Narendra sang pengusaha sukses terjebak dalam situasi yang mengharuskan dirinya untuk bertanggung jawab untuk menikahi Arania, putri dari korban yang ia tabrak hingga akhirnya meninggal. Karena rasa bersalahnya kepada Ayah Arania akhirnya Rendra bersedia menikahinya sesuai wasiat Ayah Arania sebelum meninggal. Akan tetapi kini dilema membayangi hidupnya karena sebenarnya statusnya telah menikah dengan Gladis. Maka dari itu Rendra menikahi Arania secara siri.
Akankah kehidupan pernikahan mereka akan bahagia? Mari kita ikuti ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rose Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hanya Serep.
Malam itu, makan malam terasa begitu mencekam bagi Rendra dan Arania. Rendra dan Gladys duduk berhadapan meja makan, ditemani tawa renyah sang aktris handal yang tak pernah putus.
Arania, dengan cekatan melayani mereka berdua, menuangkan air putih, menyajikan hidangan, dan sesekali tersenyum ramah pada Gladys. Namun, di balik senyumnya yang manis tersimpan sejuta rasa yang terpendam.
Rendra dengan fokusnya yang terbagi, mengamati Arania dari sudut matanya. Hatinya teriris melihat istri sirinya harus berpura-pura menjadi pelayan di hadapan istri pertamanya. Setiap kali tatapan mereka bertemu, Rendra berusaha menyampaikan pesan lewat mata, namun Arania hanya mampu membalas dengan senyuman tipis.
"Arania, tanganmu sangat cekatan sekali. Masakan bibi pun sangat lezat hari ini," puji Rendra sambil menyembunyikan maksud lain sehingga masakan bik Erna yang memang lezat tak luput menjadi bahan samaran sanjungan Rendra agar Gladys tak curiga.
Arania hanya mengangguk kecil sebagai balasan. Ia berusaha agar suaranya tetap tenang, meskipun dalam hatinya ia ingin sekali berteriak sekencang-kencangnya.
"Jangan berlebihan, mas. Nanti mereka besar kepala." Ujar Gladys ketus.
"Mananya yang berlebihan? Aku hanya memuji supaya mereka bekerja lebih semangat dan lebih baik lagi." Sahut Rendra.
Gladys mutar bola mata malas, "Ya deh, terserah kamu saja mas. Capek juga berdebat sama kamu." Ujarnya kesal.
"Yang, bagaimana kabar syutingmu? Apakah berjalan lancar?" tanya Rendra berusaha mengalihkan pembicaraan.
Gladys kembali melumer, ia mengangguk antusias. Ia mulai bercerita panjang lebar tentang pengalamannya selama syuting di luar kota. Namun sebenarnya Rendra hanya mendengarkan dengan setengah hati. Pikirannya terus tertuju pada Arania yang berdiri di sampingnya dengan hati nelangsa. Karena istinya yang lain hanya bisa melihat nya makan sendiri, seakan tak menghiraukan dia juga mungkin sedang kelaparan.
Saat Gladys sedang berbicara panjang lebar disela manikmati makan malamnya. Rendra akhirnya tak kuasa untuk tidak menawari Arania untuk makan bersama mereka.
"Arania, kamu sudah makan? mau makan bersama kami?" Ujar Rendra, membuat Gladys tiba-tiba menghentikan pergerakannya kemudian menatap Rendra dengan raut wajah terkejut, karena tidak biasanya Rendra bersikap demikian kepada pelayan.
"Tidak, Tuan. Terimakasih, saya sudah kenyang." Jawab Arania dengan sedikit menundukan pandangan.
"Ayolah, jangan sungkan, Arania, toh hidangan ini sangat banyak. Kami tak mungkin menghabiskan nya sendiri. Mari silahkan! Duduklah di sini! Anggap saja kami adalah keluargamu sendiri."
"Mas?! Apaan sih? Jangan aneh-aneh deh." Lirih Gladys berbisik di telinga Rendra. Namun Rendra seolah tak mengindahkan ia malah justru menarik kursi di sebelah kirinya untuk Arania.
"Ayo, duduklah di sini, Arania." Titah Rendra.
"Mas?!" Mata Gladys melotot melihat kelakuan sang suami.
Arania tersenyum pahit. Ia tahu, Gladys tidak akan menyukai ini. Apalagi menganggapnya sebagai bagian dari keluarga mereka. Arania hanya bisa sadar diri. Walaupun sebenarnya mereka memang merupakan satu keluarga, bahkan posisi dirinya dan Gladys sama sama adalah istri Rendra.
Mau tidak mau Arania yang telah dipersilahkan oleh sang suami, terpaksa menduduki kursi itu dengan rasa canggung.
"Ambillah makanan mu!" Ujar Rendra, disambut bola mata malas Gladys. Namun kemudian Gladys tak menghiraukan aksi suami yang tidak pernah memikat hatinya itu.
