"Dia membuang sebuah berlian, tapi mendapatkan kembali sesuatu yang kurang berharga. Aku yakin dia akan menyesali setiap keputusannya di masa depan, Illana."—Lucas Mathius Griggori.
Setelah cinta pertamanya kembali, Mark mengakhiri pernikahannya dengan Illana, wanita itu hampir terkejut, tapi menyadari bagaimana Mark pernah sangat mengejar kehadiran Deborah, membuat Illana berusaha mengerti meski sakit hati.
Saat Illana mencoba kuat dan berdiri, pesona pria matang justru memancing perhatiannya, membuat Illana menyeringai karena Lucas Mathius Griggori merupakan paman Mark-mantan suaminya, sementara banyak ide gila di kepala yang membuat Illana semakin menginginkan pria matang bernama Lucas tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunny Eclaire, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. Akhir pekan.
"Anak itu masih belum kembali?" Hana bertanya tanpa menatap siapa pun, tapi orang-orang di sekitarnya saling memandang—mencari tahu jawaban dari pertanyaan wanita tua yang sebentar lagi usianya menginjak tujuh puluh tahun.
Steve, Juliet, Naomi serta Mark saling menatap. Mereka mengerti seseorang yang dicari oleh Hana, suasana di balik meja makan menjadi sunyi dan canggung akibat pertanyaan tersebut.
"Kalian tidak tahu?" Hana kembali bersuara. "Apakah kekesalannya sangat besar sehingga tidak menjenguk ibunya?"
"Eum, aku sudah mencoba menghubunginya berkali-kali, tapi dia tidak menjawab teleponku, sehingga beralih menghubungi Beny," sahut Steve.
"Lalu, dia memberitahumu?"
"Ya, Bu. Lucas melakukan pekerjaannya seperti biasa."
"Mengapa? Dia marah padamu, tapi melibatkan diriku. Apa dia sudah tidak memiliki orangtua lagi sehingga bersikap seperti ini, huh?"
"Aku bisa mencoba menghubungi paman dan membujuknya, Nenek." Naomi bersuara. "Jangan cemas, aku yakin Paman Lucas baik-baik saja."
"Bukankah kalian bertemu dengannya pada acara lelang amal? Apa siapa pun tak mencoba membujuknya, huh!" Hana semakin emosi. Kakak perempuan Mark segera menghampiri Hana, ia mengajak wanita tua itu beranjak.
"Sebaiknya Nenek beristirahat sekarang, aku akan mengantarmu ke kamar."
Hana mengikuti keinginan cucu perempuannya, Naomi membantu memapah sang nenek bersama seorang caregiver yang bekerja di rumah ini.
"Pastikan hubungi Lucas. Katakan aku merindukannya, aku ingin bertemu dengan anak nakal itu. Tolong katakan padanya, Naomi." Mereka berbicara sembari berjalan meninggalkan ruang makan.
"Tentu, Nenek. Aku akan menghubungi Paman Lucas setelah ini, tenanglah dan beristirahat."
Steve mendengkus, selera makannya hilang karena ocehan sang ibu. Meski telah menjelaskan bahwa Lucas bersumpah takkan menginjakan kaki lagi di rumah ini, tapi tetap takkan berefek untuk Hana. Ibu mereka sudah tua, sejak Lucas masuk penjara, tak ada pertemuan antara putra bungsu serta wanita itu, lalu Lucas berhasil keluar setelah satu tahun—meski vonis yang diberikan padanya mencapai lima tahun. Wajar jika Hana sangat merindukan putranya itu.
"Aku bisa mencoba menghubungi paman," ucap Mark setelah meneguk segelas air mineral. "Siapa pun bisa mencoba, semua ini demi nenek." Ia mendorong kursi ke belakang dan beranjak.
"Kamu tak perlu melakukannya."
Mark menatap Steve. "Mengapa?"
"Bukankah kamu mendengar bahwa Naomi akan melakulannya? Aku tak ingin membuat Lucas merasa besar kepala dan berpikir bahwa dia dibutuhkan di rumah ini." Steve memang sangat angkuh, dia selalu kesal jika melihat orang lain lebih memperhatikan adiknya.
"Nenek memang membutuhkannya, Ayah. Dia benar, kalian yang bertengkar, mengapa harus melibatkan nenek? Dia hanya seorang ibu yang selalu membutuhkan anak-anaknya."
"Pamanmu tetap takkan datang. Berhenti berharap."
"Aku—"
"Patuhlah sedikit, Mark! Ayah memiliki banyak beban akhir-akhir ini, bisakah kamu mendengarkanku sedikit saja?"
Mark bergeming, menatap ayahnya beberapa detik sebelum menyingkir. Meski ia kesal menghadapi karakter Steve, tapi takkan memperbesar masalah ini. Steve memang selalu membawa masalahnya ke mana pun, lantas menekan orang lain agar mengerti kesulitannya.
"Bukankah keluarga ini sudah cukup tenang tanpa kehadiran Lucas? Mengapa ibu selalu saja mengacau, kepalaku menjadi sangat pening."
Juliet beranjak, berdiri di belakang Steve dan mencoba memijat bahunya. "Tenanglah, lebih baik beristirahat lebih awal, jangan lupa minum obatmu. Apa pijatanku membuatmu merasa lebih baik?"
"Hmm."
