Obsesi Mafia kondang pada seorang gadis yang menjadi jaminan hutang kontrak nya dengan ayah gadis tersebut.
Kisah keluarga yang saling menyakitkan namun menyembuhkan kedua nya saat bertemu. Sang kakek yang mempunyai rencana lain untuk menyatukan kedua nya, untuk mengatur Cucu nya dia butuh Gadis itu.
Tak disangka Mafia tersebut membawa gadis itu keluar dari dunia nya yang tidak baik-baik saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon OrchidCho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Agustd
3 tahun yang lalu dimana malam yang dingin tengah diguyur hujan lebat, langkah kecil nya sambil menutupi kepalanya dengan tangannya, padahal tubuhnya sudah klebes basah karena air hujan. Tubuh kecil itu menerobos ditengah hujan malam tak perduli tubuhnya sudah basah bahkan penglihatannya rabun karena air hujan terus mengenai wajahnya membuat matanya memerah.
Sesampai langkahnya digang kecil terakhir untuk sampai rumahnya, sebelum ia meraih gagang pintu rumahnya yang kecil itu terbuka dari dalam, terlihatlah wanita itu ibu nya.
"Ibu?" Panggil remaja wanita yang berpakaian sekolah tersebut.
Tanpa bicara ibunya hanya melihatnya, ditangan ibunya terdapat koper, dan payung untuk bersiap pergi, bahkan tidak lagi memandang putri semata wayangnya melengos pergi.
"Ibu mau pergi kemana?" Sahut nya sambil mengejar ibunya meski hujan.
"Kembalilah! Ibumu sudah tidak tahan dengan sikap ayahmu" bentak ibunya yang menatap tegas kepada anak perempuannya.
Tangannya meraih tangan sang ibu seakan mengatakan jangan tinggalkan aku.
"Lalu..bagaimana dengan ku?" Tanpa sadar air mata mengalir tanpa pamrih menyaru dengan tetesan air hujan.
Tanpa membalas lagi sangat ibu pun melepaskan tangan putrinya dan melengos pergi tanpa menoleh ke belakang seakan tekadnya sudah bulat.
Gadis itu kembali ke rumahnya dengan basah kuyup, bahkan tetesan dari seragam sekolahnya membasahi lantai.
Terlihat ayahnya yang memasukkan banyak uang ke dalam tas besar, ayah nya yang gemar judi, menipu, dan mabuk bahkan ia memasukkan uang tersebut dalam keadaan sudah minum-minum.
"Ayah.. Ibu telah pergi" suara getir gadis tersebut bahkan air matanya telah deras mengalir.
Perkataan gadis remaja malang itu sama sekali tidak digubris, ayahnya asik memasukan benda berharga itu dibandingkan keadaan putrinya.
"Eishhh.. Pembawa sial" umpat ayah nya yang sebelum pergi dengan membawa tas melewati putrinya itu.
Gadis kelas 3 SMA itu hanya bisa diam melihat nanar pintu tertutup, tak menyerah lalu kakinya melangkah keluar.
Tak lama kembali badan nya mulai menggigil pun merosot ke bawah, akhirnya ia pun nangis terisak semalam.
Melihat keadaan rumah telah sepi, tapi apakah ini pantas disebut rumah? Rumah seharusnya nyaman dan penuh kehangatan, kini hampa yang terlihat hanya kekosongan.
Akibat orang tua nya pergi meninggalkan nya, gadis remaja itu melakukan banyak pekerjaan paruh waktu, ia bertekad untuk kuliah, meski mengandalkan otak pintarnya untuk mendapatkan beasiswa.
Mulai dari jaga toko, jaga PC bang, bahkan mengajarkan les privat, pagi mengantar susu, menjadi kurir paket, makanan, dan pelayanan cafe ia lakukan.
Gadis itu tidak menyerah hidup, ia pindah dari rumah dan mengambil ruang belajar yang lebarnya hanya seukuran kamar mandi kecil, itu lebih menghemat biaya bahkan kalau mandi ia hanya pergi ke tempat mandi umum.
Tanpa ia sadari ada pria wajah dengan bekas luka menghitam di samping bibirnya, serta berjas didalam mobil hitam yang sedang mengamati.
Gadis itu bernama Hana, yang ia lakukan sekarang serba sendiri, bahkan dihari kelulusan SMA nya.
Setelah ia berjuang untuk mendapatkan beasiswa, ia telah mengumpulkan uang untuk keperluan kuliahnya, namun ia terkejut saat berada di administrasi.
"Apa? Sudah dibayar?" Bingung Hana.
"Iya.. Ini sudah dibayar, bahkan sampai anda lulus" jelas staff.
"Itu tidak mungkin, aku bahkan belum menyetor uang nya" protes Hana.
"Tunggu sebentar. Aku sudah mengecek nya berkali-kali, memang sudah dibayar" ucap staff tersebut.
"Apa ada kemungkinan salah transfer" tanya lagi Hana untuk memastikan.
"Tidak, disini Agustd nama pengirim nya, bahkan orang nya kesini sendiri dan membayar ke ruang kepala Rektor" terang staff tersebut.
"Kepala Rektor??" Kaget Hana, jelas dia punya kedudukan sangat tinggi.
"Iya.." Jawab staff tersebut.
"Tapi..Agustd?? Itu siapa?" Malah tanya balik.
