Kecelakaan saat pulang dari rumah sakit membuatnya harus kehilangan suami dan anak yang baru saja di lahirkannya 3 hari yang lalu.
Tapi nasib baik masih berpihak padanya di tengah banyak cobaan yang di dapatkan Ayana.
Bertemu dengan seorang bayi yang juga korban kecelakaan membuatnya kembali bersemangat dalam menjalani hari-hari yang penuh perjuangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
Pak Dudi datang dengan di dampingi seorang petugas lapas. Pria itu segera menghampiri istri dan anaknya.
"Mela, kamu sudah pulang?"
Terlihat ada secerca harapan dalam pandangan tua itu.
"Iya, Yah. Ayah gimana kabarnya?" Tanya Mela menatap iba ayahnya.
"Ayah gak baik, Nak. Kamu sudah menemui Andreas dan membujuknya kan?"
"Hah... Aku memang sudah menemui Kak Andreas, Yah. Tapi belum sempat membujuk atau merayu, aku sudah di usir," kata Mela merengut kala mengingat hal itu.
Kening pak Dudi mengerut mendengar ucapan Mela.
"Bagaimana mungkin anak Ayah yang paling cantik ini di usir? Apa kamu melakukan kesalahan?"
"Gak, tapi Kak Andreas katanya lagi sibuk kerja dan lagi banyak kerjaan juga. Jadi aku di usir karena dia sibuk," jawab Mela lalu menceritakan bagaimana dirinya di usir dari perusahaan itu.
"Ck, semakin sombong saja anak itu. Lalu bagaimana dengan pengacara yang Ayah minta, Bu? Apa sudah dapat beserta uang ganti ruginya?"
Pandangan pak Dudi beralih pada sang istri yang duduk tepat di hadapannya.
"Ibu lagi coba nego harga sama teman Ibu yang suaminya pengacara. Dan uang denda itu belum ada Yah, uang di ATM gak sebanyak itu untuk bayar denda."
"Lalu bagaimana dengan Ayah, Bu? Kalau dendanya gak di bayar sebelum sidang, bisa-bisa hukuman Ayah akan semakin lama dan berat."
"Lalu apa yang harus Ibu lakukan, Yah? Apa yang harus kita jual untuk membayarnya?"
Pasangan paruh baya itu terlihat frustasi dengan masalah yang sedang mereka hadapi.
"Tadi Ibu sama Mela ke rumah yang pernah di tempati Meli sama Andreas, Yah. Rencananya rumah itu mau Ibu minta untuk kompensasi Meli dan rumah lama kita di jual. Uangnya untuk bayar denda sama biaya hidup Ibu sama Mela selama Ayah di penjara. Tapi apa Ayah tahu apa yang terjadi di sana?"
Pak Dudi menggeleng, tadinya ia sempat kaget saat mendengar penjelasan istrinya yang mengingatkan rumah itu. Tapi kini ia jadi penasaran dengan kelanjutan ceritanya.
"Rumah itu sudah di jual, Yah. Dan ternyata rumah itu juga atas nama Pak Bastian. Tadi Ibu sama Mela di usir dari rumah itu dan sempat di hina juga sama pemilik rumah itu, Yah."
Aduan bu Mawar membuat pak Dudi geram sekaligus marah. Ia tak terima istri dan anaknya di hina apa lagi sampai di usir.
Keluarganya yang selalu mengangungkan kasta dan harta serta selalu merendahkan orang lain. Tentu saja merasa harga dirinya dan keluarga di injak-injak.
"Kalau begitu kalian harus menuntut Pak Bastian atas hinaan itu. Minta dia untuk memberikan rumah itu pada kalian, mereka harus bertanggung jawab atas hinaan itu," kata pak Dudi dengan menggebu.
"Iya Ayah benar, kenapa Ibu gak kepikiran sampai ke sana ya?"
Bu Mawar terlihat bahagia dan tersenyum karena ide suaminya.
"Kalau seandainya gak di kasih apa yang kita minta, bagaimana Yah?" Tanya Mela yang sepertinya memikirkan kemungkinan di tolak.
"Kalian usahakan bagaimana caranya agar Ayah bisa secepatnya keluar dari sini. Kalau perlu bayar uang jaminan sekalian supaya Ayah bebas," jawab pak Dudi yang membuat bu Mawar mendengus kesal.
