Ini hanyalah fiktif belaka.
Surya selalu saja dihina oleh juragan Karya dengan kemiskinannya, dia juga selalu dihina oleh banyak orang di kampungnya karena memiliki wajah yang cacat dan juga sudah berusia tiga puluh tahun tapi belum menikah.
Ada bekas luka sayatan di wajahnya, karena pria itu pernah menolong orang yang hampir dibunuh. Namun, tak ada yang menghargai pengorbanannya. Orang miskin seperti Surya, selalu saja menjadi bahan hinaan.
"Jika kamu ingin kaya, maka kamu harus bersekutu denganku."
"Ta--- tapi, apa apakah aku akan menjadi pria kaya kalau bersekutu dengan Iblis?"
"Bukan hanya kaya, tetapi juga tampan dan memiliki istri yang kamu inginkan."
"Baiklah, aku mau bersekutu dengan kamu, wahai iblis."
Akan seperti apa kehidupan Surya setelah bersekutu dengan Iblis?
Akankah kehidupan yang lebih baik? Atau malah akan kacau?
Yuk kepoin kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak ada pilihan, elu bakal jadi milik gue.
Anggi dan juga Sehan kini sedang duduk berdampingan, keduanya nampak saling menatap dengan perasaan berbeda. Sehan menatap Anggi dengan rasa penasaran, karena wanita itu kini dirasa bertingkah aneh.
Berbeda dengan Anggi, wanita itu terlihat bersiap-siap untuk berbicara dengan Sehan. Namun, dia takut menyinggung perasaan pria itu dan berusaha untuk merangkai kata-kata sebaik mungkin.
"Sebenarnya ada apa sih? Kenapa kamu terlihat begitu aneh seperti ini?"
"Anu, Yang. Tadi ada orang kayak gitu bilang mau beli Kafe, dia---"
"Yang, jangan bicara sembarangan. Kita sudah mengeluarkan semua uang tabungan kita untuk Kafe ini, mana mungkin kita menjualnya."
Anggi mengelus dada Sehan beberapa kali, dia berusaha untuk menenangkan hati dan juga pikiran pria itu. Dia juga sama tidak ingin menjual Kafe itu, tetapi dia juga tidak ingin hidup dalam kesulitan seperti ini.
"Dengarkan aku, dia akan membeli Kafe ini. Lalu, dia akan meminta kita untuk mengelola Kafe ini secara bersamaan. Kita akan dapat uang hasil penjualan, kita juga akan dapat gaji dalam setiap bulannya. Bukankah itu bagus?"
"Tapi, Yang. Bukankah kamu sendiri yang mengatakan kalau kedua orang tua kamu itu ingin memiliki menantu yang mempunyai usaha?"
"Ya, orang itu bilangnya mau bantu kita banget. Nanti kalau kedua orang tuaku datang, kita boleh mengakui Kafe ini sebagai milik kita. Bagaimana, Yang?"
Keduanya pada awalnya terlihat berdebat, karena tentu saja Sehan tidak ingin kehilangan Kafe yang sudah dia buat dengan susah payah. Namun, setelah Anggi berusaha untuk menjelaskan, akhirnya keduanya setuju untuk menjual Kafe tersebut.
"Apa kita datangi orangnya sekarang?" tanya Sehan karena ingin memastikan nominal angka yang akan dikeluarkan orang itu untuk membeli Kafenya.
"Besok aja, ini udah sore. Aku harus balik ke kostan," jawab Anggi.
"Oke, aku manut. Aku anterin kamu kalau gitu," ujar Sehan.
Sehan mengambil mobil miliknya, lalu dia mengantarkan Anggi menuju kostan milik wanitanya. Setibanya di kostan, Anggi nampak mondar-mandir tidak jelas. Hingga tak lama kemudian dia mengambil ponselnya dan melakukan panggilan telepon kepada Surya.
"Ada apa, Cantik?"
Saat panggilan telepon tersambung, Surya langsung mengatakan hal itu. Anggi sampai terdiam sejenak, dia takut kalau Surya salah mengenali siapa yang menelpon.
"Halo, kenapa diam saja Cantik?"
Jantungnya berdebar begitu kencang sekali, dia benar-benar kesulitan untuk berbicara. Dia juga merasa aneh karena Surya terdengar begitu yakin kalau dirinya yang sudah menelpon.
"Ehm! Elu tau kalau yang nelpon itu gue?"
Akhirnya Anggi bersuara juga, tak lama kemudian Anggi mendengar suara Surya tertawa kecil di seberang telepon sana.
"Tentu saja tau, gimana? Mau jual Kafenya?"
"Iya, gue udah sepakat sama cowok gue kalau Kafenya mau dijual. Elu mau bayar berapa?"
"Dateng ke rumah gue kalau mau dibayar sekarang," jawab Surya.
"Elu gila! Ini udah malem, masa malem-malem gue ke rumah elu?"
