Aksa harus menelan pil pahit saat istrinya, Grace meninggal setelah melahirkan putri mereka. Beberapa tahun telah berlalu, tetapi Aksa masih tidak bisa melupakan sosok Grace.
Ketika Alice semakin bertumbuh, Aksa menyadari bahwa sang anak membutuhkan sosok ibu. Pada saat yang sama, kedua keluarga juga menuntut Aksa mencarikan ibu bagi Alice.
Hal ini membuat dia kebingungan. Sampai akhirnya, Aksa hanya memiliki satu pilihan, yaitu menikahi Gendhis, adik dari Grace yang membuatnya turun ranjang.
"Aku Menikahimu demi Alice. Jangan berharap lebih, Gendhis."~ Aksa
HARAP BACA SETIAP UPDATE. JANGAN MENUMPUK BAB. TERIMA KASIH.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Belas
Pertanyaan Ghendis membuat Aksa terdiam. Ucapan gadis itu walau pelan tapi menusuk langsung ke jantung. Seperti menguliti dirinya. Lama dia terdiam sebelum menjawab.
"Apa alasan aku tak percaya dengan keluarga sendiri? Apa mungkin seorang istri akan mengkhianati suaminya?" Aksa bukannya menjawab pertanyaan Ghendis, tapi dia balik bertanya.
"Kenapa tak mungkin? Banyak istri atau suami yang selingkuh," jawab Ghendis.
"Aku percaya kamu tak akan melakukan itu," jawab Aksa dengan ragu.
Ghendis hanya diam dan kembali fokus dengan lukisannya. Alice turun dari bangku dan naik ke pangkuan Ghendis. Mengecup pipi miminya itu.
"Mimi cantik ...," ucap Alice.
Ghendis tersenyum mendengar ucapan bocah itu. Selalu saja bisa membuat dia bahagia dengan celetukan kecilnya. Alice-lah alasan dia bertahan dengan pria di sampingnya saat ini. Dia memikirkan ucapan ibunya, jika Aksa menikah dengan wanita lain, takutnya tak bisa menyayangi bocah itu dengan sepenuh hati.
"Anak Mimi paling cantik," balas Ghendis dengan mengecup pipi chubby ponakannya.
Aksa menatap keduanya tanpa kedip. Baru pria itu menyadari arti Ghendis bagi sang putri. Begitu sayangnya Alice dengan gadis itu.
"Mimi lapar ...," ucap Alice lagi.
"Kamu mau makan apa? Mimi masakin dulu," kata Ghendis.
"Mau spaghetti ...."
"Oke, Ratuku. Mimi masakin dulu ya. Kamu bisa main dengan papi," ujar Ghendis lagi.
Ghendis berdiri dan merapikan semua perlengkapan melukisnya. Dia melakukan tanpa menyadari jika Aksa yang memperhatikan dirinya tanpa kedip.
"Dia sebenarnya cantik, cuma penampilannya sangat sederhana dan tanpa polos tanpa sapuan make up," gumam Aksa dalam hatinya.
Malam hari setelah makan, Aksa mengatakan keinginannya agar Ghendis pergi ke perusahaan bersama dengan dirinya. Alice akan dititipkan dengan mamanya.
**
Seperti yang telah disepakati setelah sarapan Ghendis kembali ke kamar. Dia mengambil satu baju kerjanya. Memakai sedikit polesan di wajah. Dia tak mau jika karyawan di perusahaan suaminya itu mengatakan dirinya jika tak berdandan. Semua juga tahu Grace, sang kakak seorang model, yang kesehariannya selalu berdandan.
Ghendis menuruni tangga dengan langkah ragu karena takut Aksa berubah pikiran, sedangkan dia telah berdandan. Saat sampai di ruang keluarga ternyata Aksa dan Alice telah menunggu kehadirannya.
Aksa dan Alice memandangi Ghendis dengan mata melotot tanpa kedip. Bocah itu langsung mendekat dan tersenyum.
"Mimi cantik ...," ucap bocah itu dengan riang membuat Ghendis tertawa.
Aksa masih terus memandangi Ghendis dari ujung rambut hingga kaki. Menyadari dia diperhatikan, gadis itu menjadi malu.
"Kita berangkat sekarang?" tanya Ghendis untuk mengalihkan perhatian Aksa.
Tanpa menjawab pertanyaan Ghendis, Aksa berjalan. Alice dan sang istri mengekor dari belakang. Mereka akan mengantar bocah itu sebelum ke kantor.
Sampai di rumah kediaman orang tuanya, Aksa berjalan dengan menggendong sang putri diikuti Ghendis dibelakangnya. Pintu terbuka dengan sendirinya. Melihat Aksa datang dengan istrinya, sang mama tersenyum semringah. Dia berdiri menyambut gadis itu dan memeluknya.
"Cantik banget kamu, Sayang!" ucap Mama Reni dengan senyum manisnya.
"Terima kasih, Ma," balas Ghendis dengan tersipu malu.
"Kamu kerja lagi?" tanya Mama Reni. Dia mendengar dari Aksa jika menantunya berhenti bekerja untuk mengurus sang cucu.
"Hanya sementara saja, Ma. Membantu Mas Aksa di kantor," jawab Ghendis.
"Apa ini benar Aksa? Mama senang jika kalian satu kantor. Biar Alice mama yang jaga," ujar Mama Reni dengan penuh semangat.
'Cuma satu minggu Ma," jawab Aksa. "Maaf Ma, aku tak bisa lama di sini. Ada banyak pekerjaan di kantor."
Aksa lalu berjalan meninggalkan rumah kediaman orang tuanya setelah pamit dan bersalaman. Sepanjang perjalanan keduanya hanya diam, larut dengan pikiran masing-masing.
Sampai di kantor, karyawan yang telah hadir memandangi kedatangan keduanya saat memasuki gedung. Ini pertama kalinya Aksa datang membawa istrinya itu.
"Mbak Ghendis cantiknya alami. Tak membuat bosan," ucap salah seorang karyawan dan ternyata dapat di dengar Aksa. Matanya melotot memandangi karyawan itu sehingga dia menunduk ketakutan.
Sampai di ruang kerja Aksa, Ghendis tak tahu harus bagaimana. Dia hanya mengamati ruangan itu. Ada foto Grace terpajang di dinding dengan ukuran sangat besar.
"Beruntung banget kak Grace dicintai dengan brutal oleh suaminya. Jika aku menikah dengan Dicky, dia pasti juga akan memperlakukan aku begitu," gumam Ghendis dalam hatinya.
"Kenapa kau masih berdiri? Duduklah!" ucap Aksa dengan tegasnya.
"Aku harus duduk di mana?" tanya Ghendis.
Aksa baru menyadari jika di ruang kerjanya hanya ada satu meja. Dia lalu berdiri dari kursinya.
"Kau duduklah di sana. Aku akan minta tim keuangan mengantar semua laporan. Kebetulan aku harus ke luar untuk menghadiri rapat," ucap Aksa.
"Baik, Mas ...." Hanya itu jawaban yang keluar dari bibir gadis itu.
Aksa lalu memanggil sekretarisnya dan meminta membawakan semua laporan keuangan. Sekretaris itu memandangi wajah Ghendis dengan cemberut.
"Kenapa dia yang duduk di kursi Pak Aksa. Padahal aku kira Pak Aksa tak akan mungkin bisa jatuh cinta lagi, melihat kebucinannya dengan sang istri. Ternyata gadis ini mampu juga menaklukkan pria cool itu. Aku yang sudah lama menginginkannya harus mundur setelah tahu dia menikah lagi," gumam Tuti dalam hatinya.
"Tuti ... kenapa diam saja!" bentak Aksa melihat sang sekretaris hanya berdiri tanpa melakukan apa-apa.
"Maaf, Pak. Apa tadi yang Pak Aksa katakan?" tanya Tuti.
"Kamu kenapa? Tak biasanya kamu tak fokus begini!" bentak Aksa.
Tuti terdiam mendengar bentakan pria itu. Selama empat tahun bekerja dengan Aksa, baru kali ini dia dimarahi. Dan yang membuat dia malu, karena dilakukan di depan istri Aksa.
Ghendis memandangi wajah Tuti dengan rasa iba. Dia pikir Aksa memang sering marah begitu dengan seluruh karyawannya.
"Minta semua laporan keuangan dan serahkan pada istriku!" ujar Aksa dengan penuh penekanan.
"Baik, Pak," balas Tuti masih dengan menunduk. Wajah nya terlihat memerah menahan malu dan juga menahan agar air mata tak tumpah membasahi pipinya.
Dia langsung berjalan ke luar ruangan tanpa menoleh lagi. Setelah Tuti menghilang, Ghendis langsung berucap.
"Apa begitu cara memperlakukan karyawanmu, Mas?" tanya Ghendis.
"Kau tak perlu tahu bagaimana cara aku memperlakukan mereka. Aku lebih paham apa yang baik untuk mereka!" jawab Aksa.
Tak berapa lama, Tuti kembali lagi setumpuk berkas. Dia lalu meletakan di meja kerja yang biasa Aksa gunakan.
"Ini semua berkas yang bapak minta," ucap Tuti dan meletakan semuanya di meja.
"Terima kasih, kamu bisa kembali!" ucap Aksa. Tuti lalu pergi meninggalkan ruangan itu setelah memberikan semua laporan.
"Aku akan pergi. Aku harap kamu bisa mencari letak kesalahannya pembukuan itu. Saya sudah lelah mencarinya tapi belum menemukan," ucap Aksa mengakui kekurangannya.
"Akan aku usahakan mencari kesalahannya jika ada. Mas jangan kuatir," jawab Ghendis. Dia lalu mulai membukanya.
Gadis itu langsung larut dengan pekerjaannya. Aksa yang duduk di sofa memperhatikan tanpa kedip. Setengah jam kemudian dia pamit.
Sebelum meninggalkan ruang kerjanya itu, Aksa mendekati Ghendis.
"Aku akan memberikan bonus yang besar jika kamu bisa mencari letak kesalahan dan kecurangan yang karyawan aku lakukan. Aku akan menghadiri rapat. Jika kamu merasa lelah, di balik lemari itu ada kamar tersembunyi. Kamu bisa beristirahat di sana!" ucap Aksa.
Ghendis hanya menganggukan kepalanya menjawab ucapan Aksa. Dia masih tetap fokus dengan laporan di depannya.
"Kau tampak berbeda jika sedang serius begitu," gumam Aksa dalam hatinya.
...----------------...
thor. bikin aksa nyesel