Halwa mencintai Cakar Buana, seorang duda sekaligus prajurit TNI_AD yang ditinggal mati oleh istrinya. Cakar sangat terpukul dan sedih saat kehilangan sang istri.
Halwa berusaha mengejar Cakar Buana, dengan menitip salam lewat ibu maupun adiknya. Cakar muak dengan sikap cari perhatian Halwa, yang dianggapnya mengejar-ngejar dirinya.
Cakar yang masih mencintai almarhumah sang istri yang sama-sama anggota TNI, tidak pernah menganggap Halwa, Halwa tetap dianggapnya perempuan caper dan terlalu percaya diri.
Dua tahun berlalu, rasanya Halwa menyerah. Dia lelah mengejar cinta dan hati sang suami yang dingin. Ketika Halwa tidak lagi memberi perhatian untuknya, Cakar merasa ada yang berbeda.
Apakah yang beda itu?
Yuk kepoin cerita ini hanya di Noveltoon/ Mangatoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 Cemburukah?
Tiba di rumah, Halwa segera menjalankan perannya menjadi istri. Dia ke kamar mandi membersihkan diri lalu ke dapur. Sebelum langkahnya menuju dapur, suara Cakar sudah berteriak memanggil namanya.
"Halwa," teriaknya. Halwa menahan langkahnya, berdiri di sana dan menunggu kembali reaksi Cakar.
"Halwa," ulangnya lagi tidak sabar.
Dengan ragu, Halwa melangkahkan kaki menuju kamar dan menghampiri Cakar yang sedang menduduki ranjang dengan tangan memijit-mijit kepala. Sepertinya Cakar memang sakit kepala, terlihat dari raut wajahnya yang suntuk.
Halwa tidak memiliki firasat apa-apa, sebab dia merasa tidak punya salah apa-apa terhadap Cakar.
"Ya, Mas." Halwa menyahut lalu duduk di sofa. Jarak mereka berjauhan, seperti ada gap yang memisahkan.
"Di ruanganku heboh, namamu menjadi topik perbincangan," ujarnya sembari tidak henti memijit kepala, lalu kini ke pelipis.
Halwa terperangah, dia bingung kenapa namanya heboh seperti apa yang dibilang Cakar barusan. "Kenapa, Mas, heboh kenapa?" tanya Halwa heran.
"Dulu delapan bulan lalu sebelum kamu menikah denganku, namamu juga bikin heboh satu ruangan kerjaku. Aku dipermalukan oleh salam-salam kamu yang disampaikan Ardi dan Rian. Satu ruangan menggoda aku dan aku jadi bulan-bulanan mereka. Lalu kini, kamu mau tahu apa kehebohan yang dibuat namamu?" sengak Cakar mengarahkan tatapnya pada Halwa tajam, sampai bola matanya membulat.
Halwa tersentak, dia tidak menduga kehebohan di ruangan kerjanya disebabkan namanya, tapi dengan alasan apa?
Cakar berdiri dengan tubuh mengarah Halwa. "Kamu tahu pria berseragam PDH yang di taman kemarin itu, yang mengajak kamu berbincang berdua dan sok baik memberimu minum dengan alasan batuk? Dia menyukaimu dan mengagumi?" Cakar menjelaskan dengan mata yang menjeling-jeling.
Halwa tersentak mendengar penjelasan Cakar begitu. Dia tidak percaya bahwa tentara yang menghampirinya di samping taman Soemarmo itu menyukainya. Dari mana Cakar tahu bahwa laki-laki itu menyukai dan mengaguminya?
"Jangan-jangan setelah ngobrol itu, kalian tukar-tukaran nomer Hp. Mana, sini Hp kamu?" Masih dengan nada bicaranya yang meninggi, Cakar berjalan menuju Halwa lalu meraih Hp nya yang ditaroh di meja dengan kasar.
"Tidak, Mas. Aku tidak tukaran nomer Hp. Buat apa?" sangkal Halwa seraya menatap Hp nya yang kini diambil Cakar.
"Lalu, ini maksudnya apa, Hp kamu dikunci pakai sandi? Apakah kamu menyembunyikan rahasia dariku sampai kamu mengunci Hp dengan kata sandi?" tudingnya meradang menatap nyalang.
"Tidak, Mas. Dari sejak sebelum menikah, aku memang mengunci Hp ku dengan kata sandi," jawab Halwa sedikit gemetaran.
"Apa sandimu?" Halwa meraih Hp nya, akan tetapi Cakar menahannya. Cakar memberi isyarat supaya Halwa langsung menuliskan kata sandi dengan Hp dalam genggaman tangan Cakar.
Tanpa bantahan Halwa segera menuliskan sandinya, kemudian Cakar melihatnya dengan jelas. Halwa menulis sebuah kata sandi dengan jelas. Di sana tertulis nama Halwa Azizah sebagai kata sandinya. Dan layar Hp Halwa pun kini bisa dijelajahi dengan bebas oleh Cakar.
