“Namamu ada di daftar eksekusi,” suara berat Carter menggema di saluran komunikasi.
Aiden membeku, matanya terpaku pada layar yang menampilkan foto dirinya dengan tulisan besar: TARGET: TERMINATE.
“Ini lelucon, kan?” Aiden berbisik, tapi tangannya sudah menggenggam pistol di pinggangnya.
“Bukan, Aiden. Mereka tahu segalanya. Operasi ini… ini dirancang untuk menghabisimu.”
“Siapa dalangnya?” Aiden bertanya, napasnya berat.
Carter terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab, “Seseorang yang kau percaya. Lebih baik kau lari sekarang.”
Aiden mendengar suara langkah mendekat dari lorong. Ia segera mematikan komunikasi, melangkah mundur ke bayangan, dan mengarahkan pistolnya ke pintu.
Siapa pengkhianat itu, dan apa yang akan Aiden lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20: Proyek Genesis
Aksara menunggu dengan sabar di balik tabung besar yang menyimpan cairan biru kehijauan. Suara langkah kaki yang tadi memenuhi ruangan perlahan menghilang, meninggalkan keheningan yang begitu mencekam. Meski ruangan tampak sepi, ia tahu ancaman masih mengintai di setiap sudut. Dengan hati-hati, ia melangkah keluar dari persembunyiannya, memastikan tidak ada lagi penjaga yang berkeliaran.
Pandangan Aksara kembali tertuju pada layar monitor yang tadi menampilkan data genetika dengan kode “Proyek Genesis – Subjek A”. Tangannya gemetar saat menyentuh layar itu, mencoba memahami maksud dari kode tersebut. Ada sesuatu yang aneh. Nama “Subjek A” jelas merujuk padanya, tetapi bagaimana bisa ia terlibat dalam proyek sebesar ini?
“Apa yang sebenarnya mereka lakukan denganku?” gumamnya lirih.
Ia mengingat kembali masa lalunya—ketika masih kecil, ia sering diminta melakukan serangkaian pemeriksaan kesehatan oleh kelompok misterius ini. Saat itu, ia hanya mengira itu adalah pemeriksaan biasa. Namun sekarang, semua itu terasa seperti bagian dari rencana besar yang tidak pernah ia pahami.
Menyelidiki Lebih Dalam
Aksara membuka beberapa laci di meja penelitian, menemukan berbagai dokumen rahasia. Ia membaca cepat beberapa lembar yang berisi istilah-istilah ilmiah yang sulit dipahami. Namun, satu lembar menarik perhatiannya. Di sana tertulis:
“Subjek A memiliki komposisi darah unik yang mampu meregenerasi sel lebih cepat dari manusia normal. Proyek Genesis bertujuan menciptakan generasi baru manusia yang lebih kuat, lebih cepat, dan lebih tahan terhadap penyakit.”
Aksara tertegun. Jadi, selama ini mereka mengejarnya bukan karena peta, melainkan karena dirinya sendiri. Ia adalah kunci dari proyek ini—darahnya adalah bahan utama untuk menciptakan sesuatu yang bisa mengubah peradaban manusia.
“Aku bukan hanya buruan... aku adalah senjata mereka,” desisnya dengan rasa marah bercampur takut.
Pertarungan di Tengah Misi
Saat ia sedang sibuk meneliti, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki mendekat. Aksara segera menutup dokumen itu dan mencari tempat bersembunyi. Namun kali ini, ia tidak cukup cepat. Seorang pria berbadan tegap dengan senjata di tangan masuk ke ruangan dan langsung menodongkan senjata ke arahnya.
“Berhenti di tempatmu!” seru pria itu tegas.
Aksara tahu ia tidak punya banyak pilihan. Dengan gerakan cepat, ia melemparkan tabung kecil berisi cairan kimia ke arah pria itu. Tabung itu pecah, mengeluarkan asap tebal yang membuat pria tersebut terbatuk-batuk. Dalam sekejap, Aksara melompat ke arahnya, melumpuhkannya dengan serangkaian gerakan cepat.
Setelah memastikan pria itu pingsan, Aksara segera melepas seragamnya dan mengenakannya. Ia tahu, jika ingin menyusup lebih dalam, satu-satunya cara adalah menyamar sebagai salah satu dari mereka.
“Aku harus menemukan lebih banyak informasi,” pikirnya sambil mengencangkan seragam yang kini membalut tubuhnya.
***
Aksara melangkah keluar dari ruangan dengan penuh kehati-hatian. Menyamar sebagai penjaga, ia mencoba menyusuri lorong-lorong gelap yang mengarah ke bagian lain dari laboratorium. Beberapa kali, ia harus menunduk atau berpura-pura memeriksa sesuatu agar tidak dicurigai.
Saat melewati sebuah pintu besar dengan simbol yang sama seperti di peta, jantungnya berdebar kencang. Ia merasa semakin dekat dengan kebenaran. Namun, sebelum ia sempat masuk, sebuah suara keras terdengar dari alat komunikasi di seragam yang ia kenakan.
“Semua unit, bersiaplah! Ada penyusup di area ini. Periksa setiap ruangan dan laporkan jika menemukan sesuatu mencurigakan!”