"Ya tapi kami harus mendapat uang dari mana, Yah?" Tanya bu Mawar.
"Jual saja mobil Kak Meli, kan mobilnya ada dua. Yang mahar nikahannya dulu sama mobilnya waktu belum nikah. Lumayan tuh uangnya bisa untuk bebasin Ayah," kata Mela.
"Iya juga, ya. Tapi sayang banget kalau mobil mahar itu di jual, soalnya Ibu sering pakai buat pamer ke temen arisan yang gak gabung sama bu Nina. Apa kata teman Ibu nantinya kalau mobil itu di jual?"
Bu Mawar ragu antara iya dan tidak untuk menjual mobil yang sudah pasti harganya mahal dan bisa untuk membayar denda suaminya. Sedangkan uang penjualan mobil Meli waktu belum menikah untuk jaminan kebebasan pak Dudi.
"Jadi Ibu lebih pilih gengsi dari pada Ayah? Apa Ibu gak lebih malu kalau orang lain sampai tahu Ayah di penjara karena korupsi? Sedangkan tadi saja perempuan yang beli rumah Kak Meli sudah tahu. Kalau Ayah masih harus tertahan lebih lama lagi di sini, besar kemungkinan akan lebih banyak orang yang tahu."
Pak Dudi mengangguk membenarkan ucapan anaknya. Sedangkan bu Mawar hanya bisa pasrah saja demi menyelamatkan nama baik keluarganya sebelum kasus suaminya semakin menyebar.
"Baiklah, tapi nanti sisa uangnya untuk Ibu ya, Yah. Ibu mau beli perhiasan baru."
Sempat-sempatnya bu Mawar masih memikirkan perhiasan di tengah kemelut keluarganya.
"Terserah Ibu saja, yang penting segera lakukan apa yang Ayah suruh," kata pak Dudi.
Setelah jam kunjungan habis, bu Mawar dan Mela langsung meluncur menuju kediaman orang tua Andreas. Mereka tak mau menunda waktu lebih lama lagi.
Sesampainya mereka di rumah yang tak kalah meeah dari rumah yang sudah terjual itu. Keduanya keluar dari mobil dan menuju pintu.
Segera saja keduanya di minta untuk menunggu di ruang tamu. Kebetulan pak Bastian dan bu Nina baru saja pulang dari petualangan mencari cucu mereka.
Memang susah mencari keberadaan seseorang hanya berdasarkan gambar samping saja. Serta di kota yang luas itu, tidak menutup kemungkinan pula jika cucu mereka berada di kota atau daerah lain.
"Lama banget sih mereka ini, untung kita yang butuh," gerutu Mela dengan wajah kesalnya.
"Sst, jangan sembarangan kamu bicara kalau mau urusan kita mulus," kata bu Mawar mengingatkan anaknya.
Mela mendengus tak suka di tegur sang ibu, ia memilih untuk melihat sekeliling ruang tamu itu. Banyak guci san pajangan yang harganya mahal di sana.
"Ada apa Bu Mawar datang ke rumah kami sore ini?" Tanya bu Nina langsung setelah datang dan duduk di salah satu sofa ruang tamunya.
"Begini Jeng, tadi saya sama Mela ke rumah yang pernah di tempati oleh Meli. Tapi ternyata rumah itu sudah di tempati oleh orang lain, apa benar kalau rumah itu sudah di jual?"
"Ya, Papanya Andreas menjual rumah itu karena anak salah satu rekan bisnisnya yang baru menikah sedang cari rumah. Jadi di tawarkan saja pada mereka, apa ada yang salah dengan itu?"
"Tentu saja ada, Jeng. Bagaimana pun juga rumah itu di tempati oleh Andreas dan Meli saat menikah, otomatis Meli juga punya hak atas rumah itu. Jadi kami datang ke sini untuk meminta bagian Meli dari hasil penjualan rumah itu."
'Astaga, kenapa dulu aku gak sadar kalau memasukkan rubah ke dalam keluargaku,' batin bu Nina merasa menyesal sendiri karena baru melihat jelas siapa orang yang pernah di belanya mati-matian.