NovelToon NovelToon
Seketaris Sang Pemuas

Seketaris Sang Pemuas

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / CEO / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:14.5k
Nilai: 5
Nama Author: rafi M M

Dalam perjalanan cinta yang penuh hasrat, kebingungan, dan tantangan ini, Adara harus menentukan apakah dia akan terus bertahan sebagai "sekretaris sang pemuas" atau memperjuangkan harga dirinya dan hubungan yang bermakna. Di sisi lain, Arga harus menghadapi masa lalunya dan memutuskan apakah ia siap untuk membuka hatinya sepenuhnya sebelum semuanya terlambat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rafi M M, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3: Tatapan Pertama

Hari itu dimulai seperti biasa. Adara tiba di kantor lebih awal, memastikan dirinya siap untuk hari yang mungkin penuh dengan tugas-tugas baru. Meski hari ini terasa sedikit lebih tenang daripada hari sebelumnya, ia tetap merasa gugup. Pengalaman kemarin—berbicara di hadapan para investor—masih membekas di pikirannya. Ia berhasil melalui tantangan itu dengan baik, tetapi Adara tahu betul bahwa tantangan di hari-hari berikutnya bisa jauh lebih berat. Dia tak boleh lengah.

Setelah mempersiapkan jadwal harian Arga, Adara duduk di mejanya dan mulai bekerja. Sesekali, pikirannya melayang pada interaksi yang singkat namun mendalam dengan bosnya. Tatapan mata Arga ketika ia memintanya menjelaskan analisis risiko itu begitu dingin, namun mengandung sesuatu yang lebih dari sekadar profesionalisme. Ada ketenangan yang mengintimidasi, seolah Arga mampu membaca pikiran orang hanya dengan melihat mereka.

Adara merasakan perasaan aneh setiap kali ingatan itu muncul. Dia tidak bisa memungkiri bahwa Arga memiliki daya tarik yang kuat. Namun, itu bukan sekadar ketertarikan fisik. Ada sesuatu yang lebih mendalam, sesuatu yang sulit dijelaskan. Mungkin itu adalah cara pria itu mengendalikan situasi, atau mungkin caranya berbicara tanpa pernah menunjukkan emosi yang sebenarnya. Arga selalu tampil tenang, terkendali, dan tak pernah menunjukkan kelemahan sedikit pun.

Di tengah lamunannya, suara dering telepon di mejanya mengembalikannya ke realitas. Adara segera mengangkat telepon itu.

“Selamat pagi, ini Adara,” sapanya.

“Adara, saya butuh Anda di ruang rapat. Bawa berkas-berkas presentasi dari kemarin,” suara Arga terdengar dari seberang telepon. Seperti biasa, suaranya penuh ketegasan, tanpa celah untuk pertanyaan.

Adara mengangguk, meskipun Arga tak bisa melihatnya. “Baik, Pak. Akan segera saya bawa.”

Setelah meletakkan telepon, Adara dengan cepat mengambil berkas-berkas yang diperlukan dan bergegas menuju ruang rapat. Dia berjalan dengan cepat, berusaha untuk tidak terlambat. Pikirannya mulai bersiap menghadapi situasi yang mungkin terjadi di ruang rapat itu, apakah akan ada diskusi penting atau mungkin presentasi lanjutan yang harus ia urus.

Ketika dia sampai di depan pintu ruang rapat, Adara mengetuk pintu dengan pelan, seperti biasa.

“Masuk,” suara Arga terdengar dari dalam.

Adara membuka pintu dan masuk, hanya untuk menemukan Arga sedang berdiri di dekat jendela besar yang memamerkan pemandangan kota. Dia memegang cangkir kopi, terlihat sangat santai namun tetap memancarkan aura yang tegas. Di atas meja, terdapat beberapa dokumen yang tampak terkait dengan proyek yang mereka bahas kemarin.

Namun, bukan itu yang membuat Adara terkejut. Di ujung ruangan, duduk seorang wanita yang tidak ia kenal. Wanita itu memiliki penampilan yang sangat memukau. Rambutnya yang hitam pekat tergerai dengan rapi, dan matanya yang tajam menatap Adara seolah-olah sedang menilai setiap gerak-geriknya. Dia mengenakan setelan elegan berwarna merah yang memperlihatkan bahwa dia bukan sembarang orang.

Adara berdiri sejenak di pintu, merasa sedikit tidak nyaman dengan tatapan wanita itu. Namun, ia segera melangkah masuk dan menghampiri meja, menaruh berkas-berkas yang diminta Arga.

“Ini dokumen yang Anda minta, Pak,” kata Adara sambil memberikan map kepada Arga.

Arga mengambil dokumen itu tanpa mengalihkan pandangannya dari Adara. “Terima kasih,” ucapnya singkat. Kemudian dia berbalik ke arah wanita itu dan memperkenalkannya, “Ini Adara, sekretaris baru saya. Adara, ini Andini, salah satu mitra bisnis saya.”

Adara menoleh ke arah Andini dan mengangguk sopan. “Senang berkenalan dengan Anda.”

Andini tersenyum tipis, tetapi ada sesuatu di balik senyumnya yang membuat Adara merasa canggung. “Senang bertemu denganmu, Adara,” katanya, suaranya lembut namun penuh makna. “Arga sering bercerita tentang betapa pentingnya memiliki staf yang kompeten di sekelilingnya.”

Adara merasa ada nada yang samar dalam kata-kata Andini, tetapi ia memilih untuk mengabaikannya. Ia tersenyum kecil, mencoba tetap tenang. “Saya akan berusaha melakukan yang terbaik.”

Setelah perkenalan singkat itu, Arga kembali fokus pada berkas-berkas yang telah ia terima. Sementara itu, Adara merasa suasana di ruangan itu agak aneh. Ada sesuatu dalam interaksi antara Arga dan Andini yang tampak tidak biasa. Meskipun keduanya bersikap profesional, Adara merasakan adanya ketegangan yang tersirat di antara mereka.

Pertemuan itu berjalan lancar, dengan Arga dan Andini berdiskusi tentang detail proyek yang sedang mereka kembangkan. Adara mencatat beberapa poin penting, meskipun sebagian besar percakapan antara mereka berdua terasa terlalu teknis dan bisnis untuknya. Namun, yang paling menarik perhatian Adara adalah cara Arga dan Andini saling menatap dan berbicara.

Tatapan Arga terhadap Andini berbeda dari tatapan dingin yang biasa ia tunjukkan kepada orang lain. Ada sedikit kehangatan, meskipun sangat samar. Sementara itu, Andini tampak sangat nyaman berada di dekat Arga. Mereka jelas sudah mengenal satu sama lain sejak lama, mungkin lebih dari sekadar hubungan bisnis.

Pertanyaan mulai muncul di benak Adara. Apakah ada hubungan pribadi antara mereka? Mengapa mereka terlihat begitu akrab? Adara berusaha fokus pada tugasnya, tetapi tidak bisa mengabaikan perasaan penasaran yang semakin kuat.

Setelah diskusi selesai, Andini berdiri dan merapikan setelannya. “Baiklah, Arga. Aku rasa semua sudah jelas. Kita akan lanjutkan pembicaraan ini minggu depan.”

Arga mengangguk. “Terima kasih atas waktumu, Andini. Saya akan siapkan semua yang kamu butuhkan sebelum pertemuan selanjutnya.”

Andini kemudian berbalik dan menatap Adara lagi dengan senyum yang penuh teka-teki. “Adara, pastikan kamu selalu siap ketika Arga membutuhkanmu. Dia sangat menuntut.”

Adara tersenyum kaku. “Tentu, saya akan melakukan yang terbaik.”

Setelah Andini pergi, keheningan menyelimuti ruangan. Adara merasa sedikit lega karena kehadiran wanita itu yang menimbulkan tekanan tersendiri kini sudah pergi. Namun, saat dia hendak meninggalkan ruangan, Arga tiba-tiba berkata, “Tunggu.”

Adara berhenti dan menoleh kembali ke arah Arga. “Ada yang bisa saya bantu lagi, Pak?”

Arga berjalan mendekat, tatapannya masih tetap tajam dan penuh kendali. “Apa pendapatmu tentang Andini?”

Pertanyaan itu membuat Adara terkejut. Dia tidak menyangka Arga akan menanyakan hal seperti itu, apalagi tentang seorang mitra bisnis. Adara bingung harus menjawab apa, tetapi ia mencoba tetap tenang. “Dia tampak sangat profesional dan berpengalaman. Saya yakin dia sangat kompeten dalam pekerjaannya.”

Arga menatap Adara dengan seksama, seolah menunggu jawaban yang lebih dari sekadar penilaian profesional. “Benar. Tapi Andini bukan hanya mitra bisnis biasa. Kami sudah lama bekerja sama, dan dia tahu banyak tentang cara saya menjalankan perusahaan ini.”

Adara merasa ada sesuatu yang tersirat dalam kata-kata Arga, tetapi ia memilih untuk tidak menanyakannya lebih lanjut. “Saya mengerti, Pak.”

Setelah itu, Arga mengangguk pelan, lalu kembali ke mejanya. “Baiklah. Kamu bisa kembali bekerja.”

Adara menghela napas lega dan meninggalkan ruangan itu dengan langkah cepat. Pikirannya masih dipenuhi oleh pertanyaan tentang hubungan antara Arga dan Andini. Dia tahu bahwa dalam pekerjaannya sebagai sekretaris, dia harus menjaga profesionalisme dan tidak terlibat dalam urusan pribadi atasannya. Namun, ada sesuatu yang membuatnya sulit untuk tidak penasaran.

Seperti tatapan pertama Arga yang begitu dingin dan menembus, tatapan Andini juga menyimpan misteri. Dan entah bagaimana, Adara merasa bahwa ini baru awal dari rahasia-rahasia yang akan ia temukan di balik sosok Arga Pratama dan dunianya.

1
zizi 😉
Luar biasa
Rafi M Muflih: makasih 😁
total 1 replies
Rajemiati S.Pd.I
lanjutannya.mana
Rafi M Muflih: kemungkinan besok ka, sekarang lagi buat dulu bab nya
total 1 replies
Scorpio Hidden
Semangat terus ka ❤️ jangan lupa mampir yah 🤭
Rafi M Muflih: baik ka
total 1 replies
Rina haryani
update lagi dong
Rina haryani
awalan yang bagus
Rina haryani
sangat menarik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!