Terjebak Pesona Paman Mantan Suamiku

Terjebak Pesona Paman Mantan Suamiku

1. Mari bercerai.

BRAK!!!

Illana membuka pintu ruang kerja Mark bersama emosi yang mengikutinya, wanita itu memegang sebuah map serta amplop cokelat besar, tanpa mengatakan sesuatu—ia segera melempar mapnya dengan kasar pada permukaan meja, membuat Mark mengalihkan perhatian dari laptopnya.

"Ada apa?" tanya Mark seraya menyambar map dari Illana.

"Lihatlah agar kau berhenti berpura-pura di depanku."

Mark mengernyit ketika menemukan selembar kertas pengajuan perceraian dari istrinya.

"Bercerai?"

Amplop cokelat besar menjadi benda kedua  yang harus dilempar dengan kasar pada meja. Mark hanya mendengkus setelah melihat beberapa foto candid berisi gambar dirinya dengan Deborah, mantan kekasih pria itu.

Seharusnya hal ini cukup menegaskan sesuatu bahwa pernikahan mereka memang tidak baik-baik saja.

"Kau benar-benar menginginkan perceraian?" tanya Mark tanpa merasa bersalah, ekspresi serta gesture tubuhnya cukup santai. Ia beranjak menghampiri Illana, berniat menyentuhnya, tapi wanita itu mundur.

"Segera tandatangani kertas itu, aku ingin mengakhirinya lebih cepat. Pengkhianat harus menjauh dari kehidupanku, Mark!"

"Illana—"

"Kau bahkan telah berkencan dengannya kembali, di mana hati nuranimu, huh! Aku istrimu, tapi sepertinya sangat mudah bagimu bermain dengan siapa pun, termasuk denganku." Illana hampir tidak percaya bahwa Mark tega berselingkuh di belakangnya, tapi mengingat kembali jika Mark pernah memiliki sebuah hubungan yang cukup panjang dan hampir menikahi Deborah—sebelum wanita itu tiba-tiba menghilang.

Illana menyadari bahwa dirinya mungkin hanya pelarian, atau sejak awal Mark tidak bisa mencintainya dengan layak.

"Kau yakin ingin bercerai denganku?" Pertanyaan Mark membuat Illana menatapnya aneh.

"Lalu, apa yang harus aku lakukan, huh? Mempertahankan suamiku saat kau bahkan mencintai mantanmu? Aku masih waras, Mark. Kau takkan merugi meski kita berpisah, kau masih bisa melanjutkan hubunganmu dengannya seperti yang sudah kau lakukan."

"Kau mengintaiku?"

Illana berdecih, ia melipat tangan di dada seraya menatap remeh suaminya. "Meski aku tidak mengintaimu, kau harus ingat bahwa aku memiliki banyak teman dan koneksi yang cukup luas. Mereka semua baik, sehingga mudah mendapat foto seperti ini. Kau terkejut sekarang?"

Mark menelan ludah, sejenak ia menatap foto-foto pertemuannya dengan Deborah seminggu lalu, ia takkan menduga akan mendapat kejutan yang cukup membingungkan hari ini.

"Baiklah." Mark kembali bersuara. "Jika itu yang kau inginkan, Illana."

"Bajingan. Segera kembalikan kertas itu setelah kau mengisi tanda tangan, jangan sampai melewatkannya." Ia berjalan keluar dan membanting pintu seperti sebelumnya.

Emma, sekretaris Mark kembali terkejut saat Illana keluar dari ruang kerja atasannya. Emma sempat berdiri untuk menyapa Illana, tapi melihat ekspresi tak bersahabat milik Illana membuat Emma mengurungkan niat.

"Apa terjadi sebuah keributan besar di dalam ruangan itu, huh?" Emma memperhatikan hingga Illana menghilang setelah memasuki lift. "Sepertinya memang terjadi sesuatu dengan mereka. Haruskah aku menjadi detektif untuk hal ini? Pasti pegawai satu kantor akan membicarakannya."

***

Illana menangis seraya mengemudikan mobil, tapi ia memang telah menghabiskan banyak air mata sejak menerima paket berisi foto antara Mark dan Deborah. Ia tidak peduli terhadap pengirim paket tersebut, Illana harus bersyukur karena mengetahuinya sejak awal.

Ia bahkan baru kembali dari perjalanan bisnisnya ke Jepang, lalu mendapat kejutan yang menyakitkan seperti ini, menguras tenaga serta pikiran Illana, mengalihkannya dari banyak pekerjaan lain.

"Apakah aku tidak lebih baik dari wanita itu sehingga Mark sulit berhenti memikirkannya, huh? Untuk apa Deborah kembali muncul saat Mark telah menikahi orang lain, ia sudah terlambat, seharusnya kembali dua tahun lalu."

Illana terpaksa menepikan mobilnya dan berhenti saat merasa jika ia tidak sanggup berkendara lebih jauh, wanita itu melipat tangan pada permukaan kemudi sebelum menenggelamkan wajahnya di sana, ia menangis semakin kencang, menikmati patah hatinya sendiri.

"Katakan padaku apa yang kurang, sehingga aku akan mengoreksi dan memperbaikinya, Mark. Mengapa berkhianat? Aku sangat membenci pengkhianat meski mencintaimu sebanyak yang aku bisa, mengapa memperlakukanku seperti pecundang, huh?"

Ia kembali ke penthouse mewahnya dengan perasaan kosong, ekspresi Illana menjadi datar saat memasuki unit apartemen mewah yang menjadi hadiah besarnya untuk Mark setelah pernikahan mereka.

Memang cukup lucu, Illana memiliki lebih banyak effort untuk hubungan mereka, ia berusaha membuat Mark nyaman bersamanya dan menjalani pernikahan tanpa keraguan, sebab mendapatkan pria itu bukanlah sesuatu yang mudah.

"Apakah aku tidak secantik itu?"

Illana berdiri di depan sebuah cermin setinggi dirinya, ia melihat keseluruhan pantulan di sana, mengamati seraya bertanya—apakah aku belum cukup sebanyak ini?

"Katakan, Mark. Menurutmu, aku tidak lebih baik dari mantan kekasihmu yang telah menghilang bertahun-tahun itu? Siapa dia hingga muncul dan mengacaukan pernikahan ini, huh?"

Illana ingin tahu, siapa pelaku sebenarnya, siapa yang paling bersalah saat ini. Bukankah Illana mendapatkan Mark dengan seluruh kesungguhan sekaligus mempertaruhkan masa depannya, tapi setelah dua tahun pernikahan, badai besar bernama Deborah mengguncang hubungan yang selalu Illana jaga sepanjang waktu.

"Aku telah membantumu mengakuisisi kembali 'Royal Canon', apa kau tidak mengerti cara berterimakasih dengan benar, Mark?"

Illana menyusuri ruang utama penthouse dan berhenti di depan sebuah pigura besar yang menempel di dinding, foto sepasang pengantin bersama senyum menawan mengembang sempurna memperlihatkan kebahagiaan besar.

Illana terdiam beberapa saat, ia terpaku menatap foto pernikahannya. Semua orang menjadi saksi pernikahan mewah itu terjadi, keluarga besar Illana serta orang-orang yang selalu mengucilkannya.

"Aku tidak mengerti mengapa nasib seburuk ini mendatangiku." Ia semakin miris menanggapi situasi menyebalkan yang harus dihadapinya, membayangkan banyak musuh menertawai Illana membuat wanita itu sangat geram.

"Aku selalu menjadikan Mark sebagai pelindung di depan orang-orang jahat haus kekuasaan itu, dan setelah perceraian terjadi, pasti banyak pihak kembali menyerangku. Mengapa situasinya menjadi sangat dilematis?"

Kedua tangan Illana menarik paksa pigura besar tersebut hingga terlepas dan jatuh ke lantai, ia bersikap datar saat kaca yang melapisi bagian depan foto pecah berantakan. Hati Illana terlalu sakit sehingga mudah baginya melakukan hal ini.

Setelah pigura besar, ia mengumpulkan pigura-pigura lain berukuran lebih kecil, lalu membuangnya ke tempat sampah.

"Mark pasti senang karena aku telah membantunya membersihkan semua sampah-sampah ini. Kau harus berterimakasih kepadaku, Mark Theodore. Kau tidak perlu memperkerjakan housekeeper untuk membersihkan semua ini, aku bisa melakukannya dengan senang hati."

Sesekali Illana berhenti hanya karena harus menangis lagi, ia tidak tahu kapan air matanya bisa benar-benar kering. Apakah Mark akan memihak kepadanya jika melihat Illana menangis?

"Tentu saja tidak. Dia bahkan berkhianat dari wanita yang telah membantu dan menemaninya saat masa sulit, meski aku menangis darah, Mark takkan berdiri di sampingku. Hatinya telah terikat oleh jalang bernama Deborah."

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!