NovelToon NovelToon
Adik Angkat Tersayang

Adik Angkat Tersayang

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Terlarang / Teen Angst / Diam-Diam Cinta / EXO / Trauma masa lalu
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Chinchillasaurus27

Tentang kisah seorang gadis belia yang tiba-tiba hadir di keluarga Chandra. Gadis yang terluka pada masa kecilnya, hingga membuatnya trauma berkepanjangan. Sebagai seorang kakak Chaandra selalu berusaha untuk melindungi adiknya. Selalu siap sedia mendekap tubuh ringkih adiknya yang setiap kali dihantui kelamnya masa lalu .

Benih-benih cinta mulai muncul tanpa disengaja.

Akankah Chandra kelak menikahi adiknya itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chinchillasaurus27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Trauma

Setelah dari mall, gue sama Gaby sekarang otw pulang kerumah karena udah malem, belum mandi juga. Gaby masih cengenges-cengengesan nih di dalem mobil, pasti dia belum move on sama kejadian tadi.

"Udahlah jangan cengengesan mulu, diem gak apa gue turunin!" ancem gue. Anjir gue malu kalo keinget kejadian tadi.

Gaby gak menggubris, dia malah sekarang tertawa terbahak-bahak. Sumpah, pengen tak hiiihh!

"Tadi sama Kak Cio dividioin beneran gak sih. Gue mau minta deh kalo ketemu. HahahahaHahahaha."

"Kurang ajar!"

Tiba-tiba ponsel gue yang lagi ada dikantong celana bergetar.

"By By By ada yang telfon nih cepet ambilin." ucap gue sambil mendekatkan pinggul gue ke Gaby. Gaby langsung merogoh kantong gue.

"Yah...gak keangkat. Dari mama."

"Yaudah tunggu aja, ntar juga telfon lagi." ucap gue.

Ettt tapi tiba-tiba Gaby menitihkan air mata. Kaget dong gue, gak kesenggol gak apa kenapa dia tiba-tiba nangis sih.

"Aku kangen mama papa." lirih Gaby.

Jujur aja gue speechless dengernya.

Emang baru kali ini sih Gaby ditinggal pergi sama gue doang di rumah, biasanya mah diajak terus kemana-mana. Mungkin bagi Gaby, dia belum terbiasa ditinggalin kek gini, mana lama banget mama papa perginya.

"Cup..." Gue cuma bisa mengatakan itu ke dia.

Gue bingung guys cara menenangkannya gimana.

Setelah berkendara beberapa menit, akhirnya mobil gue sampek di depan rumah.

Gue liat Gaby sebentar.

Karena gue gak tega nyuruh Gaby buat buka gerbang, akhirnya gue sendiri aja yang buka.

Srreeettt...

"SURPRISEEEE!!!!!!"

Gue kaget, tapi untung gak sampek serangan jantung. Gue mengelus-elus dada kiri gue. Gue lihat anak-anak lagi bawa terompet sama pakek topi kerucut di kepalanya. Mereka juga meletusin confetti ke udara hingga halaman gue kotor penuh confetti berserakan.

Si Silvy kemudian datang bawa kue tart pakek lilin bentuk angka 23.

"Ini apaan?" tanya gue pada mereka.

"Lo ulang taun goblok!" ucap Bimo yang sekarang lagi makein gue topi kerucut.

"Alah lo pakek acara pura-pura lupa deh Bang." timpal Sean.

Sumpah gue lupa beneran bangsat!

"Sayang Happy Birthday." ucap Silvy yang ada di hadapan gue. Dia natap gue. Dia lalu mendekatkan kue tartnya itu ke gue. Cio lalu menyalakan lilinnya pakek korek api.

"Make a wish! Make a wish!" ucap Gaby yang udah ada di samping gue. Entahlah sejak kapan dia turunnya, eh udah nongol di sisi gue aja.

Gue menengadahkan kedua tangan gue buat berdoa. Kemudian memejamkan mata gue sebentar. Setelah berdoa gue tiup lilin yang ada di hadapan gue itu.