***
Akhir pekan.
Ting-tong-ting-tong!
"Aku datang!" Illana bersemangat membuka pintu setelah memastikan seseorang di luar sana. "Paman Lucas."
"Hai." Pria itu tersenyum hangat, sejak konflik kecil yang terjadi antara mereka beberapa hari lalu, sepertinya suasana hati Lucas sudah lebih baik. Illana berpikir untuk tidak membahasnya.
"Masuklah."
"Terima kasih." Ia memperhatikan penampilan Illana, ini pertama kalinya Lucas melihat kesederhanaan Illana ketika berada di rumah. Biasanya, Lucas selalu menemukan wanita itu saat memakai outfit kantor, atau gaun panjang pada beberapa acara.
Sementara pagi ini, Illana masih memakai piyama merah muda, mengikat rendah rambut panjangnya serta sebuah kacamata.
"Apa kamu belum mandi?" tanya Lucas setelah duduk di sofa ruang tamu.
"Aku sudah mandi, hanya belum berganti pakaian. Aku baru saja memeriksa kembali proposal yang bisa diajukan untuk Tuan Thomas Fault."
"Eum, kamu tidak perlu membawanya hari ini. Dia takkan senang mengurus pekerjaan saat akhir pekan, dia ingin bersantai dengan para wanitanya."
"Ini termasuk alasannya mengajak bermain golf?"
Lucas mengangguk. "Ikuti saja keinginannya, kalian bisa membahas sesuatu dengan lebih tenang."
"Ya. Selama tidak menginginkan hal-hal aneh." Ia berdecak membayangkan jika Thomas Fault mengajaknya berbuat mesum seperti yang dikatakan banyak orang. "Ah. Ingin meminum sesuatu?"
"Tidak, aku menunggumu siap."
"Baiklah, aku akan berganti baju sekarang. Tolong tunggu sebentar, Paman."
"Ya."
Sekitar sepuluh menit menunggu, Illana akhirnya keluar dari kamar dengan penampilan rapi seperti biasa. Mereka akan pergi bermain golf, sehingga wanita itu menggunakan kostum golf yang terlihat ketat.
Lucas tak berkedip saat Illana mendekat, tapi ekspresinya terkesan muram.
"Bisakah kamu membawa jaket?"
"Jaket? Cuaca di luar sangat bagus, Paman."
"Kamu bisa menggunakan jaket untuk menutupi bagian atas tubuhmu, meski cuaca di luar bagus, tapi isi kepala manusia tidak selalu secerah cuaca hari ini." Ia beranjak seraya memasukan tangannya pada saku kemeja abu-abu, ia ingin terlihat tampil formal meski memakai t-shirt hitam dan menjadikan kemeja sebagai pelengkap.
"Baiklah, aku kembali mengambil jaket."
"Aku tunggu di luar."
Illana menumpang dalam mobil Lucas, mereka sempat terlibat perdebatan kecil di basement saat Illana ingin mengemudikan mobilnya sendiri, sementara pria itu memaksa agar Illana masuk ke mobilnya.
"Jika aku menghendakimu mengemudi sendiri, aku pasti takkan datang menjemput pagi ini, aku bisa menunggu di lokasi golf. Namun, apa yang aku lakukan, huh? Bukankah kamu sangat membuang waktu?"
Pada akhirnya Illana mengalah, ia tak berniat membuat Lucas menjadi lebih kesal sehingga situasi di tempat golf menjadi canggung. Bagaimana pun, pertemuan ini terjadi karena bantuan dari Lucas.
"Paman."
"Hmm." Pria itu fokus mengemudi.
"Apa kamu mengenal baik Thomas Fault itu?"
"Jika aku menceritakannya kepadamu, pasti kamu akan merasa sangat geli."
"Maksudmu?"
Lucas menoleh. "Haruskah aku menceritakannya?" Ia tersenyum janggal, membuat Illana merasa aneh. "Beberapa kali dia meminta perempuan dariku."
"Meminta perempuan? Kamu menyimpan banyak perempuan?"
"Tidak."
"Lalu, apa maksudnya?"
"Bukankah kamu tahu bagaimana perilaku Thomas Fault terhadap wanita? Peranku hanyalah menyediakannya, tapi jangan berpikir bahwa aku seorang mucikari, tak ada harganya. Dia tahu bahwa aku memiliki banyak klien, sehingga mencoba bernegosiasi demi kepuasan pria itu. Aku tidak memaksa siapa pun, dan beberapa wanita setuju setelah menghubungi Thomas."
Pria itu menjelaskannya menggunakan ekspresi datar, seolah situasi tersebut sering terjadi dalam hidupnya.
"Maksudmu, mereka menyerahkan dirinya?"
"Ya, tapi tentu tidak gratis. Seperti saat seseorang putus asa karena perusahaan ayahnya mendekati kebangkrutan, pada awal tahun pasar saham terbuka, jadi putri mereka ditekan untuk membantu apa pun, dan berhubungan dengan Thomas adalah jalan keluar saat itu."
"Ah. Sekarang aku mengerti. Kalimatmu sangat halus."
"Jadi, aku berharap kamu jangan terlibat lebih jauh dengannya. Atau, aku akan ...."
"Akan apa?"
Lucas menatap lekat Illana tanpa berkedip. "Memotong kemaluannya."
***