"Pocong Bintang Kos"
Budi, penghuni baru di Kos 13B, harus berbagi kamar dengan Pocong Hilarious, hantu kocak yang bercita-cita jadi bintang komedi. Namun, di balik tawa yang mereka ciptakan, ancaman makhluk gaib mulai mengintai. Saat kegelapan menyerang, bisakah tawa menjadi senjata untuk menyelamatkan semua penghuni kost
Kos 13B terlihat biasa saja, tapi siapa sangka, di dalamnya ada Pocong Hilarious—hantu konyol yang suka melucu. Ketika Budi pindah, hidupnya berubah drastis, dari tenang menjadi penuh tawa… dan horor.
Tawa yang diandalkan Pocong dan Budi justru menarik perhatian makhluk gaib yang lebih kuat. Penjaga Lama kos mulai menyerang, mengancam nyawa semua penghuni.
Bisakah tawa mengalahkan kegelapan?
Ikuti kisah kocak dan seram "Pocong Bintang Kos"!
Salam Hormat
(Deriz-Rezi)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deriz-Rezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 9: Ujian Terakhir
Mereka bertiga berdiri di depan portal yang bercahaya. Lentera di tangan Pocong kembali meredup, seolah bersiap menghadapi tantangan yang lebih besar.
“Ujian terakhir? Bukannya tadi kita baru selesai melawan Penjaga Lembah?” keluh Budi sambil mengusap keringat di dahinya.
Djigo menggeleng. “Ini pasti jebakan lagi. Kita harus siap dengan apa pun yang ada di balik portal ini.”
Pocong memandang lentera dengan ragu. “Kalau lentera ini mati di dalam, kita bisa terjebak selamanya.”
“Kalau begitu, jangan biarkan lentera itu mati. Ayo kita masuk bersama,” kata Djigo sambil melangkah maju.
---
Dunia Tanpa Cahaya
Begitu mereka melewati portal, mereka menemukan diri mereka di sebuah ruangan besar yang benar-benar gelap. Tidak ada bintang, tidak ada sumber cahaya, bahkan lentera pun hampir tidak menyala.
“Ini tempat apa? Kok nggak ada apa-apa?” tanya Budi sambil meraba-raba di sekelilingnya.
Djigo menyipitkan mata, mencoba mencari sesuatu. “Ini seperti... kehampaan. Tapi aku merasa ada sesuatu yang mengawasi kita.”
Tiba-tiba, suara berat dan dingin menggema di ruangan itu.
“Kalian telah tiba di tempat di mana cahaya tidak berguna. Hanya hati kalian yang bisa memandu jalan.”
---
Cermin Diri Sendiri
Sekejap kemudian, ruangan itu berubah. Tiga cermin besar muncul di hadapan mereka, masing-masing memantulkan bayangan mereka sendiri. Namun, bayangan di dalam cermin tidaklah pasif.
Bayangan Budi memelototi dirinya dengan tatapan tajam. “Kamu selalu takut. Selalu ingin lari. Apa kamu benar-benar bisa diandalkan?”
Bayangan Djigo tersenyum licik. “Kamu berpikir kamu pintar, tapi semua ini terjadi karena kamu selalu ingin jadi pemimpin. Apa kamu yakin semua keputusanmu benar?”
Sementara itu, bayangan Pocong tertawa dingin. “Kamu berpikir menjadi lucu bisa menyelesaikan segalanya? Kamu cuma pengalih perhatian yang tidak berguna.”
---
Konflik Batin
Ketiganya terdiam. Cermin itu memantulkan ketakutan terbesar mereka, dan mereka tidak bisa mengalihkan pandangan.
“Kenapa... kenapa dia tahu semua itu?” gumam Budi, suaranya bergetar.
Djigo mengepalkan tinjunya. “Ini cuma trik. Mereka mencoba membuat kita ragu.”
Pocong, yang biasanya ceria, tampak bingung. “Tapi... bagaimana kalau itu benar? Apa kita cuma jadi beban satu sama lain?”
Suara dingin tadi kembali bergema. “Hanya yang benar-benar percaya pada dirinya sendiri yang bisa melangkah lebih jauh. Yang lain akan terjebak di sini selamanya.”
---
Menguji Keberanian
Djigo mengambil langkah maju. “Aku tahu aku nggak selalu benar, tapi aku di sini karena aku peduli dengan teman-temanku. Kalau itu salah, aku akan menerimanya!”
Dia mengarahkan lentera ke cerminnya, dan bayangan itu mulai memudar. Djigo berhasil melewati ujian pertamanya.
Budi memandang cerminnya dengan takut. “Aku mungkin takut, tapi aku tahu aku nggak bisa lari lagi. Aku harus tetap ada untuk mereka!”
Dengan kata-kata itu, bayangannya juga memudar, dan dia merasa lebih ringan.
Pocong, meskipun ragu, akhirnya berkata, “Aku tahu aku kadang cuma bikin lelucon, tapi aku ada di sini untuk membantu mereka tertawa di tengah kegelapan.”
Bayangannya tersenyum, lalu menghilang.
---
Kekuatan Baru
Setelah mereka semua melewati ujian cermin, lentera di tangan Pocong menyala lebih terang dari sebelumnya. Cahaya itu menerangi seluruh ruangan, mengungkapkan pintu besar di ujungnya.
“Lihat, kita berhasil!” kata Budi sambil tersenyum lega.
Djigo mengangguk. “Tapi perjalanan ini belum selesai. Pintu itu pasti menyembunyikan sesuatu yang lebih besar.”
Pocong menggenggam lentera lebih erat. “Kita sudah sejauh ini. Apa pun yang ada di balik pintu itu, kita hadapi bersama.”
---
Menuju Ujian Terakhir
Saat mereka membuka pintu, ruangan besar yang mereka masuki berisi sebuah singgasana kosong. Di depannya terdapat seorang pria tua dengan jubah hitam, berdiri dengan senyuman penuh misteri.
“Kalian akhirnya tiba,” kata pria itu dengan nada santai.
“Siapa kamu?” tanya Djigo, waspada.
Pria itu mengangkat tangannya, dan lentera di tangan Pocong mulai bersinar semakin terang. “Aku adalah penjaga terakhir. Kalian telah membuktikan keberanian, kecerdasan, dan ketulusan kalian. Namun, hanya satu dari kalian yang bisa membawa lentera keluar dari tempat ini.”
Ketiganya saling pandang dengan cemas.
“Apa maksudmu? Kita sudah bekerja sama sejauh ini!” protes Budi.
Penjaga itu tersenyum. “Kalian harus memilih: siapa yang pantas membawa lentera keluar? Pilihan ini akan menentukan takdir kalian.”
JANGAN LUPA LIKE KOMEN VOTE FAVORIT DAN HADIAH YAAAA 🩵🩵🩵
lanjutt kak