"Kamu menyimpan nama Danton kemarin dengan nama apa?" tanya Cakar sembari mengutak-atik kontak telpon Halwa.
"Tidak, Mas. Kami tidak tukaran nomer Hp, aku bersumpah," ujar Halwa meyakinkan.
"Bohong. Kamu pasti bohong."
"Tidak, Mas. Aku tidak bohong. Lagipula buat apa aku menyimpan nomernya?" sangkal Halwa lagi seraya mempertanyakan untuk apa dia menyimpan nomer Danton itu.
"Kali saja untuk koleksianmu," ketus Cakar masih menjelajahi Hp Halwa sampai ke dalam semua aplikasi yang dicurigainya menyimpan nama lelaki lain.
Halwa tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan Cakar padanya. Tingkahnya seperti seorang suami yang sedang cemburu, padahal mengaku tidak mencintai Halwa.
"Jangan sekali-sekali tebar pesona dengan teman-teman sekantorku ataupun tentara yang lain. Sebab kamu akan tahu akibatnya. Tapi jika kamu ketahuan tebar-tebar pesona, maka jalan untuk kita berpisah justru akan lebih mudah," tukasnya memperingatkan.
Lagi-lagi Halwa dibuat heran dengan sikap Cakar yang memperingatkanya supaya jangan tebar pesona dengan lelaki lain, sementara ia saat ini sedang dekat dengan seorang Kowad di kantornya.
Cakar masih mencari-cari hal yang dianggapnya mencurigakan. Dari mulai facebook, WA, instagram sampai telegram. Namun nihil, tidak satupun hal yang mencurigakan, apalagi Halwa memang tidak berteman dengan banyak dengan pria-pria di media sosial.
Kini Cakar menjelajahi instagram milik Halwa, nampak di sana Halwa jarang up date dan memperbarui status. Sehingga Cakar tidak menemukan hal mencurigakan di sana. Terakhir Cakar membuka telegram Halwa.
Di sana banyak foto-foto tersimpan. Dari mulai Halwa SMP sampai SMA dan menikah. Foto-foto itu dilihatnya satu per satu, Cakar nampak mengamatinya terutama foto pengantin.
Halwa nampak sangat cantik dan anggun dengan senyum lebar yang dipaksa, sebab mereka sedang diarahkan oleh sang Fotografer.
Secantik apapun Halwa difoto itu, tetap saja tidak bisa membuat hati Cakar merasa tergugah untuk memiliki rasa cinta yang menggebu. Sebab yang terbayang dalam pikirannya yang berada di sampingnya adalah Seli. Cakar belum bisa move on dari bayangan Seli.
"Jangan pajang foto ini di wallpaper atau media sosial pribadimu. Aku tidak suka pernikahanku denganmu diketahui banyak orang lewat media sosial," tegasnya seraya melempar Hp itu di atas sofa di samping Halwa.
Halwa tersentak, seenggan itu Cakar bersanding dengannya sampai melarang Halwa memasang foto pengantin di media sosial.
"Iya, Mas. Aku mengerti, nanti ada saatnya aku menghapus foto-foto ini." Halwa menyahut dengan wajah yang sedih. Hatinya sangat pedih ketika mengingat lagi ucapan Cakar tadi yang enggan jika Halwa memasang foto pengantin itu di media sosialnya.
Lagipula Halwa memang jarang main media sosial. Walaupun dia memiliki media sosial, Halwa sangat jarang mengunakannya. Halwa selama ini sibuk bekerja, sehingga tidak ada waktu untuk main medsos.
Cakar sedikit tergelitik dengan jawaban Halwa yang diduganya sinis. Ia kemudian melihat Halwa berdiri dan berlalu menuju pintu kamar lalu keluar tanpa kata. Cakar nampak puas melihat Halwa tersakiti. Entah apa maksudnya.
Setelah Halwa pergi Cakar kembali menuju ranjang. Ia berbaring merebahkan tubuhnya. Di sana kepalanya kembali sakit dan berat. Mungkin efek marah tadi terhadap Halwa membuat semua sistem saraf dan otaknya tegang sampai kepalanya berat dan sakit.
"Aku tidak sedang cemburu pada Halwa karena dikagumi lelaki lain. Aku hanya tidak mau dia bertindak diluar batas, sementara dia sudah bersuami," gumamnya seraya memijit-mijit kembali kepalanya yang terasa berat.
Besoknya, ketika bangun tidur, Cakar merasakan kepalanya semakin berat. Tubuhnya demam dan meriang. Saat bangkit, Cakar hampir saja terjatuh kembali ke atas ranjang.
Cakar menuju kamar mandi dengan langkah yang berat. Dia berusaha ke dalam sana karena ia kebelet buang air kecil.
"Brugggg."
"Mas Cakar."