"Ba-baiklah, Tuan." Arania mengambil nasi dan lauk pauk yang tersedia di meja besar itu.
"Makanlahvyang banyak supaya tenagamu kuat untuk bekerja." Ucap Rendra dengan bermain mata tanpa sepengetahuan Gladys yang kini tengah fokus pada makanannya.
Arania tersenyum malu, ia tau maksud yang dikatakan Rendra. "Baik, Tuan." Jawabnya lirih.
Suasana makan malam terasa sangat tegang bagi Arania. Setiap tatapan Rendra, setiap kata-kata yang terucap, sarat akan makna tersembunyi dan hanya mereka berdualah yang mengetahuinya.
,,,
,,,
Cahaya remang-remang lampu tidur menerangi kamar Rendra dan Gladys, malam ini. Keduanya kini telah berbaring di atas ranjang yang besar. Gladys, dengan lembut mengelus rambut Rendra. "Mas, kamu sudah lelah sekali ya? Tidak apa-apa jika kamu ingin istirahat saja." suaranya lembut, terdengar penuh kasih sayang dan perhatian. Namun sebenarnya, di hati kecilnya hanya ingin basa-basi saja, tidak ingin benar-benar melaksanakan kewajiban sebagai seorang istri yang selama ini ia lakukan dengan penuh keterpaksaan.
Rendra mengangguk lemah. "Aku benar-benar lelah, Sayang. Maafkan aku. Bagaimana kalau besok saja?"
Tak seperti malam-malam sebelumnya saat bersama Gladys yang selalu bersemangat untuk melakukan malam bergelora dengannya, bahkan ia selalu menantikan Gladys seperti momen saat ini; Gladys yang terlebih dulu nawarkan pelayanan pada Rendra yang jarang sekali ia lakukan. Tapi saat ini, sejak mendapatkan pelayanan ranjang dari istri sirinya, pria tampan itu terasa enggan dan tak bersemangat bersama Gladys entah mengapa.
Gladys tersenyum tipis, namun di hatinya bersorak gembira atas penolakan Rendra. "Tidak apa-apa, Sayang. Istirahatlah yang cukup."
Dalam hati, Rendra merasa bersalah. Ia tahu bahwa alasan sebenarnya ia menolak ajakan Gladys bukan hanya karena kelelahan, tapi juga karena pikirannya masih tertuju pada Arania. Namun, ia tidak ingin membuat Gladys sedih.
Gladys memejamkan matanya, namun tidak bisa tidur. Pikirannya melayang pada masa lalu, saat ia memutuskan untuk menerima perjodohan dan menikah dengan Rendra karena alasan finansial keluarganya yang saat itu terancam bangkrut tanpa bantuan dari keluarga Rendra. Ia tidak pernah mencintai Rendra, namun ia mampu berpura-pura menjadi istri yang sempurna. Ia menikmati segala kemewahan dan karir yang ia rintis melalui koneksi Rendra hingga saat ini menjadi aktris terkenal. Ia juga terus menerima curahan cinta serta kasih sayang yang diberikan Rendra untuknya, namun dalam hatinya ia selalu merasa kosong walaupun ia berusaha mati-matian menata hatinya untuk Rendra namun tak bisa.
Walaupun kata-kata cinta terucap dari bibir mereka, namun tidak ada ketulusan dalam ucapan itu. Keduanya hanya memainkan peran masing-masing. Hanya Rendralah yang tulus mencintai tanpa tau Gladys hanya berpura-pura mencintainya namun tidak memberikan cinta yang sebenarnya kepada suaminya yang sangat menyayangi nya. Gladys hanya berpura-pura bahagia dan merasa kesepian dalam waktu yang sama.
Sedangkan di kamar belakang, Arania berusaha menetralkan segala rasa yang berkecamuk di hatinya. Menghilangkan semua pikiran-pikiran negatifnya tentang kebersamaan pasangan suami sah tersebut.
"Aku harus ikhlas berbagi suami dengan wanita lain, Aku harus ikhlas menerima konsekuensi ini." Gumam Arania yang sedang berbaring namun pandangannya berada di awang-awang.
"Aku tidak boleh menjadi pengganggu dalam hubungan mereka Nyonya Gladys adalah yang utama bagi mas Rendra. Kalau aku... Aku ini_" Arania menghentikan kalimatnya.
"Hanya serep!"
"Ya, itulah posisi ku. Hanya serep." Gumamnya dalam kepiluan. Ia kemudian menoleh ke arah jam dinding waktu menunjukkan pukul 10 malam. Iapun memutuskan untuk mengabaikan jadwalnya untuk kembali ke kamar atas selama ada Gladys di rumah. Ia berpikir bahwa Rendra.
***