"YEAYYYYY!!!" teriak anak-anak. Gue cuma bisa senyum karena ini benar-benar kayak acaranya anak kecil.

"Nyanyi ulang taun dulu!" seru Samuel.

Lalu mereka semua nyanyiin gue lagu ulang tahun buat gue. Mereka joget-joget gak jelas sekarang. Gaby apalagi, dia loncat-loncat kayak kodok di sebelah gue.

"Ayok masuk dong. Gue pengen makan kue nya nih!" seru Bimo.

Gue lalu membukakan pintu rumah gue buat mereka. Mereka semua langsung berbondong-bondong masuk.

Silvy menaruh kue tartnya di atas meja ruang tamu. Sontak anak-anak pada duduk lesehan mengelilingi kue. Raut wajah mereka gak sabar buat makan kue nya. Mereka bener-bener kayak bocah PAUD yang dateng ke acara ulang tahun temennya.

"Chan buruan potong!" pekik Bimo.

Keknya si Bimo belom makan deh.

"Sabar dong sabar. Gue ambil pisau dulu." ucap gue lalu pergi ke dapur sebentar.

Tidak lupa gue juga ambil piring kecil buat tempat potongan kue nya nanti, sekalian sendoknya juga.

Eh orangnya berapa ya, gue itung dulu deh.

Gue kembali ke ruang tamu. Gue menghitung jumlah mereka. Lah gue baru sadar ternyata Ken gak ada disini.

Hanya dia doang yang gak ada.

Dia kemana? Apa dia masih kesel sama gue gara-gara kejadian di toko kemarin ya?

"Eh Chan mana? Kok malah ngelamun sih lo? Ini Dio udah laper nih!" celetuk Bimo yang auto kena tampol sama Dio.

Gue langsung bergegas kesana.

"Nyanyiin lagu potong kuenya dulu dong." Gue sambil bersiap-siap motong kue.

"Alah kelamaan Chan!" ucap Cio.

"Udah potong aja!" timpal Sean.

"Yang rapi motongnya!" pesen Samuel.

Gue lalu memotong kue nya dan menaruhnya ke piring kecil. Belum juga gue suruh ambil, eh anak-anak udah pada ambil satu-satu. Si Bimo apalagi, dia nambah terus makannya.

"Eh selfi dulu dong." ucap Silvy lalu mengeluarkan ponsel dari saku cardigannya. Dia kemudian maju ke depan kita semua.

"Cheese!!! "

"Lagi-lagi!!" Anak-anak merubah posenya. Yang tadinya duduk berubah jadi nungging. Yang tadinya nungging kini berubah jadi goleran di lantai. Bahkan si Bimo sama si Sean naik ke atas sofa lalu pose gendong-gendongan. Duh gue khawatir sofa gue jebol.

Gue lihat Gaby yang ada di sebelah gue. Lahh dia makannya belepotan kayak anak kecil.

"Yang rapi dong." ucap gue sambil mengusap krim di sekitar bibirnya pakek ibu jari.

Sekarang udah pukul setengah 10 malem, setelah selesai ngerayain ulang tahun gue anak-anak pada pamit buat pulang ke rumah masing-masing. Gue sama Gaby mengantar mereka sampai depan gerbang.

Saat giliran Silvy mau pulang, dia narik tangan gue hingga ke belakang mobilnya. Dia meluk gue sebentar sambil ngebisikin selamat ulang tahun, katanya kadonya besok dia yang milih hotel.

Gue membalas pelukan Silvy sangat erat kemudian mencium bibirnya.

Hanya ciuman singkat karena gue takut kalo dilihat sama anak-anak apalagi sama Gaby. Malu dong.

...***...

"Dek, kalo mau tidur mandi dulu." pesen gue pada Gaby sebelum berpisah masuk ke kamar masing-masing.

"Enggak deh, udah malem aku gak berani." Gaby menampilkan raut wajah takutnya.

"Nanti gak bisa tidur loh."

"Cuci muka aja."

"Dibilangin kok."

"Nanti kalo ada hantu gimana?"

"Gak ada." ucap gue sambil memasang wajah datar.

"Adaaa!"

"Yaudah apa mandi sama gue aja?"

