NovelToon NovelToon
Beginning And End : Dynasty Han.

Beginning And End : Dynasty Han.

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Time Travel / Mengubah Takdir / Perperangan / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: raffa zahran dio

cerita sampingan "Beginning and End", cerita dimulai dengan Kei dan Reina, pasangan berusia 19 tahun, yang menghabiskan waktu bersama di taman Grenery. Taman ini dipenuhi dengan pepohonan hijau dan bunga-bunga berwarna cerah, menciptakan suasana yang tenang namun penuh harapan. Momen ini sangat berarti bagi Kei, karena Reina baru saja menerima kabar bahwa dia akan pindah ke Osaka, jauh dari tempat mereka tinggal.

Saat mereka duduk di bangku taman, menikmati keindahan alam dan mengingat kenangan-kenangan indah yang telah mereka bagi, suasana tiba-tiba berubah. Pandangan mereka menjadi gelap, dan mereka dikelilingi oleh cahaya misterius berwarna ungu dan emas. Cahaya ini tampak hidup dan berbicara, membawa pesan yang tidak hanya akan mengubah hidup Kei dan Reina, tetapi juga menguji ikatan persahabatan mereka.

Pesan dari cahaya tersebut mungkin berkisar pada tema perubahan, perpisahan, dan harapan...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raffa zahran dio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30 : Penjabat yang merah.

Mentari senja menyorot halaman belakang rumah mewah Wang Yun, membiaskan cahaya jingga keemasan di atas pasir halus yang tersebar di sekitar kolam koi. Angin sore berbisik di antara dedaunan pohon, menciptakan desir-desir lembut yang kontras dengan ketegangan yang membayangi. Kei, dengan dua pedang kegelapan yang mengeluarkan aura dingin menusuk—ssshhh—mendekati Wang Yun. Aura hitam pekat mengepul di sekelilingnya, seakan menelan cahaya senja. Kei merasa muak, bukan hanya karena bau parfum Wang Yun yang menyengat, tetapi juga karena rasa jijik yang mendalam melihat pria itu terus-menerus mengganggu Reina.

"Hai... Wang Yun," sapa Kei, suaranya datar seperti batu, tanpa sedikitpun emosi. Tatapannya tajam, menusuk Wang Yun hingga ke tulang sumsum. Kei menyimpan dendam yang membara di balik ketenangannya yang mematikan.

Wang Yun, dengan senyum licik yang masih melekat di bibirnya, menjawab dengan suara lembut, "Oh, hai tuan... siapa namamu?" Ia sama sekali tak menunjukkan rasa bersalah, bahkan sedikitpun ketakutan. Sikapnya yang arogan itu semakin membuat amarah Kei memuncak.

"Namaku..." Kei menjawab singkat, lalu dengan gerakan kilat—shing!—kedua pedang kegelapan itu melayang, menebas kedua tangan Wang Yun. Splat! Darah segar menyembur, membasahi lantai kayu di sekitarnya. Jeritan Wang Yun—aaaarghhh!—memecah kesunyian sore. Reina, Hanna, dan Kenzi tersentak kaget.

"A... apa... yang kau lakukan!" teriak Wang Yun, air mata bercampur darah mengalir di pipinya. Rasa sakit dan pengkhianatan bercampur menjadi satu. Ia tak pernah menyangka akan diperlakukan seperti ini.

Kei mencekik leher Wang Yun hingga terangkat ke udara. Krek! Suara tulang rawan yang hampir patah terdengar samar. "Apa yang kau lakukan kepada Reina..." bisik Kei, suaranya masih datar, namun cengkramannya semakin kuat. Amarah yang terpendam selama ini akhirnya meledak.

"Siapa... no... nona yang di... sana, ohok... ohok..." Wang Yun mencoba melawan, tetapi suaranya tersedak. Ia merasa nafasnya semakin sesak.

Dengan lemparan kuat—thud!—Kei melempar Wang Yun ke tengah halaman. Tubuhnya terbanting keras ke tanah, darah bermancar membasahi pasir.

Hanna panik, "A... apa yang dilakukan Kei?" Ia merasa takut, namun rasa khawatirnya pada Reina lebih besar.

Kenzi, dengan sikap premannya yang khas, berkata, "Aku tak tahu... ngapain lagi si kulkas itu... ayok kita hentikan..." Ia tampak ragu-ragu, antara ingin membantu dan takut akan konsekuensinya. Mereka berdua segera berlari menuju Kei.