Aksara mengutuk dalam hati. Waktu semakin menipis, dan ia tahu tidak bisa berlama-lama di sini. Dengan cepat, ia membuka pintu besar itu dan masuk ke dalam. Di dalamnya, ia menemukan ruangan yang jauh lebih luas, dipenuhi berbagai alat penelitian yang jauh lebih canggih daripada sebelumnya.
Di tengah ruangan, terdapat sebuah tabung besar yang berisi cairan merah pekat. Aksara mendekat, melihat lebih jelas. Di bagian bawah tabung itu, ada sebuah label bertuliskan: “Proyek Genesis – Fase Akhir”.
“Fase akhir? Apa maksudnya?” bisiknya dengan cemas.
Berikut adalah versi dengan cliffhanger yang lebih panjang dan menegangkan:
***
Saat Aksara masih mencoba memahami apa yang ada di depannya, tiba-tiba suara langkah kaki terdengar semakin mendekat. Ia merasa seluruh ruangan seperti bergetar karena langkah-langkah berat para penjaga. Ia tahu waktunya tidak banyak lagi, dan satu kesalahan kecil saja bisa membuatnya tertangkap.
Dengan napas tertahan, Aksara menyusun rencana kilat di kepalanya. Lari tanpa arah jelas akan memperburuk situasi. Menyembunyikan diri bukan pilihan—ini bukan ruangan kecil dengan banyak celah. Ia berdiri di tengah-tengah laboratorium rahasia dengan segala teknologi yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Pilihan terbaik yang tersisa hanyalah menghadapi mereka langsung, tetapi itu adalah langkah yang sangat berisiko.
Pintu di belakangnya terbuka dengan keras, suara logam beradu menggema di seluruh ruangan. Lima pria bersenjata lengkap masuk, wajah mereka penuh kewaspadaan.
"Angkat tanganmu! Kau sudah dikepung!" seru salah satu dari mereka dengan suara berat yang menggema di ruangan besar itu.
Aksara tidak bergerak. Ia mengepalkan tangannya erat, mencoba menenangkan napas yang mulai memburu. Ia tidak bisa menyerah begitu saja, bukan setelah semua yang ia lalui. Namun, kali ini keadaannya berbeda—ia tidak sedang berhadapan dengan satu atau dua orang, melainkan sekelompok penjaga yang terlatih.
“Apa ini akhirnya? Haruskah aku menyerah begitu saja?” pikirnya sejenak, sebelum menepis rasa takut yang mulai menjalari pikirannya.
Namun, saat ia sedang mempertimbangkan langkah berikutnya, sesuatu di sudut ruangan menarik perhatiannya. Sebuah tombol kecil berwarna merah dengan label “Emergency Evacuation” terpasang di dekat salah satu dinding. Aksara tahu tombol itu bisa menjadi penyelamat, tetapi untuk mencapainya, ia harus melewati para penjaga.
"Kami tidak akan mengulang perintah kami! Angkat tanganmu, atau kami akan menembak!" seru pria yang sama, kali ini lebih keras, menandakan bahwa kesabaran mereka hampir habis.
Aksara menarik napas dalam-dalam, seolah mempersiapkan dirinya menghadapi apa pun yang akan terjadi. Namun, alih-alih mengangkat tangan seperti yang diperintahkan, ia justru melangkah perlahan ke samping, mencoba mempersempit sudut pandang para penjaga terhadapnya.
“Aku tidak bisa kalah di sini,” pikirnya tegas.
Langkah pertama… kedua… lalu ketiga. Tiba-tiba, salah satu penjaga menyadari gerakannya yang mencurigakan dan segera berseru, "Berhenti di tempatmu!"
Tetapi Aksara tidak berhenti. Dalam hitungan detik, ia bergerak cepat menuju tombol merah itu, membuat para penjaga panik dan mulai melepaskan tembakan. Peluru pertama melesat, nyaris mengenai bahunya, tetapi ia berhasil menghindarinya dengan gerakan gesit.
“Aku harus bertahan… aku harus keluar dari sini!” pikirnya sambil terus berlari.
Ketegangan semakin memuncak. Suara tembakan bergema di seluruh ruangan, menciptakan suasana yang semakin mencekam. Jarak antara Aksara dan tombol itu tinggal beberapa langkah lagi, tetapi para penjaga terus mendekat, senjata mereka siap menembak kapan saja.
Saat itu, waktu seakan melambat. Aksara bisa merasakan detak jantungnya yang berdentum keras di dada. Segala sesuatu di sekitarnya terasa kabur, kecuali satu hal-tombol merah itu. Jika ia bisa mencapainya, ada kemungkinan besar ia bisa mengaktifkan sistem evaluasi darurat dan menciptakan kekacauan yang cukup untuk melarikan diri.
“Aku tidak bisa gagal... Tidak disini, tidak sekarang!” gumamnya pelan, sebelum akhir ya melompat ke arah tombol itu dengan sekuat tenaga.
Bersambung.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hi semuanya, jangan lupa like dan komentarnya ya.
Terima kasih.