"Lo mau gue pukul?" Gaby langsung mengepalkan tangan kanannya.

"Tapi lo harus mandi loh. Biar gak mimpi buruk lagi." ucap gue, serius.

Gaby kemudian berpikir sebentar. Lalu dia menatap gue.

"Kalo gitu tungguin di kamar gue ya."

"Yaudah deh. Sekalian gue mandi di kamar mandi lo."

Gaby auto melotot.

"Setelah lo selesai maksudnya." ucap gue.

Gue sekarang lagi nungguin Gaby mandi. Gue cuma duduk-duduk di ranjang dia. Sesekali dia panggil-panggil gue dari kamar mandi, katanya buat mastiin gue masih ada apa enggak.

Ya masih ada dong By!

Sebenarnya gue pengen kerjain dia yang lagi mandi itu, tapi gak ah udah malem gini. Takut teriakannya mengganggu tetangga yang udah tidur nanti.

Bel rumah tiba-tiba bunyi.

"By gue bukain pintu dulu ya. Ada tamu tuh."

"Siapa malem-malem?" tanya Gaby dari dalam kamar mandi.

"Ya gak tau, makanya aku cek dulu."

"Jangan lama-lamaa."

"Iya bawel."

Gue langsung melangkahkan kaki menuju pintu depan. Gue buka pintu.

"Loh Ken?" Gue kaget kenapa Ken malem-malem kesini. Anak-anak kan udah pada pulang.

Ken lalu masuk rumah gue tanpa gue persilahkan. Gue cuma diem sambil ngelihatin dia. Ken sekarang duduk di sofa ruang tamu.

"Gue mau ngomong sama lo Chan." ucap dia.

Gue cuma diem sama nyiapin kuping buat denger dia mau ngomong apa ke gue.

"Gue gak pacaran sama adek lo." ucap Ken. "Jadi adek lo itu jujur, emang kita gak ada hubungan apa-apa. Gue dateng kesini mau klarifikasi ini sama lo Chan. Sekarang tolong jangan suudzoni kita lagi. Please..."

Seketika gue menghela napas panjang.

"Iya Ken, gue yang salah. Gue udah nuduh lo yang enggak-enggak. Sorry ya."

Ken mengangguk, kemudian terlihat berpikir sebentar.

"Chan lo tau gak kenapa gue deket banget sama adek lo?"

Gue menggeleng.

"Karena Gaby udah gue anggep sebagai adek gue sendiri. Jadi maksud gue selama ini gue cuma mau bantuin lo buat ngejagain Gaby."

Gue lihat Ken tulus ngomongnya. Dia ngomong apa adanya.

Emang sih dari dulu dia selalu ada buat gue dan Gaby. Kalo gue mintain tolong dia selalu bantuin, gak pernah pamrih juga. Gue sekarang ngerasa salah banget sama dia. Gue menyesal hampir berantem sama dia kemarin di depan toserba. Hanya gara-gara masalah sepele doang anjir. Memang tolol sih gue.

"Ken gue juga minta maap ya."

Ken mengangguk dia kemudian menggeser duduknya lebih dekat sama gue. Dia menepuk-nepuk pundak kanan gue pelan.

"Oh iya. Chan Happy Birthday ya." ucap Ken.

"Makasih."

Oke berarti masalah Ken sama gue sekarang udah clear. Gue gak mau suudzon lagi sama Ken. Gue menyesal.

"Gaby udah tidur ya?" tanya Ken.

"Belum dia masih mandi."

"Oohh.."

"Lo mau kue? Tadi masih sisa. Gue ambilin ya?" tanya gue coba menawari Ken.

"Boleh." jawab Ken.

Belum juga gue berdiri mau ambil kue tiba-tiba.

Pet.

Mati lampu.

"AAAKKHHHH!!!" suara Gaby menjerit dari kamar mandi.

Gue langsung berlari ke atas. Gue gak peduli jalan gue kelihatan apa enggak.

Tubuh gue menabrak segala hal yang menghalangi jalan gue, hingga akhirnya gue telah sampai di kamar mandi Gaby.

