Kaina Syarifah Agatha. Gadis cantik yang cerdas. Mengetahui dirinya dijodohkan dengan pria pujaannya. Sam.
Samhadi Duardja Pratama. Pria yang diidolai Kai, begitu nama panggilan gadis itu. Sejak ia masih berusia sepuluh tahun.
Sayang. Begitu menikah. Berkali-kali gadis itu mendapat penghinaan dari Sam. Tapi, tak membuat gadis itu gentar mengejar cintanya.
Sam mengaku telah menikahi Trisya secara sirri. Walau gadis itu tak percaya sama sekali. Karena Trisya adalah model papan atas. Tidak mungkin memiliki affair dengan laki-laki yang telah beristri.
Kai menangis sejadi-jadinya. Hingga ia terkejut dan mendapati kenyataan, bahwa ia mendapat kesempatan kedua.
Gadis itu kembali pada masa ia baru mengenal Sam selama dua minggu, sebagai pria yang dijodohkan dengannya.
Untuk tidak lagi mengalami hal yang menyakiti dirinya. Gadis itu mulai berubah.
Bagaimana kisahnya? Apakah Kai mampu merubah takdirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KAINA SYARIFAH AGATHA
Para wartawan mengambil banyak gambar pada wajah cantik dengan binaran mata jeli.
"Saya memperkenalkan putri saya kehadapan publik karena selama ini, saya memang menyembunyikannya. Tetapi, setelah saya lihat banyak orang malah menyakiti bahkan menghina putri saya. Sekarang saya akan tekankan bahwa rumor yang beredar di luar itu tidak benar!" tegas Umar panjang lebar dengan sorot mata tajam.
Febri mengelus lengan cucu perempuannya. Kai menatap neneknya dengan binaran rindu. Wanita tua yang masih memancarkan kecantikannya itu pun mencium kening cucunya.
"Nanti, malam Kakekmu baru tiba dari perjalanannya di luar negeri," ujar Febri memberi tahu.
Kai yang belum pernah melihat ujud sang kakek sangat antusias. Matanya berbinar dan berharap hari cepat berlalu.
"Nona Agatha apa tanggapan anda tentang rumor yang sudah menjelekan anda di luar sana?" tanya salah satu wartawan.
"Saya tak ambil pusing. Toh, kita tak bisa memaksa seseorang untuk menyukai diri kita. Saya berlaku arogan dan sombong hanya pada tempatnya. Mungkin karena Ayah saya Agatha mereka langsung mengklaim saya sombong," jawab acuh Kai.
"Nona, dari penampilan anda kalah jauh dengan kakak anda Trisya. Apa anda sebegitu kurang bergaulnya kah? Hingga fashion yang anda kenakan ini ... maaf terkesan murahan!" sindir salah satu wartawan.
"Yang penting saya tidak telanjang. Terima kasih. Saya kira cukup sekian!" ujar Kai mengakhiri sesi wawancara.
Para wartawan pun digiring keluar padahal mereka belum puas akan jawaban yang dilontarkan Kai masalah perbedaannya dengan sang Kakak.
Sedang di tempat lain. Arin menatap putrinya dengan tatapan entah. Sungguh ia bangga karena sang putri adalah keturunan Agatha. Arin merasa statusnya makin naik. Orang-orang mulai menilai dirinya sebagai ibu dari pewaris tunggal Agatha. Tiba-tiba.
Prang! Sebuah benda di lempar mengenai guci di sebelah televisi berukuran 35". Arin membelalak setelah melihat siapa yang melempar benda tersebut.
"Trisya, apa yang kau lakukan!" bentak Arin kini mulai tak sabar menghadapi putri sulungnya itu.
"Oh ... jadi kamu sudah berani bentak saya, iya!" tekannya jumawa pada ibu kandungnya sendiri.
"Kenapa? Selama ini Ibu menuruti apa maumu!" sentak Arin tak terima.
"Tentu. Ibu harus menuruti semua mauku!'' bentak Trisya balik. "Apa kau lupa apa yang kutahu. Ibu!"
Arin menatap tak percaya pada putrinya itu. Trisya tersenyum sinis pada wanita yang melahirkannya. Menatapnya dengan pandangan remeh. Perlahan ia mendekati ibunya lalu memajukan wajahnya ke sisi wajah sang ibu yang terlihat pias.
"Kita sama, Bu. Bahkan aku tahu bagaimana buruknya sikapmu di belakang Ayah," bisiknya pelan di telinga Arin sambil tersenyum sinis.
"Apa yang kau tahu! Jangan sembarangan kamu!" bentak Arin mengelak tuduhan putrinya.
"Sssstt!" Trisya mencengkram dagu ibunya dengan kasar.
Arin berontak ingin melepaskan cengkraman itu.
"Diam!" desis Trisya.
Gadis itu sudah tak waras, mengasari ibunya sendiri. Arin merasa gagal mendidik putrinya itu. Dagunya terasa sakit dan perih. Kuku Trisya yang panjang menancap di kulit halus sang ibu.
"Dengarkan aku Ibu. Sekarang pergilah ke rumah suamimu. Minta maaflah. Rayu dia seperti pertama kau merayunya. Beri dia tatapan meminta iba. Mengemis lah jika perlu!' tekan Trisya.
Gadis itu menghempaskan wajah Arin dengan keras. Kuku yang menancap membuat luka panjang di dagu wanita itu.
"Uugghh!" desis Arin kesakitan. "Kau kasar sama Ibu, Nak!"
"Oh ya? Lebih kasar mana perbuatan mu padaku?" tanya Trisya balik.