Namun, Lu Bu, dengan aura kepemimpinan yang kuat, menghentikan mereka. "Jangan ikut campur... biarkan Kei menjalankan tugas yang diberikan oleh Dewa Ashura..." Suaranya berat, penuh otoritas. Ia mengamati Kei dengan tatapan dingin, seolah memahami rencana besar di balik semua ini. Lu Lingqi, Zhang Liao, dan Chen Gong berdiri di belakangnya, siap siaga.

Hanna, ketakutan dan penasaran, bertanya, "Ha... siapa Dewa Ashura?"

Suara lembut Dewi Rasyi, yang bersemayam di dalam tubuh Hanna, menjawab, "Dia adalah dewa atasan dari Kimura... dia bersembahyang di dalam tubuh Kei..."

Kimura, dari dalam tubuh Kenzi, menambahkan, "Iya... biarkan Kei menyelesaikan tugas yang diberikan Tuan Ashura..."

Kenzi, meskipun tampak takut, masih menyisipkan sedikit canda, "Cih... baiklah... padahal aku mau ikutan juga..."

Reina, yang menyaksikan semuanya dengan mata berkaca-kaca, hanya bisa berdoa agar semuanya segera berakhir. Ia merasa bersalah karena telah menyebabkan semua ini terjadi. Perasaan bersalah dan takut bercampur aduk di hatinya. Ia berharap Kei tidak akan melakukan hal yang lebih buruk lagi.

Reina, dengan napas yang masih terengah-engah, berlari kecil menuju Kei. Ketika ia berada di samping Kei, tatapannya penuh kecemasan. "Kei... Apakah kamu di suruh oleh Dewa Ashura atau kamu melihat dia merayu ku?" tanyanya, suaranya lembut namun bergetar karena ketakutan.

"Kedua-nya..." jawab Kei singkat, suaranya datar seperti es. Ia melangkah maju, mendekati Wang Yun yang terbaring tak berdaya. "Nama ku Hikari Kei... ingat namaku di bawah neraka nanti..." ucapnya dengan nada yang membunuh, lalu tanpa ragu, ia menebas kedua kaki Wang Yun dengan dua pedang kegelapannya. Swoosh! Suara pedang yang meluncur memecah kesunyian, diikuti dengan jeritan Wang Yun yang mengerikan.

"Kiyaaaa!!!!" jerit Wang Yun, rasa sakit menyengat di sekujur tubuhnya saat kedua kakinya putus. Wajahnya berubah pucat, ketakutan yang mendalam menggurat di matanya saat ia menatap Kei.

"Apa yang kau lakukan... tuan Lu Bu... tolong aku!" teriak Wang Yun, suara seraknya penuh kepanikan. Ia berharap kepada Lu Bu, meski dalam hatinya ia tahu harapan itu tipis.

"Hah? Kau minta tolong kepada ku? Hei, kau bajingan...!" balas Lu Bu dengan suara keras, keningnya berkerut penuh amarah. "Kau ingin menikahi Diao Chan dengan ku hanya untuk menghancurkan Dong Zhuo? Berani sekali kau memperalatku!" Suaranya menggema di halaman, penuh kemarahan dan ejekan. "Sekarang, terimalah kematianmu di tangan anak itu... aku tidak bisa menghentikannya... hahaha..." Tawa Lu Bu menggema, seolah menikmati penderitaan Wang Yun.

"Tamatlah riwayatku..." desah Wang Yun dalam hati, perasaannya campur aduk antara takut dan putus asa.

Kei dan Reina melangkah maju, berdiri di depan Wang Yun yang kini terkapar tak berdaya, tanpa tangan dan kaki. Reina menatap Wang Yun dengan ekspresi yang sulit dibaca, namun jelas ada kebencian di dalamnya. "Kei... jangan kotori dua pedangmu... biarkan aku yang menyelesaikannya..." katanya lembut, namun ada ketegasan dalam suaranya saat ia memegang pundak Kei.

"Baiklah... ku serahkan padamu..." ucap Kei pelan, lalu menaruh dua pedangnya yang masih berdarah di belakang punggungnya. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda dalam diri Reina, sesuatu yang mungkin bisa mengakhiri semua ini.

Reina mengeluarkan katana dari sarung katana emasnya, dan saat katana itu muncul, cahaya keemasan menyinari sekeliling. "Hei... Wang Yun..." suaranya lembut namun mematikan, menatap Wang Yun dengan tatapan tajam. Ia menginjak perut Wang Yun dengan keras, membuatnya mengeluarkan jeritan kesakitan, darah mengalir dari mulutnya.

"Kamu sangat berani ya bisa merayu ku... wah wah wah... aku akui keberanianmu..." ucap Reina sambil menodongkan katana ke kepala Wang Yun. Ia merasa ada kepuasan tersendiri saat melihat ketakutan di wajah Wang Yun.

Wang Yun, dengan napas yang hampir habis, berusaha berbicara. "Siapa kalian berempat sebenarnya... a.. aa.. apa tujuan kalian?" tanyanya dalam suara pelan dan serak, mencoba memahami situasi yang mengerikan ini.

"Aku... aku adalah... oh iya, siapa aku ya... kayaknya tidak ada gunanya kamu menanyakan namaku... kan kamu akan mati... hihihi..." jawab Reina, berusaha menyisipkan nada ceria meski diiringi dengan tawa kecil yang terdengar mengerikan.

Dengan gerakan dramatis, Reina mengubah arah katana menuju dada Wang Yun, tepat di jantungnya. "Selamat tinggal... Wang Yun..." suaranya berubah datar, penuh ketenangan. Lalu, dengan perlahan, ia menusukkan katana ke dalam dada Wang Yun. Suk! Suara tusukan itu teredam oleh jeritan Wang Yun yang terakhir, kesadarannya hilang seiring dengan darah yang mengalir deras.

Wang Yun pun mati di tangan Reina, dan dalam sekejap, semua rasa sakit dan penderitaannya berakhir. Reina berdiri, mengayunkan pedangnya yang penuh darah, berusaha membersihkannya. Dengan gerakan lembut, ia memasukkan katana kembali ke sarungnya, namun ada bayangan kesedihan di balik senyumnya yang cerah.

Kei menatap Reina, merasakan percampuran antara kebanggaan dan rasa cemas. "Kau baik-baik saja?" tanyanya, meski ia tahu bahwa apa yang baru saja terjadi akan membekas dalam ingatan mereka selamanya.

Reina hanya mengangguk, matanya menatap jauh ke depan, seolah mencari arti di balik semua yang telah terjadi. "Kita harus terus maju, Kei... ini belum berakhir," ucapnya, suaranya tenang namun penuh tekad. Dalam hati, ia berjanji untuk tidak membiarkan kegelapan ini menguasai mereka. Dan bersama Kei, mereka melangkah maju, menantang apa pun yang akan datang berikutnya.

Hanna menatap Reina dengan tatapan penuh keheranan, "Sayang... setahuku, Reina takut dengan darah..." Suara Hanna pelan, mengingat kembali momen ketika mereka menonton film psikopat bersama. Saat itu, Reina yang mual-mual, menyembunyikan wajahnya di belakang badan Kei, seakan tak sanggup melihat adegan yang mengerikan.

Namun, Kenzi hanya tersenyum melihat transformasi Reina menjadi sosok yang menakutkan, pembunuh dengan wujud ceria. Dia merasa ada sesuatu yang aneh namun menarik dari perubahan itu.

Di sisi lain, Zhang Liao dan Chen Gong menjaga para pelayan dan penjaga rumah Wang Yun, memastikan mereka tidak melarikan diri atau memberikan informasi kepada Dong Zhuo. "Hei, para pembantu Wang Yun... berjalanlah ke depan... atau..." ucap Chen Gong lembut, tapi nada ancamannya sangat jelas saat ia menunjukkan Zhang Liao yang sudah siap dengan kedua kapak besarnya. Para pelayan Wang Yun maju dengan ketakutan, melihat mereka dengan wajah pucat.

Sesaat kemudian, mereka berdiri di hadapan Kei dan Reina, bersujud di belakang mereka yang menatap mayat Wang Yun yang berlumuran darah. "Tuan... nona... jangan bunuh kami... aku mohon..." seru salah satu pelayan dengan suara panik, sujud memohon ampunan.

Kei dan Reina saling memandang, sebelum Reina terkejut dan duduk bersimpuh di hadapan para pelayan yang masih bersujud. "Eh... kalian semua... jangan sujud di hadapan aku dan Kei... kami tidak membunuh kalian kok...," ucap Reina dengan suara panik. "Aku hanya membunuh orang yang sebenarnya jahat dan sering memanfaatkan orang lain dengan cara pengorbanan seseorang... Aku juga khawatir dengan pelayan-pelayan cantik Wang Yun... Aku takut kalian juga dikirim ke tempat Dong Zhuo dan dijadikan selirnya..." Suaranya lembut, penuh perhatian saat ia memegang punggung salah satu pelayan yang bersujud di hadapannya.

Mereka pun berdiri, meski masih ketakutan. "A... apakah yang nona katakan itu benar?" tanya salah satu pelayan dengan suara gemetar.

Reina pun berdiri, "Iya... percayalah... aku akan melindungi pelayan-pelayan cantik ini dari bahaya..." ucap Reina, suaranya lembut saat ia mengusap pipi pelayan itu dengan lembut.

Reina menghadap ke belakang dan memanggil Hanna. "Hanna...Kemari lah!" seru lembut Reina ke arah Hanna. Hanna pun berjalan ke arah Reina. "Nah... percaya kan aku dengan nona Hanna... dijamin... kalian bakal tenang dan tidak mendapatkan masalah di luar sana..." ucap Reina dengan tatapan kasih sayang. "Iya kan, Hanna..." lanjut Reina, menatap sahabatnya dengan penuh harapan.

"I.. iya... kalian semua dipastikan baik-baik saja..." ucap Hanna dengan gugup, namun senyumnya yang manis memberikan sedikit kedamaian kepada para pelayan.

Kei mengangkat tangannya, menarik perhatian semua orang. "Wahai para bawahan Wang Yun... mulai sekarang, kalian akan bertugas di bawah kekuasaan kami... dan kalian akan diberikan persenjataan lengkap saat menjaga rumah besar ini... dan kalian, serta seluruh kota Chang'an, akan dijamin mendapatkan kedamaian dan kesejahteraan saat kami berhasil membunuh Dong Zhuo dan semua bawahannya tanpa sisa." Suara Kei tegas, membuat semua bawahan dan pelayan Wang Yun kembali gembira mendengar janji tersebut.

"Terima kasih, tuan... kami akan mengandalkan kekuatan kalian..." sahut semua bawahan dan pelayan Wang Yun dengan penuh harapan.

"Baik lah... sekarang... singkirkan semua potongan tangan dan kaki Wang Yun dan bakar mayatnya di sini... sekarang," perintah Kei dengan suara datar dan dingin. Para pelayan segera bergegas mengerjakan perintahnya, wajah mereka masih terbayang ketakutan.

Kenzi berjalan santai ke arah Kei, menyandarkan kepala belakangnya dengan kedua tangan. Sesampai di samping Kei, ia berkata, "Wao... kulkas yang aku kenal sekarang sudah berani memberikan perintah kepada orang ya..." sambil mendekatkan wajahnya kepada Kei, menyoroti perubahan sikap Kei yang lebih tegas.

"Hu... mengingat kita berada di sini... kita bisa membuat orang patuh dan menjadikan Tiongkok menjadi tentram di bawah kekuasaan kita semua," ucap Kei santai tanpa menatap Kenzi, tetap fokus pada situasi di sekitarnya.

Kei berpaling ke belakang, "Lu Bu, Lu Lingqi, kemarilah..." panggilnya dengan suara pelan, lalu menoleh ke Reina, Hanna, Zhang Liao, dan Chen Gong. "Kalian berempat... kemarilah," perintahnya dengan suara agak keras.

Mereka semua berkumpul di hadapan Kei. "Kalian semua... kita akan beristirahat di sini sampai malam... dan kita akan berdiskusi untuk menjatuhkan Dong Zhuo keesokan harinya..." perintah Kei dengan tegas.

"Hah, istirahat... aku tak suka beristirahat!" ucap Lu Bu dengan suara keras, mengekspresikan ketidakpuasannya.

"Kalau begitu... tolong latih kami berempat... kami juga butuh latihan dari panglima terkenal dan kuat sepertimu, Lu Bu..." ucap Kei, menundukkan sedikit badannya, menunjukkan rasa hormat.

"Tapi... kalian semua sudah kuat... tapi mau bagaimana lagi... aku tidak mau selalu bersantai... Lu Lingqi, Zhang Liao, Chen Gong, kalian ikutlah latihan bersama mereka berempat," perintah Lu Bu dengan suara tegas.

"Baiklah..." sahut mereka bertiga serentak, merasa semangat untuk belajar lebih banyak.

Sore itu, meskipun suasana di sekitar mereka dipenuhi dengan bayangan kematian dan pertumpahan darah, ada secercah harapan baru di hati mereka. Mereka semua bersatu untuk menghadapi tantangan yang akan datang, bertekad untuk mengakhiri kekuasaan Dong Zhuo dan membawa kembali kedamaian ke negeri yang telah lama menderita.

1
Sylvia Rosyta
aku mampir kak 😊 semangat buat nulisnya 💪😊
secret: makasih kak.... aku mah selalu semangat menyampaikan semua ide ku 🥰
total 1 replies
Momo🦀
awal yang bagus 👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!