Dia masih menjerit-jerit. Gue langsung mengambil handuk yang biasanya tergantung di gantungan pintu kamar mandi lalu menyelimutkannya pada tubuh Gaby. Gue memang gak bisa lihat tapi gue tau tubuh Gaby ada di sebelah mana.

Gue langsung memeluk tubuhnya. Gue merasakan rambutnya masih basah kuyup dan bergetar. Gaby menangis ketakutan di dalam pelukan gue.

"Udah, cup cup jangan nangis kakak disini."

Gaby masih tetap menangis. Dia itu sangat takut dengan gelap.

Gue coba membawanya keluar dari kamar mandi. Menuntunnya. Kita berjalan pelan-pelan agar tidak menabrak sesuatu di depan kita. Hingga akhirnya gue melihat sekilas cahaya menyorot masuk ke kamar Gaby.

Itu Ken, dia menggunakan lampu flash di ponselnya untuk menyenteri kita. Dia kemudian masuk ke kamar. 

"Udah ya nangisnya. Itu Ken bawa senter tuh, udah gak gelap lagi dek." ucap gue mencoba menenangkannya.

Gue tidak tahu mengapa dia sangat membenci gelap. Mungkin dulu dia pernah mengalami kejadian yang tidak mengenakkan ketika gelap. Entahlah Gaby tidak pernah cerita pada gue.

"Pakek baju dulu ya biar gak masuk angin." ucap gue.

Gue kasihan dengan Gaby. Badannya menggigil di pelukan gue.

"Gak mau. Nanti aja kalo udah hidup lampunya." kata dia sambil sesenggukan.

"Yaudah iya."

Tiba-tiba gue lihat sesuatu. samar-samar gue lihat ada darah yang mengalir di lantai, di bawah kita.

Ini darah siapa?

Jangan-jangan Gaby terluka?

"Woy Chan kaki lo keluar darah!" pekik Ken yang saat ini menyenteri kaki gue.

Sontak gue sama Gaby melihat ke arah kaki gue. Bener kaki gue luka. Darahnya sampek ngalir ke lantai.

Gue amat kaget, si Gaby apalagi, dia langsung loncat.

"Kok bisa luka?" tanya Gaby yang sekarang lagi berdiri sambil pegangin handuknya.

"Gak tau." jawab gue.

Gue juga heran, orang gak ngerasa sakit sama sekali, tau-tau udah berdarah aja.

Gue gak inget bisa dapet luka ini dari mana. Mungkin tadi gak sengaja kecantol apa gitu waktu lari ke kamar Gaby.

Ken lalu ambilin gue tisu diatas meja belajarnya Gaby. Gue langsung aja lap darah gue sedangkan Ken yang nyenterin.

"Chan kayaknya dalem deh." Ken mendekatkan lampu flash ponselnya ke kaki gue. "Ini kecil tapi kelihatannya dalem, darahnya gak berhenti-berhenti." ucap Ken lagi.

"Terus gimana dong?" tanya Deby sambil merengek.

"Kayaknya perlu dijahit deh. Gue minta tolong sama Om gue aja ya. Dia dokter, mungkin bisa bantuin. Dia rumahnya deket sini aja kok. Mudah-mudahan belum tidur. Gue jemput dia dulu ya, suruh kesini?"

Ken langsung aja pergi ke tempat yang dia maksud. Di kamar tinggallah gue sama Gaby doang.

"Sakit ya Kak?"

"Enggak. Gak kerasa apa-apa. Sumpah deh. Aku aja juga gak nyangka tiba-tiba punya luka." ucap gue.

Tiba-tiba gue denger isak tangis. Gue lihat Gaby mulai nangis.

"Loh kenapa nangis lagi????"

"Pasti gara-gara aku." lirih Gaby.

"Enggak By, ini tuh kecelakaan. Gak papa kok, gak sakit. Udah sini sini duduk sini." Gue nyuruh Gaby duduk di sebelah gue.

Gue peluk dia lalu menyuruhnya supaya menyenderkan kepalnya di bahu gue.

Si Gaby masih terus nangis dan nangis. Gaby emang gitu, suka merasa bersalah.