"Mau dibayar atau gak? Kalau mau langsung dateng, gue kirim alamatnya."
Surya langsung memutuskan sambungan teleponnya, Anggi sampai merasa frustasi dibuatnya. Rasanya syarat yang diajukan oleh Surya sangatlah tidak masuk akal, karena masih ada esok hari. Tak perlu rasanya membicarakan masalah ini di malam hari seperti ini.
"Aih! Dia benar-benar ngirimin alamatnya," ujar Anggi ketika menerima pesan dari Surya.
Di dalam pesan kedua Surya sengaja menyelipkan sedikit kata ancaman, pria itu berkata tidak akan membeli Kafe itu dan tak akan ada orang yang membeli Kafe itu kalau dia tak datang sekarang.
Surya bahkan mengancam akan membuat Anggi dan juga Sehan tak memiliki peluang usaha, jika Anggi tak datang sekarang juga.
"Sial!" umpat Anggi.
Karena begitu mencintai Sehan, akhirnya wanita itu segera mengganti pakaiannya. Dia memakai kaos lengan panjang dipadupadankan dengan celana jeans, lalu dia memakai jaket dan segera pergi dari sana.
Dia pergi menggunakan mobil yang dibelikan oleh ayahnya, dia melajukan mobilnya menuju rumah Surya Dengan pikiran tak menentu.
"Gila! Rumahnya gede banget," ujar Anggi saat dia tiba di depan gerbang rumah Surya.
Dia tidak menyangka kalau ternyata Surya tinggal di perumahan yang paling mewah di pusat kota, itu artinya Surya merupakan pria yang kaya raya.
"Masuklah," ujar Surya sambil membuka pintu gerbangnya.
Anggi sampai begitu kaget dibuatnya, karena dia tidak menyadari kedatangan Surya. Anggi lebih kaget lagi ketika melihat penampilan Surya, malam ini pria itu sangat seksi sekali.
Surya hanya memakai celana training saja, dia tidak memakai baju. Dadanya yang berotot terlihat begitu menggoda, basah karena keringat dan membuat Anggi seakan menatap atlet bertubuh indah.
"Elu ngapain gak pake baju?" tanya Anggi setelah sekian lama menatap tubuh Surya dari atas sampai bawah.
"Gue abis olah raga, ayo masuk. Kita bicara di dalam," ujar Surya yang tanpa ragu menarik lengan Anggi dengan lembut untuk masuk.
"Ta--- tapi mobil gue ada di luar, gue masukin mobil dulu."
"Ga usah, aman kok."
Kini keduanya sudah duduk di ruang keluarga, Anggi terlihat begitu canggung dengan keadaan seperti ini. Mereka hanya berdua di rumah yang begitu besar, Anggi sampai menggeser letak duduknya.
"Elu sendirian aja di rumah?"
"Ya," jawab Surya.
"Gak takut?"
"Jangan mengalihkan perhatian, sekarang cepat katakan elu mau menjual Kafe itu berapa duit?"
"Kafe itu dulu dibeli dengan harga 2m sama kedua orang tua cowok gue, kalau sekarang kayaknya lebih deh. Kayaknya---"
"Gue beli 100m, tapi elu jadi cewek gue." Surya langsung memangkas ucapan dari Anggi.
"What? Elu beneran gila!"
"Hem! Gue gila, jadi gimana? Mau gak?"
"Untuk duitnya gue mau, tapi kalau selingkuh gue gak mau."
"Ya udah, besok tunggu aja tuh Kafe beneran bangkrut."
"Elu ngancem gue?"
"Iya, oiya. Elu perlu inget, bonyok elu mau pindah ke kota. Seminggu lagi mereka datang, mereka bahkan sudah membeli rumah di dekat universitas tempat dulu elu menimba ilmu. Kalau cowok elu masih miskin, gue jamin mereka bakal langsung pecat mereka jadi calon mantu."
"Elu nyelidikin kehidupan gue?"
"Ya," jawab Surya.
"Elu gila! Elu bang--"
Ucapan Anggi tenggelam di udara, karena Surya membungkam bibir wanita itu dengan bibirnya. Surya dengan brutal mencicipi madu dari bibir wanita itu.
"Lepas!" pekik Anggi sambil mendorong dada Surya.
"Nggak akan, sekarang elu gak punya pilihan. Elu harus jadi cewek gue!"
Surya langsung membopong Anggi seperti karung beras, lalu pria itu membawa Anggi menuju ruang pemujaan. Surya dengan cepat menghempaskan tubuh Anggi ke atas ranjang yang sudah dia siapkan di dalam ruangan itu.
"Elu mau apa? Ini kenapa ruangannya aneh begini?" tanya Anggi dengan tubuh gemetar.
tapi itu Heni terbangun .. dan dia sadar dngn kondisi nya yang ga pake baju ?? apakah gagal ya penumbalan nya.. Heni masih hidup kah ??