Istri Siriku, Sayang!
Narendra duduk di kursi sebelah ranjang pasien. Ia menatap pilu pada pria renta yang kini tergolek lemah diatas ranjang rumah sakit akibat insiden yang tak sengaja ia lakukan pada pria itu. Karena kelalaiannya dalam berkendara, Narendra menabrak pria renta itu di jalan sehingga pria renta itu harus mengalami kondisi yang kritis saat ini.
Dengan sisa-sisa tenaganya yang lemah, tangan kriput yang gemetar meraih tangan kokoh Narendra untuk digenggamnya. Pria muda itu lebih mendekat ke arah Abah-pria renta itu.
"Tuan Rendra," kata pria renta itu setelah mengenali lelaki tampan itu adalah seorang distributor yang biasa mengambil hasil panen perkebunan milik majikannya.
"Kek, maafkanlah saya. Saya tak sengaja hingga kejadian itu terjadi dan mengakibatkan kondisi kakek menjadi seperti ini." Suara Narendra bergetar mengatakan hal itu pada pria renta itu. Ada rasa sesal yang mendalam menusuk hatinya berkeping-keping. "Apa yang harus saya lakukan agar kakek memafkan perbuatan saya ini? Saya rela dipenjara jika kakek menginginkan hal itu untuk menebus kesalahanku."
Pria renta itu menggeleng lemah. Sudut matanya menumpahkan buliran air mata. Pria renta itu menggenggam erat tangan Narendra dengan sepenuh jiwanya yang berselimut kegelisahan
"Tuan Rendra, sudahlah. Ini hanya kecelakaan. Abah tau Tuan tidak bermaksud melakukan hal itu." ujar pria renta itu lirih. "Abah tau Anda orang baik dan bertanggung jawab. Karena itu tolong hapuskan kegelisahan Abah ini, Tuan."
"Apa maksud kakek?"
"Abah memiliki putri semata wayang. Istri Abah belum lama ini telah meninggalkan dunia. Jika nanti Abah menyusul istri abah ke alam baka, maka Arania putriku akan sendirian." Ucapnya dengan pilu, air matanya kini mengalir deras di wajah lelahnya yang keriput itu.
"Jangan bicara seperti itu, kek. Insyaallah kakek akan baik-baik saja nanti." Ujar Rendra memberi kekuatan kepadanya. Namun pria renta itu lagi-lagi menggeleng dan menatap lekat kepada Narendra.
"Abah tau usia abah tidak lama lagi. Abah tidak memiliki banyak kekuatan untuk tetap bertahan dengan tubuh renta ini, Tuan. Jika Anda memang ikhlas ingin bertanggung jawab atas hal ini maka Abah minta tolong kepada anda, nikahilah putriku satu-satunya, Arania."
Deg!
Bagai petir di siang bolong, hati Narendra begitu bergetar dan teramat sangat syok mendengar permintaan kakek itu.
"Tapi itu_" ucapan Rendra tiba-tiba saja tertahan saat akan mengungkapkan kebenaran tentangnya. Dipikirannya jika ia mengungkapkan jatidirinya saat ini mungkin akan membuat kondisi kakek itu lebih memburuk lagi.
"Jagalah dan sayangilah dia. Setelah aku tiada dia tidak memiliki siapa-siapa lagi, Tuan. Abah takut jika nanti dia hidup sebatang kara akan membuatnya kesulitan. Maka dari itu Abah meminta mu untuk mengambil alih tanggung jawabku untuk menjaganya. Dengan itu kepergian ku akan tenang." Ucap Abah tak mampu lagi menahan air matanya yang terus menerus mengalir. "Percayalah pada Abah, Arania adalah gadis yang baik. Dia akan menjadi istri yang patuh dan penyayang untuk mu, Tuan Rendra."
Rendra belum memberikan reaksinya, pria tampan dan gagah itu masih berpikir bagaimana jika tindakannya ini akan menyebabkan kehancuran hati yang lainnya. Karena saat ini ada hati wanita lain yang harus dijaganya. Rendra terus berfikir dan beristighfar dalam kegelisahannya. Bagai buah simalakama apapun keputusan yang ia ambil akan menghancurkan hati sebelah pihak.
"Cepatlah, nak Rendra. Apakah bersedia?" Ucap Abah tersendad karena nafasnya semakin tersengal.
Karena kepanikannya melihat kondisi kakek itu, pria muda itu refleks menganggukkan kepalanya, "Baiklah saya bersedia menikahi putri kakek secara siri." ucapnya kemudian.