"Udah jangan nangis dong. Kakak yang luka aja gak nangis sama sekali kok." Gue terus mencoba mengucapkan kata-kata menenangkan sembari mengelus-elus punggungnya agar tangisnya reda.

"Aku takut kalo Kakak gak bisa jalan lagi gimana?"

"Astaga Gaby, gak bakal. Liat nih masih bisa nih." kata gue sambil mencoba menggerak-gerakkan kaki gue ke udara.

Tiba-tiba lampunya hidup. Listriknya udah nyala.

"Alhamdulilah." ucap gue.

Gue lalu lihat Gaby yang masih telanjang dan cuma dililit handuk.

"Pakai baju gih. Nanti dilihat Ken."

Dia mengangguk, lalu pergi pakai baju.

Gue lihatin luka di kaki gue. Gue masih heran kok bisa sampek luka sih, benda apaan yang gue tabrak tadi. Gue coba inget-inget tapi tetep gak inget.

Akhirnya kaki gue udah dijahit, gue dapet 4 jahitan. Jadi kaki kanan gue ini kegores sesuatu sehingga robek. Robeknya kecil tapi dalem, makanya darahnya gak berhenti-berhenti.

"Untuk sementara jangan makan telur sama ayam, tunggu lukanya kering." ucap Omnya Ken kemudian ngasih obat pereda nyeri.

"Iya terimakasih Om." ucap gue.

Semuanya udah beres, Ken lalu mengantar omnya itu kembali pulang. Sekalian Ken-nya juga pulang kerumahnya karena hari udah malem.

Gaby menghampiri gue yang lagi tiduran di ranjangnya. Dia masih natap gue dengan tatapan sedihnya.

"Sini. Ayo tidur dek. Udah malem, besok kesiangan loh."

Gaby kemudian melangkahkan kakinya menuju ranjang. Dia sekarang naik ke atas ranjang bersama gue. Dia menatap gue.

"Aku minta maaf ya." ucapnya.

"Minta maaf buat apa? Kan kakak udah bilang bukan salah kamu."

Dia mulai mewek lagi, langsung aja gue tarik badan dia hingga jatuh menimpa dada gue yang ada dibawahnya.

Gaby gak berontak sama sekali. Kini dia berada di dalam rengkuhan gue. Tiduran, saling berpelukan.

"Udah ya jangan nyalahin diri kamu terus. Kakak gak suka ya."

Gaby tidak bergeming, dia terus terdiem.

Gue merasakan napasnya berhembus dengan teratur di leher gue. Sangat hangat dan menenangkan.

"Kamu gak mau cerita sama Kakak, kenapa kamu takut banget sama gelap?" tanya gue.

Gaby tidak langsung bercerita, mungkin dia masih ragu untuk membaginya dengan gue.

Beberapa menit berlalu, akhirnya dia angkat suara.

"Mama sering kunciin aku di ruang bawah tanah. Di sana gelap, aku gak bisa napas. Sesek Kak. Padahal Gaby gak nakal, Gaby inget gak ngelakuin apa-apa. Tapi tiba-tiba Mama mukulin Gaby, lalu Gaby diseret dan dimasukin ke dalam ruangan itu. Gaby dikunciin semaleman. Gaby udah mohon-mohon sama Mama tapi percuma. Gaby bener-bener sangat takut disana..."

Perasaan gue berubah menjadi sangat sedih setelah mendengar cerita Gaby. Gue gak menyangka dia pernah mengalami hal semengerikan itu saat kecil. Pasti sangat tidak mudah untuk melupakannya sampai sekarang.

Jelas, sampai saat ini dia masih trauma.

Gue tidak bisa berkata apa-apa lagi. Gue hanya diam sambil mengeratkan pelukan gue pada Gaby.

Tiba-tiba gue merasakan tetesan air membasahi leher gue.

Ya, Gaby kembali menangis. Kini tubuhnya bergetar hebat karena menangis.

Gue membelai kepalanya. "Gaby, tidak apa-apa. Menangislah kalo itu yang kamu mau. Tuntaskan aja semuanya. Biar kamu lega..."

~tbc...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!