Di sebuah desa kecil bernama Pasir, Fatur, seorang pemuda kutu buku, harus menghadapi kehidupan yang sulit. Sering di bully, di tinggal oleh kedua orang tuanya yang bercerai, harus berpisah dengan adik-adiknya selama bertahun-tahun. Kehidupan di desa Pasir, tidak pernah sederhana. Ada rahasia kelam, yang tersembunyi dibalik ketenangan yang muncul dipermukaan. Fatur terjebak dalam lorong kehidupan yang penuh teka-teki, intrik, kematian, dan penderitaan bathin.
Hasan, ayah Fatur, adalah dalang dari masalah yang terjadi di desa Pasir. Selain beliau seorang pemarah, bikin onar, ternyata dia juga menyimpan rahasia besar yang tidak diketahui oleh keluarganya. Fatur sebagai anak, memendam kebencian terhadap sang ayah, karena berselingkuh dengan pacarnya sendiri bernama Eva. Hubungan Hasan dan Fatur tidak pernah baik-baik saja, saat Fatur memutuskan untuk tidak mau lagi menjadi anak Hasan Bahri. Baginya, Hasan adalah sosok ayah yang gagal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miftahur Rahmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bui
Gaji dari menulis, Fatur membeli bibit sayuran seperti tomat, cabai dan bayam. Dia membeli sebidang tanah kecil di desanya. Dia menanam dengan semangat. Meski awalnya tidak memiliki pengalaman berkebun. Semangatnya tidak pernah padam, demi cita-citanya di masa depan dan dia ingin menjadi pengusaha sukses. Fatur rajin menonton video online tentang berkebun yang baik dan aktif berdiskusi dengan warga desa yang memiliki pengalaman yang lebih banyak darinya.
Awalnya ada beberapa warga enggan mengajari Fatur, karena latar belakangnya pernah masuk bui dan terkenal dengan kejahatannya di desa tersebut. Sering berkelahi, mencuri, mabuk dan juga mengisap sabu-sabu. Namun melihat kegigihan dan wajah polos Fatur, akhirnya beberapa warga bersedia mengajari Fatur.
Namun awal perjalanan itu tidak mudah.
Awalnya panennya tidak begitu memuaskan disebabkan karena tanah gersang dan kurang subur. Ada beberapa tanaman yang layu, terkena hama. Namun Fatur tak gampang menyerah, justu Fatur semakin bersemangat. Dari sebagian hasil penjualan buku nya, dia membeli pupuk organik dan mencari tahu cara meningkatan kesuburan tanah. Setelah melewati beberap musim kegagalan, kerja keras Fatur akhirnya membuahkan hasil.
Kebunnya menghijau dengan tanaman-tanaman yang tumbuh subur. Keberhasilan Fatur mendapatkan pujian dari warga setempat dan mendapat dukungan penuh dari warga. Warga juga memberi kesempatan Fatur untuk lebih semangat dalam berkebun, dengan membeli hasil panen Fatur. Mereka berpikir dengan membeli hasil panennya, Fatur akan meninggalkan kebiasaan buruknya dan tidak sering melakukan kejahatan lagi didesa.
Karena dengan begitu, dia akan sibuk berkebun dan semangat dalam perubahan karakternya. Hasil panennya tidak hanya di minati oleh warga dikampungnya, tapi juga warga di luar daerah desa Pasir, toko-toko kecil dan mencakup bagian kota di bagian kabupaten.
Keberhasilan itu memberi Fatur kepuasan tersendiri. Tidak lupa Fatur menyisihkan uangnya untuk memperlebar kebunnya. Dari kebunnya yang kecil memberinya harapan, sekecil apapun jika dilakukan dengan giat dan kerja keras, akan membawamu pada keberhasilan.
Keberhasilan itu membuat Fatur melangkah lebih jauh.
Dari keuntungan hasil dari royalti bukunya dan hasil panen, selain memperluas lahan, dia juga menambah beberapa bibit, seperti kangkung, terong, dan mentimun. Dia juga belajar tentang bagaimana cara pengolahan air, rotasi tanah, dan cara mengatasi hama tanpa menggunakan bahan kimia berbahaya. Fatur juga rutin mensosialisasikan kegiataan mingguan tentang pentingnya menjaga lingkungan dengan bertani.