"Saya bahkan tidak tahu" geleng staff nya.
"Baiklah" angguk Hana yang pergi dari sana.
Sepulang dari sana Hana berada ditaman dan sedang berpikir siapa kah seseorang dengan nama Agustd yang sudah membayar kuliahnya. Hana menerka-nerka yang membantu bayaran kuliahnya, apakah orang tuanya, dan itu sangat tidak mungkin ia sudah lama tidak komunikasi.
"Hey.." Sahut pria memakai pakaian jaket hitam stylish dengan wajah imut, dibaliknya ada lengan berototnya.
"Kenapa melamun?" Tanya pria bernama Jey dia adalah senior Hana yang selalu peduli dengan nya, bahkan ia tahu betul dengan kondisi Hana, Jey sudah menganggap nya Hana adalah adik nya.
"Ada yang aneh, ada yang membayar kuliah ku, terlebih dia membayar sendiri, di ruang kepala Rektor" jelas Hana.
"Apa?" Jey kaget juga.
"Agustd, itu namanya" terang Hana.
"Apa mungkin, pamanmu?" Tanya Jey.
"Kak Jey tahu kan, orang tua ku tidak pernah bercerita keluarga lain nya" jawab Hana. Diangguk oleh Jey.
"Tau betul, untuk sekarang pakai dulu, selesaikan kuliahmu, nanti aku bantu mencari nama itu" nasihat Jey.
"Baiklah, tapi.. Semakin lama ototmu sangat keras, kau sudah sangat banyak olahraga" tutur Hana meraba lengan berotot Jey.
"Olahraga untuk menjaga kesehatan tubuh, lain kali aku akan mengajakmu joging pagi hari" tutur Jey.
"Tidak" tolak Hana.
"Sesekali boleh, oh iya.. Aku sudah mendapat kamar studio, tidak terlalu besar, dan kecil, pindah lah" ucap Jey.
"Aku memang sudah memikirkan itu, sekali lagi, Terima kasih Kak Jey ☺" senyum Hana.
"Ayo, ku antar kesana" ajak Jey.
Jey adalah putra orang kaya, namun ia hidup sederhana, ia mengambil jurusan manajemen bisnis tentu untuk membantu perusahaan keluarga. Dan Hana pun sangat berterima kasih dengan Jey yang mau berteman dengan nya.
....
Masa kini. Hana telah menyelesaikan kuliah, bahkan sudah bekerja di perusahaan Real estate, namun ia bekerja sebagai sekretaris Direktur, tentu meski sudah memiliki gaji tetap ia masih tetap memilih tinggal di studio kecil nya.
Di pagi hari ia sudah bersiap berangkat, bahkan matahari belum terbit ia berangkat pagi, untuk menghindari kemacetan jalan kota Seoul.
Mulai dari menyiapkan berkas, kopi untuk direktur, bahkan perlengkapan seperti dasi, jas, sepatu untuk pertemuan berbeda-beda.
Direktur nya bernama James yang berumur 40 an terbilang muda bahkan sudah berkeluarga.
Disana Hana sangat cekatan, dan pintar menangani berkas sangat membantu direktur.
Dilantai dasar, seorang pria berjas hitam dengan model rambut badas turun dari mobil. Ia merapihkan jasnya, warna kulit seputih susu itu terlihat sangat bersinar karena sinar matahari.
Dibelakangnya ada beberapa anak buah selalu mengikuti nya, hingga sampai di lift bahkan hanya beberapa anak buahnya ikut sisanya dilantai bawah.
Dilantai atas Hana kesana kemari untuk mengambil yang dibutuhkan direktur.
"Dasi mana yang lebih bagus? Ini atau yang ini?" Tutur James yang membandingkan karena ingin bertemu dengan orang penting.
Dengan cepat memakai, Hana datang membawa sepatu warna coklat.
"Tidak warna itu, ambil yang hitam saja" tolak James, Hana langsung kembali untuk membawakan sepatu hitamnya.
Setelah selesai, mereka keluar dan menunggu depan lift, karena ini dilantai 62 lumayan memakan waktu lama untuk sampai.
Hana menyingkir karena disana ada banyak orang penting lainnya yang menyambut, dari manajer, wakil manajer dan sampai seterusnya.
Bahkan ia juga menunggu lift di seberang untuk turun ke lantai 61 untuk mengambil berkas.
Ting
Pintu lift terbuka, terlihatlah pria berjas didepan Hana, dengan tatapan dingin dari mata sipitnya, tangannya ia masukkan satu ke celana dengan tampilan cool nya.
Di Seberang ditempat direktur menunggu ternyata bukanlah orang yang mereka tunggu.
Pria didalam lift berdecak pelan, sedangkan Hana hanya menatap pria tersebut sambil berkedip beberapa kali.
Pria tersebut melihat wanita didepannya lalu melihat atas, memang benar lantai yang ia tuju.
Hana tersadar dan menoleh, direkturnya pun juga tersadar dan langsung menuju ke tempat Hana berdiri, Hana yang pengertian ia memundurkan langkahnya, disaat orang penting berjas itu ke luar dari lift.
Dan Direktur serta pengikutnya langsung membungkuk memberi hormat.
"Selamat datang.. Pimpinan" sapa Direktur.
'Pimpinan?' Ucap dalam hati Hana.