Lalu ia membisikkan lagi sesuatu yang membuat Arin tak berkutik. Wanita itu menjauhi putrinya.
"Pergi temui suamimu!" titah Trisya.
"Trisya ... Arin ... ada apa ini?" tiba-tiba Sonya datang.
Trisya langsung pura-pura menangis dan memeluk ibunya. Arin tergagap mendapat perlakuan itu.
"Bu, maafkan aku. Aku nggak sengaja mecahin guci itu. Aku hanya kesal sama Ibu yang lebih perhatian pada Kai," ujarnya berdrama.
"Kenapa jika memang ibumu memperhatikan Kai? Dia adikmu!" sahut Sonya.
Trisya gelagapan. Ia lupa jika pada Sonya. Neneknya itu tidak ada dibagian hasutannya. Sonya yang memang berjaga jarak dengan putrinya ketika menikah dengan sosok Agatha. Wanita itu tidak ingin orang mencap dirinya aji mumpung.
Trisya sedikit abai dengan wanita ini. Makanya kemarin ketika Arin mengarang cerita tentang perlakuan Kai yang kasar pada dirinya dan Trisya ia tak percaya begitu saja.
"Bagaimana kau mendidik putrimu hingga ia sampai membencimu?" tanya Sonya tak percaya.
"Lalu siapa yang menghasut Putrimu dan bisa menguasai pendirian Umar. Ibu rasa Umar bukan pria yang gampang dihasut, terlebih oleh putrinya sendiri?" cecar Sonya pada Arin, putrinya.
Trisya hanya diam. Ia bingung memberi alasan apa. Dramanya kali ini gagal. Sonya menatap ibu dan anak itu. Melihat dagu Arin yang tergores. Ia menarik tangan putrinya untuk duduk di sofa.
"Kenapa dagumu terluka? Kau tidak bertarung dengan kucing kan?" tanya Sonya khawatir.
"Ibu ambil obat dulu ya," ujarnya lalu bergegas mengambil kotak P3K.
Trisya hanya diam mematung. Gadis itu tak berani bergerak atau mengungkapkan pendapat. Sonya bukan wanita yang gampang dibodohi. Sonya pun mengobati luka di dagu Arin.
"Arin, seumur hidup. Aku mengajarimu dengan kasih sayang. Walau kau tidak terlahir dari rahimku. Aku juga mengajarimu tentang itu," jelas Sonya.
Ya, Sonya adalah ibu sambung Arin. Ibunya meninggal dunia ketika berusia tiga tahun. Ayahnya menikah lagi dengan Sonya setahun setelah kepergian ibu kandung Arin. Sonya tak memiliki keturunan dengan ayah Arin.
"Mestinya kau bangga memberikan keturunan pada Agatha. Walau ia perempuan. Tetapi, Kaina Syarifah Agatha adalah pewaris tunggal Agatha," lanjutnya penuh kebanggaan pada cucunya itu.
"Bukan itu saja, dia adalah putrimu. Putri yang kau kandung susah payah. Makanya, Ibu heran kenapa Kai memiliki sifat arogan itu jika tak ada yang mengajarinya?"
"Dia terlahir dalam gelimang harta. Tentu saja keangkuhan itu timbul karena harta yang ia miliki!" sahut Trisya penuh kedengkian.
Sonya menggeleng. Trisya memilih pergi dari tempat itu. Ia akan menyusun rencana untuk kembali menjatuhkan Kai. Sedang Arin pun mulai berpikir untuk kembali pada Umar dan meminta maaf.
Malam datang. Sosok yang diimpikan Kai datang. Tubuh tegap dengan balutan formal yang mewah. Husain Akbar Agatha, pria berusia enam satu puluh tahun. Ya, pria itu lebih muda satu tahun dari Febri.
Sosoknya masih tegap, walau rambut telah memutih. Ketampanannya sama persis dengan Umar, putranya. Kaina memandang kakeknya penuh binaran kerinduan. Sosok yang sedari kecil ia impikan.
Pria tua itu menatap gadis yang berkaca-kaca melihatnya. Ada rasa sesak di dalam dada. Semenjak Umar memutuskan menikahi wanita berstatus ibu tunggal. Ia enggan berhubungan langsung dengan putranya itu. Istrinya lah yang mengurusi semuanya. Itu pun hanya persoalan sekitar pembantu saja. Tidak lebih.
Husain baru saja mendapat kabar, betapa kurang ajarnya para pembantu bersikap pada cucu tunggalnya itu. Bahkan rumor yang ia dengar pun ternyata hanya rekayasa seseorang yang membenci Kaina Syarifah Agatha.
Husain merentangkan tangannya. Kaina berjalan perlahan mendekat. Ketika dekat, gadis itu menatap lekat pria yang harus ia sebut kakek itu.
Husain langsung memeluk cucunya erat. Gadis itu pun terisak. Febri dan Umar pun ikut terharu.
"Maafkan Kakek ... maafkan Kakek, Cu!" ungkapnya lirih penuh penyesalan.
"Kakek ... hiks!" Kai memeluk Husain erat. Ia benar-benar merindukan kakek yang tak pernah ia lihat sebelumnya.
Kini semuanya duduk di ruang keluarga. Usai makan malam. Semuanya menuntut Kai bercerita tentang sebenarnya. Gadis itu hanya bisa menghela napas panjang.
"Aku harus mulai dari mana?" tanyanya bingung. "Apa harus dimulai ketika aku usia sepuluh tahun?"
Umar dan kedua orang tuanya hanya bisa menunduk. Betapa lama gadis ini dikucilkan, bahkan dengan keluarganya sendiri.
bersambung.
next?