku, sambil berjalan mendekati Devan yang sudah menunggunya.
"Cantik sekali," puji Devan saat Devi naik tepat di belakang Devan.
Devi langsung merona malu, dalam hati dia melonjak gembira karena Devan memuji penampilan nya saat ini.
"Aku sudah pesan tiketnya secara online, jadi nanti kita masuknya agak telat saja ya," ucap Devan di sela-sela mengemudikan motor.
Devi mengangguk, dia mengerti situasi Devan. Dia pasti tak ingin terekspose dan memancing kegaduhan karena kemunculannya di bioskop.
"Mau popcorn? biar aku belikan dulu," ucap Devi sambil mengeratkan pelukannya.
Devan mengusap punggung lengan Devi yang melingkar di perut yang sambil mengangguk, "boleh," jawabnya.
Hanya duduk di motor sambil berpelukan saja sudah membuat Devi sangat bahagia. Jujur, sampai sekarang Devi masih tak percaya bahwa dia bisa sedekat ini dengan seorang Devan. Dia juga masih tak habis pikir kenapa seorang Devan yang sangat tampan dan terkenal bisa jatuh hati padanya yang biasa saja dan tak punya kelebihan apapun.
Saat sampai di area parkir bioskop, Devi bergegas masuk terlebih dahulu untuk membeli sekotak besar popcorn dan dua gelas minuman soda. Tepat saat pesanannya selesai, Devan pun masuk ke dalam bioskop dan berjalan menuju pintu masuk studio tempat tujuan mereka. Film sudah mulai beberapa menit yang lalu, sehingga lampu di dalam studio sudah mati. Devan dan Devi pun dengan leluasa masuk lalu mencari tempat duduk mereka.
Devan sengaja mengambil tempat duduk yang ada di pojok kanan agar tak terlalu ter-ekspose oleh orang-orang di samping kanan kirinya.
"Film apa yang kamu pilih?" bisik Devi sambil mendekatkan wajahnya ke samping Devan.
"Zombie," jawab Devan cepat.
"Waduh... kenapa nggak film romantis aja sih? aku takut," ucap Devi.
Devan haanya terkekeh sambil melanjutkan nontonnya.
"Uuhh.. aahh...hmmmph..."
Terdengar suara desahan dan rintihan, membuat Devi terkesiap dan menoleh ke arah Devan. "Suara apa itu?"
Devan mengangkat bahu sambil menggeleng -tak tahu-.
"Geli... ahhh..." desahan itu kembali terdengar membuat Devi naik pitam.
Ini di bioskop! bukan di hotel melati! kenapa sih mereka harus mesum di sini! di depan Devan lagi! Devan itu baru 15 tahun! jangan sampai otaknya di cuci oleh ulah mesum manusia-manusia nggak bertanggung jawab ini.
Devi mendongakkan kepalanya, mencari-cari asal suara yang mengganggu itu.
Ternyata pelakunya tepat di depan kursi Devi dan Devan. Devi pun mendengus kesal melihat sepasang manusia yang sedang bercumbu mesra dengan tak tau malu itu.
"Tutup wajahmu, Dev!" titah Devi sambil menyerahkan popcornnya pada Devan. Devan menurut, dia menutup wajahnya dengan kotak popcorn.
Setelah merasa aman, Devi menendang kursi yang ada di depannya dengan keras, membuat orang yang sedang duduk itu terkejut dan dengan refleks melepaskan pagutan bibir mereka lalu menoleh menatap Devi.
"Ke hotel melati saja sana! ganggu aja!" kesal Devi sambil melotot.
Mereka berdua tampak malu, lalu bergegas pergi, tak mau melanjutkan menonton. Karena nampaknya menonton bukan tujuan awal mereka masuk ke sini.
"Dev, aman!" ucap Devi sambil tersenyum puas.
Devan menjauhkan kotak popcornnya, lalu tersenyum menatap Devi.
"Udah kaya satpol PP aja," ucapnya sambil terkekeh.
"Habisnya, mesum nggak liat-liat! gimana kalau sampai kamu jadi ikut-ikutan! kan bahaya!" ucap Devi sambil melipat kedua tangannya di dada.
Devan memajukan tubuhnya, hingga wajahnya mendekat ke telinga Devi, "tenang saja, 3 tahun lagi aku pasti lebih hebat dari mereka," bisiknya sambil tersenyum nakal.
Devi membola karena terkejut.
"Devan!!" pekik Devi.
"Ssttt!!!!" beberapa orang yaang ada di dalam studio langsung memperingati Devi untuk Diam, membuat Devi merosot di kursinya karena merasa malu.
Saat film selesai, namun lampu di dalam studio belum menyala, Devan bergegas mengajak Devi untuk keluar. Dia menarik tangan Devi, dan Devi pun berjalan cepat mengikutinya.
Belum sampai ke pintu keluar, tiba-tiba lampu menyala. Devan gugup dan menutup wajahnya dengan tangan. Devi pun membantu menutupi wajah Devan dengan tasnya. Mereka berdua berlari menuju pintu keluar dan terus ke area parkir. Saat sampai di dekat motor, barulah mereka berhenti lalu saling pandang dan tertawa terbahak-bahak.
"Lain kali, kita nonton di kos an ku aja, atau di kamar kamu, biar nggak deg-degan kayak gini!" ucap Devi sambil memegang dadanya yang masih berdebar kencang.
Devan tersenyum memandang Devi lalu, mendekat dan melingkarkan tangannya di bahu Devi, "maaf ya..." bisiknya sambil mengeratkan pelukannya.
"Eh? nggak, bukan lagi nyalahin kamu..." ucap Devi gugup sambil mendorong pelan tubuh Devan.
Devan tak bergeming, dia tetap diam dan memeluk Devi. Hembusan napasnya menyapu leher Devi dan membuatnya merinding disko.
"Pengen peluk sebentar," pinta Devan.
Devi pun mendesah lalu menepuk punggung Devan dengan lembut.
"Habis ini, kita mau ngapain? makan?"
Devan mengangguk, kepalanya masih betah nangkring di bahu Devi.
"Mau makan apa?" tanya Devi yang mulai gemetaran, karena merasakan hidung Devan menyapu lehernya.
"Apa aja..." bisiknya.
"Oke.. hehehe... udah ya..." Devi berusaha menjauhkan tubuh Devan, bisa bahaya kalau di teruskan, bisa-bisa mereka ketularan pasangan mesum tadi. Apalagi area parkir ini sebentar lagi pasti akan ramai dengan pengunjung bioskop yang sudah selesai menonton.
"Buruan pergi, sebelum ramai," Devi menarik Devan agar naik ke atas motor, lalu dia pun ikut naik tepat di belakangnya.
"Makan di rumahku saja, ya? mumpung di rumah lagi nggak ada siapa-siapa," ucap Devan.
Wajah Devi langsung merona karena di penuhi pikiran kotor, "nggak! mending kita ke caffe nya Kak Vinvin!"
Devan mendengus kecewa, namun akhirnya menurut dengan permintaan Devi.
Devi mendesah lega.
Saat motor Devan melaju, Devi sempat melihat sebuah siluet seseorang yang sangat dia kenal. Dia sempat menoleh untuk memperhatikan orang tadi, namun orang yang di maksud sudah menghilang.
"Nggak mungkin, pasti hanya perasaanku saja..." gumamnya dengan tangan gemetar.
termasuk saya yg baca🤭
restu belakangan..penting devan padamu🤭🤭🤭