Nafas Abah semakin berat, Rendra panik bukan main dan seketika memencet tombol di dekat ranjang pasien untuk memanggil dokter. Namun tak lama pintu kamar itupun terbuka dengan kuat.
Braaakk...
Seorang gadis cantik dengan wajah yang sembab telah berdiri diambang pintu, memastikan kebenaran yang berada di kamar itu adalah Ayahnya. Sejenak memastikan hal itu, gadis cantik berambut panjang itu berlari mendekati Ayahnya dengan linangan air mata di pipinya.
"Abaahh..." Teriaknya mendekat ke sisi ranjang dan melihat Ayahnya yang kini dalam kondisi sakratul maut.
"Abah. Abah. Apa yang terjadi pada Abah. Tolong jangan seperti ini, bah. Ara takut. Abah harus baik-baik saja, demi Ara, bah!" Isak Arania yang perhatiannya hanya terfokuskan pada sang Ayah tanpa memedulikan orang lain di sekitarnya.
Dengan sisa-sisa kekuatannya yang terakhir Abah meraih tangan Arania dan Narendra, kemudian disatukannya di atas dadanya.
"Kalian menikahlah," ucap Abah sangat lemah dibarengi dengan kedatangan dokter dan perawat memeriksa kondisi pria renta itu.
Sebelum akhirnya Abah mengucapkan dua kalimat syahadat dituntun oleh Arania dan Rendra mengiringi hembusan nafas terakhir dan menutup matanya.
"Innailaihi wainnailaihi roji'un," ucap sang dokter.
"ABAHHH!!!" Teriakan histeris Arania menggelegar di ruangan itu dengan kesediaan dan hati yang porak poranda. Rendra mendekat pada Arania untuk menenangkan gadis yang terlihat sangat rapuh itu. Akan tetapi tak lama tubuh gadis nan mungil itupun tumbang di sebelah jenazah sang ayah yang baru saja tiada. Beruntungnya sebelum tubuh ringkih itu jatuh ke lantai, Rendra berhasil menopangnya terlebih dulu kemudian membawanya ke sisi lain ruangan itu.
,,,
Setelah beberapa saat setelah Arania kembali siuman dan masih dalam kondisi lemah, sang dokter yang memeriksa Arania mengingatkan pesan terakhir si pasien kepada mereka. "Sebaiknya kalian nenikahlah saat ini juga di depan jenazah bapak ini sesuai wasiatnya tadi," kata dokter itu.
Rendra menatap ke wajah sendu Arania, namun gadis itu tidak memberikan respon apapun. Tatapannya kosong, pikirannya entah kemana. Namun kesedihan terlihat jelas di wajah cantiknya.
"Bagaimana nona? Apakah anda bersedia menikah dengan saya?" Tanya Rendra dengan lembut. Suara berat Rendra bagaikan menghipnotis Arania sehingga gadis itu hanya menganggukkan kepalanya dengan lemah.
Selang waktu yang singkat segala persiapan seadanya telah tersedia dalam ruangan itu dengan bantuan dokter itu untuk melakukan ijab qobul. Semua syarat dan rukun nikah seperti mahar, wali, penghulu serta saksi telah siap saat ini. Hingga ijab qobul bisa dilakukan dengan khidmat walaupun dalam kondisi berduka cita.
"Sah,"
"Alhamdulillah,"
Seru semua orang yang menyaksikan hal itu di hadapan jenazah Abah yang tak lama lagi akan dikebumikan.
"ABAAHHH!" Jerit Arania histeris saat itu memeluk jenazah sang Ayah.
"Arania, ikhlaskan Abahmu. Jika kamu seperti ini terus akan mempersulit Abahmu untuk meninggalkan dunia ini." Rendra meraih tubuh mungil Arania dari jenazah Abah dan membawanya dalam pelukannya untuk menenangkan istri yang baru saja dinikahinya itu.
"Aku sekarang sendirian. Aku sebatang kara. Abah sudah pergi meninggalkanku, hiks." Ucap Arania tanpa dia sadari bahwa dirinya saat ini telah menikah dan tentunya kewajiban suaminyalah yang harus bertanggung jawab padanya.
"Kamu tidak akan sendirian. Ada aku. Kamu tanggungjawab ku sekarang, Arania." Ucap Rendra sembari menepuk-nepuk punggung gadis itu.
Arania seketika kelu, tak mampu berkata-kata lagi dengan keadaannya saat ini. Yang ia tau saat ini ia merasa sangat sedih dan terpukul dengan kematian Ayahnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments