Tampan, mapan dan populer rupanya tidak cukup bagi sebagian perempuan. Vijendra sendiri yang menjadi objek dari ketidak syukuran pacarnya, atau mungkin bisa disebut mantan pacar. Ia memilih mengakhiri semuanya saat mendapati perempuan yang ia kasihi selama 3 tahun lamanya sedang beradu kasih dengan laki-laki lain.
Cantik, berprestasi dan setia juga sepertinya bukan hal besar bagi sebagian laki-laki. Alegria harus merasakan sakitnya diputuskan sepihak tanpa tahu salahnya dimana.
Semesta rupanya punya cara sendiri untuk menyatukan dua makhluk yang menjadi korban ketidak syukuran hingga mereka sepakat untuk menjadi TEMAN BAHAGIA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon firefly99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Hadiah Wisuda
Mereka cukup lama meninggalkan Atlantis, hampir 3 pekan. Alegria benar-benar memanfaatkan waktu luangnya untuk bepergian bersama kedua orang tuanya beserta anaknya, entah ke rumah Alaric, Aiman, atau bahkan ke rumah Aisar. Sementara Alden dan Kevin ke Atlantis lebih dulu karena pekerjaan mereka yang tidak bisa ditinggal lama-lama.
"Aku gak usah ikut, bu." ujar Alegria. Ia memang tengah diajak liburan oleh kedua orang tuanya sebagai hadiah wisuda nya.
"Kenapa, sayang?" tanya Ale dengan penuh keheranan.
"Kasihan Aileen kalau dibawa pergi jauh-jauh." jawab Alegria dengan sangat logis.
"Sayang, Aileen sudah baik-baik saja. Dengar sendiri kan penjelasan dokter Fatma kemarin? Cucu ibu itu normal, nak, gak ada yang perlu ditakutkan lagi." bujuk Ale.
Alegria menghela napasnya, lalu mengangguk. "Terserah ibuku deh." katanya.
"Nah, gini kan enak." Ale mengusap rambut anaknya yang sedang menyusui cucunya. "Cucu Oma anteng sekali yah sayang yah." ia juga tak lupa mengajak cucunya mengobrol.
"Ibu senang gak?" tanya Alegria tiba-tiba.
"Senang dalam hal apa nih?"
"Senang gak punya anak kayak Yaya? belum jadi apa-apa, sekarang malah jadi mama."
Ale tersenyum. Ia menyandarkan kepalanya pada bahu anaknya. "Senang, senang sekali. Ibu bangga juga. Anak ibu yang satu ini, begitu membanggakan, makanya ibu senang. Kenapa harus gak senang sih punya Yaya? Yaya ini anak yang cerdas, baik, sopan, santun, cantik pula. Ibu dan ayah tuh dulu sempat khawatir kalau liat Yaya lebih banyak belajar dibandingkan bermain. Tapi sekarang gak lagi, soalnya ayah dan ibu bisa melihat Yaya bermain bersama baby Aileen dalam waktu yang lama. Ibu senang melihatnya. Sesederhana itu kebahagiaan ibu dan ayah, nak." ia lalu mencium pipi anaknya.
"Terima kasih yah, Bu. Ibu sudah begitu mengerti Yaya." ucap Alegria.
"Sama-sama sayangku." balas Ale. "Cucu ibu tidur itu." katanya lagi.
"Yaya pindahkan ke sofa dulu ya, Bu."
Ale lalu menjauhkan kepalanya dari bahu anaknya. Ia bisa melihat anaknya begitu lihai mengurus Aileen.
Drrrttt drrrtttt drrrtttt
"Siapa Bu yang menelpon?" tanya Alegria. Ia sedang merapikan beberapa mainan anaknya.
"Kak Vajen." jawab Ale.
"Eh?" Alegria menoleh.
Ale tersenyum. "Jawab gih. Biar ibu yang lihatin Aileen." suruhnya.
Alegria mengangguk. Ia lalu mengambil ponselnya dan berjalan ke taman samping rumah untuk menjawab panggilan telepon Vajen.
"Ya!"
"Iya, kak?"
"Masih di sana? Kok malah diam?"
"Y-yaa."
"Gugup yah?"
"Dih, apaan sih?"
"Ya, mana tahu gugup karena saya menelpon. Kamu baik-baik saja?"
"Baik. Kak Vajen gimana?"
"Sedikit deg-degan menghadapi pertandingan yang akan berlangsung nanti." jujur Vajen.
"Jangan terlalu dianggap beban, kak. Sejauh ini, kak Vajen telah melakukan yang terbaik. Tidak mudah untuk masuk ke 8 besar."
Vajen terdengar menghembuskan nafasnya dengan cukup kasar. "Aileen mana?"
"Lagi tidur siang, di ruang keluarga."
"Kamu dimana sekarang?"
"Di taman samping rumah."
"Terus Aileen sama siapa? Kamu tinggalin dia sendirian?" Vajen terdengar sangat khawatir.
"Ada ibu, kak. Kok malah nge-gass sih?"
"Ya kan namanya juga khawatir, Yaya."
✨✨✨
Butuh waktu 2 hari untuk menyelesaikan berkas-berkas Aileen untuk dibawa ke luar negeri. Dan sekarang, mereka sedang dalam perjalanan menuju Qat, negara pertama yang akan mereka kunjungi.
"Tidur gih, baby Aileen biar ayah yang jagain." suruh Airlangga pada anaknya, lalu mengambil cucunya dari pangkuan anaknya.
"Terima kasih, ayah." ucap Alegria. Matanya memang terasa sangat berat, karena tadi harus bangun dini hari untuk bersiap-siap. Ibunya saja sudah kembali tertidur.
Butuh waktu 8 jam lebih beberapa menit untuk tiba di Qat. Saat mereka tiba di bandara, sudah ada mobil yang menjemput mereka.
"kuku kukuku kuku" oceh Aileen.
"Sudah rewel yah anak mama. Ngajak ngomong terus." Alegria lalu menjatuhi anaknya dengan kecupan.
"Bentar lagi bisa minta uang itu " canda Ale.
"Kan ada opanya, ibu." ujar Alegria dengan sangat enteng.
Lalu terdengarlah tawa Airlangga. "Semuanya untuk istri , anak-anak dan cucu ayah." katanya.
"Ayah yang terbaik." kompak Alegria dan ibunya.
Tiba di hotel, Alegria lebih dulu memandikan anaknya, lalu menyusui nya. Saat anaknya tertidur, barulah gilirannya untuk bersih-bersih dan menyusul anaknya untuk beristirahat.
Keesokan harinya, Airlangga mengajak anaknya untuk nonton bola di stadion. Tentu saja ingin menyaksikan secara langsung pertandingan Atlantis melawan Uzb.
"Ibu saja, ayah. Aileen kan belum bisa masuk stadion." tolak Alegria.
"Ibu kan gak terlalu suka bola, nak. Di Atlantis saja jarang ikut nonton." ucap Airlangga.
"Ya iya sih."
"Kamu ini, sana temanin ayah nonton bola dulu." suruh Ale pada anaknya.
"Tapi, Bu."
"Baby Aileen biar sama ibu. Paling lama hanya 3 jam itu. ASI aman kan? Ada stok?" tanya Ale.
"Ada, Bu. Di kulkas kamar."
"Kamu pindahkan dulu susunya baby Aileen, beberapa pakaian dan popoknya juga. Habis itu, langsung siap-siap."
Mendengar perintah ibunya yang tidak mau dibantah, Alegria lalu kembali ke kamarnya untuk mengambil apa yang ibunya perintahkan.
Hingga waktu yang dinanti-nanti tiba, pertandingan berlangsung dengan sangat sengit. Dua tim saling menunjukkan perlawanannya untuk membobol gawang lawan. Namun hingga peluit panjang terdengar, tanda waktu telah habis, skor mereka seri. Hal itu menyebabkan diadakan tendangan penalti.
Riuh suara penonton menggema dari segala sudut. Alegria pun merasa sedikit cemas, jantungnya berdetak dengan sangat cepat. Akankah Atlantis berhasil menyelesaikan pertandingan ini dengan sebuah kemenangan atau sebaliknya?
Satu persatu pemain menyelesaikan tugasnya. Hingga air mata Alegria jatuh sendiri saat tahu jika timnas kebanggaan mereka dinyatakan kalah. Ia bisa merasakan tepukan pada bahunya, pelakunya adalah sang ayah. Tidak jauh berbeda dengan dirinya, para pemain di dalam sana juga nampak sedih karena harus mengalami kekalahan. Namun inilah pertandingan, harus ada yang kalah untuk ditemukan para pemenang.
Entah berapa lama Alegria menunduk untuk menyembunyikan rasa sedihnya, namun saat ia menegakkan kembali badannya dan mengarahkan pandangannya ke depan, matanya langsung bersitatap dengan mata Vajen yang hari ini tidak setajam biasanya. Malah terlihat kosong.
"Gak apa-apa. Kalian sudah berusaha keras." Airlangga menepuk bahu dua anak muda di depannya yang masih bersimbah keringat.
"Terima kasih, ayah." ucap Adnan. "Untung saja papa gak di sini, Adnan mungkin gak akan sanggup melihat kekecewaannya."
"Boy, gak gitu. Bang Arslan bukan kecewa ke kamu, gak sama sekali. Bagaimana pun, beliau seorang ayah. Dan lagi, ini sudah menjadi hal yang sangat membanggakan. Terakhir kali kita sampai pada tahap ini nyaris 30 tahun lalu. Kalian telah melakukan yang terbaik." ucap Airlangga lagi, memberikan semangat pada dua orang di depannya.
"Dek, gak mau peluk kakak?" tegur Adnan pada Yaya yang masih saja diam di belakang ayahnya.
Alegria lalu melangkah dua kali untuk bisa mendekap kakaknya meskipun dibatasi pagar besi setinggi dada. "Ihh, bajunya basah. Lepas." ucapnya cepat sembari berusaha melepaskan pelukannya.
Hal itu membuat tiga lelaki lainnya tertawa kecil.
"It's okay. Kakak-kakak semua telah melakukan yang terbaik. Kalah menang sudah biasa. Mentalnya diperkuat lagi." ucap Alegria lagi, namun matanya tertuju pada Vajen.
Vajen sendiri mengangguk dan tersenyum tipis.
"Yok ah, udah di kode. Ayah, adek Yaya, pamit dulu yah." pamit Adnan.
"Makasih, om. Duluan, Yaya!" Vajen juga ikut pamit menyusul Adnan yang berlari menuruni tangga untuk bisa sampai ke pinggir lapangan.
Mau pantengin terus sampai tamat ahh 😁
Semangat kak bikin ceritanya 🤗 ditunggu sampai happy ending yahh 😘