Di umur 22 tahun, Fatur mendapatkan kesempatan mengikuti program pelatihan pertanian, dan ilmu yang dia dapatkan, dia ajarkan kembali pada anak-anak muda didesanya. Dia mendapat ilmu bagaimana cara bertani dengan hidroponik dan pemasaran hasil tani secara digital.
Disela kesibukannya menjadi seorang petani.
Dia juga menulis sebuah novel tentang perjalanan hidupnya menjadi seorang petani. Melalui tulisannya membuat para pembaca terinspirasi untuk lebih giat dalam mengejar cita-cita. Kini Fatur tidak hanya menjadi penulis hebat, tapi juga menjadi petani muda yang sukses. Membuat dirinya disegani dan dihormati oleh warga desa.
Namun dibalik kesuksesan orang, pasti ada orang iri dengki dengan itu. Fatur kembali di uji oleh sang pencipta disaat dirinya, tengah naik daun sebagai penulis dan menjadi motivator bagi warga desa.
Pada suatu hari seseorang yang mengklaim lahan milik Fatur adalah lahan miliknya. Fatur berusaha mencari jalan damai. Namun ditolak oleh orang yang mengaku lahan yang dibeli Fatur itu miliknya.
Kasus ini semakin serius dan melebar di kepolisian. Juga dituduh tanaman yang di budidayakannya merusak ekosistem setempat. Salah satu tanaman yang dibudidayakan sebagai spesies invasif. Kasus ini menjadi tekanan dalam hidupnya. Akhirnya Fatur dijatuhi hukum penjara, karena dianggap lalai melakukan riset. Yang membuat Fatur semakin terpuruk adalah, lahan berserta isinya di ambil oleh pihak yang mengaku lahan milik Fatur, adalah miliknya.
"Bagaimana bisa lahanku berserta isinya jadi milik dia? Jika benar itu miliknya kenapa pas pak Johan menjual padaku, dia tidak protes? Jika benar tanah itu miliknya, setidaknya bayar ganti rugi penglolaan lahan dan bibit-bibit yang kubeli. Kalian pikir aku belinya pakai ludah? Mikir! Jangan tolol kali jadi orang. Karena dengki sama orang, tega memfitnah orang. Kenapa nggak dari awal dia bilang, itu tanahnya? Setelah ditanami dan hasilnya banyak, baru mau mengakui itu tanahnya. Kan terlihat kali pengen makan gratis hasil orang." sanggah Fatur saat pihak pak Joni menyudutkannya dan menginginkan tanah dan isinya.
Namun sanggahan tidak diterima oleh polisi yang menangani kasus tersebut. Fatur menatap tajam pak polisi yang bernama Arlan itu. Jiwa iblisnya yang selama ini tidur, seketika membara. Dia mencekik polisi tersebut dan menghajar pak Joni. Karena tidak terima dengan keputusan polisi yang tidak adil.
Seketika ruangan kantor kepala desa menjadi rusuh. Banyak yang membela Fatur. Tapi Arlan tidak mengindahkan para warga yang membela Fatur.
"Bagaimana kau memutuskan isi kebunku miliknya? Setidaknya pakai otak memutuskan perkara. Kau pikir menanam tanaman itu mudah hah? Satu tahun lama aku berjuang sampai panennya seperti sekarang, dan kau dan si bangsat ini sesuka hati minta isi kebunki. Setidaknya ganti rugi bodoh." Fatur menarik kerah baju polisi dan meninjunya dengan keras.
Arlan mencoba memberi peringatan dengan menodongkan pistol di kepala Fatur
"Kau pikir aku takut dengan pistolmu itu? Kau salah!" Fatur merebut pistol itu dan menembak si polisi di bagian betis dan si joni dibagian perut.
Suasana semakin kacau. Untung ada beberapa tentara yang lewat. Saat melihat keributan, mereka mampir dan berusaha menanangkan Fatur yang nampak kerasukan. Fatur dibawa ke penjara. Hukumannya makin berat, karena melakukan penyerangan terhadap petugas. Lima tahun penjara.
Saat Fatur diborgol dan dibawa keluar dari kantor kepala desa, Fatur melihat Eva tersenyum padanya. Dia mengartikan senyuman itu adalah senyuman kemenangan karena melihatnya dipenjara. Fatur hanya tersenyum sinis. Dia dibawa ke Panipahan. Di dalam bui ada beberapa polisi mencoba melakukan kekerasan padanya. Namun dia tidak tinggal diam, dia membalas apa yang dilakukan polisi padanya.
Dimalam hari terdengar langkah berat terdengar menggema di koridor sempit. Tiga polisi dengan wajah dingin berhenti di depan sel Fatur. Salah satu dari mereka membuka pintu tahanan.
"Bangun, tahanan!" teriak salah satu dari mereka.
Fatur yang sedang tertidur terperanjat mendengar teriakan dan tendangan yang mengenai belakangnya. Fatur bangun dengan ditarik paksa oleh polisi itu. Fatur hanya diam menatap tiga polisi itu dengan tajam. Dia ditarik menuju sebuah ruangan kecil di ujung lorong. Ruangan itu dingin, lebih mirip ruang introgasi daripada ruang tahanan.
"Kau pikir kau bisa main hakim sendiri diluar sana ya?" ejek salah satu polisi sambil mendorong Fatur duduk di kursi dengan kasar.
"Kalau disini kau bukan siapa-siapa!" ucap mereka dingin.
Mereka mulai memukul Fatur pakai pentungan yang menghantam perutnya. Fatur terbatuk, darah merembes dari sudut bibirnya. Dia hanya diam menatap polisi dingin. Karena tidak ada tanggapan apa-apa dari Fatur, justru membuat para polisi semakin marah.
"Bicara bajingan!" teriak dari mereka menendang Fatur dengan kakinya.
Fatur lagi-lagi diam. Tapi saat pukulan berikutnya datang lagi, Fatur melompat menghajar polisi dengan kakinya. Menghantam kepala polisi dengan borgol di tangannya. Sikunya menghantam rahang sang polisi, sehingga berbunyi suara retakan. Dua polisi lainnya nampak terkejut.
Tapi sebelum mereka bertindak, Fatur lebih dulu menghantam keduanya. Fatur merebut kunci borgol ditangan polisi itu, dan merebut petungan saat borgolnya sudah bisa dibuka. Fatur memukul lutut polisi. Jeritan memenuhi ruangan. Darah memercik di lantai. Saat ketiga polisi itu masih mau melawan, Fatur menangkap dan melemparkan kedinding sang polisi. Hanya beberapa menit, tiga polisi itu sudah terkapar, mengerang kesakitan. Fatur berdiri ditengah ruangan, napasnya berat menatap nanar para polisi itu. Tubuhnya penuh luka dan lebam, namun matanya memperlihatkan kemarahan yang begitu besar.
"Kalau kalian pikir kalian bisa memperlakukan aku sesuka kalian. Kalian salah! Jangan mentang-mentang polisi, sesuka hati kalian memperlakukan tahanan." katanya dingin. Suaranya serak tapi tegas.
Sipir lain akhirnya datang. Dia terkejut melihat tiga polisi telah terkapar dan meringis kesakitan.
Fatur menatap sipir itu dengan dingin.
"Ini akibat sesuka hati memperlakukan tahanan. Tahanan itu bukan binatang, yang bisa sesuka hati kalian siksa." selesai berbicara, Fatur meninggalkan ruangan itu dan kembali ke kamar selnya.
Setelah malam itu, Fatur bukan lagi hanya seorang tahanan. la menjadi simbol pemberontakan di penjara. Polisi mulai melihatnya dengan penuh kehati-hatian. Setiap kali ia melangkah, suasana berubah menjadi tegang. Bahkan para sipir yang sebelumnya merasa berkuasa kini mulai menghindarinya.
Mereka tahu, Fatur bukan orang yang bisa mereka jinakkan dengan kekerasan biasa.
Selama menjalani hukuman, Fikri juga mengajarkan narapidana lain keterampilan bercocok tanam di area kecil yang tersedia di dalam penjara. Dengan menggunakan teknik sederhana, mereka berhasil membuat kebun kecil yang menghasilkan sayuran segar untuk konsumsi mereka sendiri.
Bahkan para sipir yang sebelumnya merasa berkuasa kini mulai menghindarinya. Mereka tahu, Fatur bukan orang yang bisa mereka jinakkan dengan kekerasan biasa. Ada beberapa orang sampai penasaran dengan kekuataan Fatur dan ingin menguji kemahiran beladirinya.