Lusiana harus mengorbankan dirinya sendiri, gadis 19 tahun itu harus menjadi penebus hutang bagi kakaknya yang terlilit investasi bodong. Virgo Domanik, seorang CEO yang terobsesi dengan wajah Lusiana yang mirip dengan almarhum istrinya.
Obsesi yang berlebihan, membuat Virgo menciptakan neraka bagi gadis bernama Lusiana. Apa itu benar-benar cinta atau hanya sekedar obsesi gila sang CEO?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Itu Bukan Urusanku
Roy sudah di apartemen. Lelaki itu selsai dari suatu tempat dan hendak balik ke apartemen karena mau mengambil barangnya yang ketingalan. Siapa yang tahu, di tengah jalan malah bertemu Lusi. Penampilan Lusi lusuh, acak-acakan, seperti orang yang belum mandi dan sedikit bau keringat.
"Berapa hari dia tak mandi?" gerutu Roy sambil menyemprot parfum ke dalam mobil. Roy yang perfeksionis sama seperti sang bos, tak suka bau matahari atau keringat.
"Wanita ini menyusahkan!"
Meskipun menggerutu, Roy tetap memasang sabuk pengaman untuk Lusi.
"Aku juga harus menelpon pak Virgo."
Sambil menyetir, Roy memasang headset bluetooth. Kemudian menelepon Virgo.
"Hallo, pak Virgo. Apa Bapak ada waktu luang sebentar? Saya mau berbicara hal penting."
"Katakan!" jawab Virgo dingin.
"Bapak ingat gadis yang waktu itu? Saya menemukan dia pingsan di pinggir jalan," kata Roy menjelaskan.
"Siapa?"
"Lusi?"
"Bukan urusanku!"
Roy tertegun, dia pun mengerem dan menepi. Ada yang tak beres, kemarin begitu menggebu memerintah Roy menahan gadis itu, kok sekarang ucapannya lain lagi.
"Ini gadis yang kemarin, Pak."
"Aku bilang bukan urusanku! Aku sibuk! Tolong jangan membahas masalah pribadi selain urusan pekerjaan!" ujar Virgo langsung menutup telponnya. Padahal Roy belum selesai berbicara.
Roy kelihatan bingung, terus mau dibawa ke mana itu si Lusi? Masa ditinggalkan di pinggir jalan? Atau dibawa ke dinas sosial saja?
"Hahhhh!"
Roy kesal, pengen teriak tapi dia tahan. Akhirnya cuma bisa mengusap wajahnya dengan jengkel.
***
Apartemen Roy
Lusi akhirnya dibawa ke apartemen Roy, mungkin jiwa perikemanusiaan Roy lebih besar dari seorang Virgo. Karena masih ada urusan, Roy pun meninggalkan Lusi sendirian di apartemen, dengan kondisi apartemen dikunci dari luar.
...
Tiba di kantor, Roy kelihatan kepikiran. Apa Lusi sudah bangun atau masih pingsan. Akhirnya beberapa jam kemudian, dia cek dan pantai lewat cctv di ruang tamu.
Dilihat Lusi tengah duduk sambil makan sesuatu.
"Ish! Dia pasti mengambil makananku dari kulkas!" desis Roy memperhatikan tingkah polah Lusi yang makan dan minum dari kulkas pribadinya.
Roy tak tahu, Lusi mungkin kelaparan, ini sudah sore, dan Lusi mungkin belum makan dari pagi. Ditambah harus jalan jauh serta sebelumnya kejar-kejaran dengan om-om buaya buntung.
***
Pukul 5 sore
Semua karyawan mulai pulang, Roy masih merapikan meja kerjanya, dan juga memeriksa ruangan Virgo. Setelah memastikan semuanya sudah rapi, Roy pun bersiap untuk pulang.
Sepanjang perjalanan, Roy sesekali melirik layar cctv di ponselnya. Lusi sedang membersihkan apartemen dari menyapu sampai mengepel.
"Rajin juga dia," gumam Roy. Tanpa sadar, Roy memuji Lusi, setidaknya Lusi tak jago mencuri makanan orang, tapi juga jago bersih-bersih rumah.
Terbukti saat Roy pulang, apartemen langsung kinclong dan wanginya harum sekali.
"Kau mengepel nya?" tanya Roy sambil melepaskan jas miliknya.
"Aku tadi mengambil makanan milik Bapak, jadi anggap saja aku sedang membayar dengan tenagaku. Terima kasih, sudah menolong," ucap Lusi sambil setengah membungkuk seperti orang jepang.
Roy cuma tersenyum tipis.
"Kau ini ... Dan jangan panggil aku Bapak. Panggil saja Roy!"
Lusi mengangguk.
"Bajumu kotor, kau tak ganti?"
Lusi diam. Roy langsung paham.
"Oke, aku akan pinjamkan pakaian untukmu." Roy kemudian masuk ke dalam kamar, tak lama kemudian, dia keluar sambil membawa sebuah kaos pendek dan celana pendek kain.
"Ini mungkin kebesaran, tapi lebih baik daripada kau pakai baju yang kotor."
"Terima kasih banyak, Pak."
"Jangan panggil aku Bapak! Aku masih muda, aku juga belom menikah dan punya anak!" desis Roy.
Sebagai rasa terima kasihnya, Lusi mengangguk hormat. Dia benar-benar tak tahu mau ke mana saat ini. Entah jadi gelandangan, atau malah dijual Edo, karena abangnya itu kebanyakan hutang.
Sebenarnya keluarganya tidak miskin-miskin sekali, Namun, gara-gara Edo tergiur investasi bodong, membuat usaha ayahnya bangkrut. Uang untuk usaha dicuri Edo, digunakan untuk investasi. Sampai ayahnya serangan jantung, kaget dengan banyak debt collector yang keluar masuk rumah menagih hutang.
Edo memang keterlaluan, sampai Lusi ikut-ikutan dijual. Belum lagi emak tiri yang tak peduli. Malah sekarang rajin membawa laki-laki ke rumah. Benar-benar keluarga toxic.
"Emmm ... Sebelum maaf, boleh untuk sementara saya kerja di sini? Saya bisa ngepel ... Bersih-bersih, masak ... nyuci. Gak digaji gak apa-apa, cuma minta tempat tinggal," kata Lusi.
Roy langsung memicingkan mata.
"Tidak bisa! Aku sudah punya pacar! Aku tak mungkin mengajak perempuan lain tinggal satu apartemen!" ucap Roy menolak keras. Dia tak butuh pembantu, apalagi masih gadis seperti Lusi.
"Tapi saya butuh tempat tinggal."
"Kenapa kamu minta sama saya! Itu bukan urusan saya! Sudah ... sudah. Sana, kamu mandi. Ganti baju, bau mu tak enak!" Roy langsung kabur menghindar.
Lusi menghela napas panjang, kemudian mencium ketiaknya. Memang sih, burket. Ini karena dia bersih-bersih dari sudut ke sudut. Hampir debunya hilang semuanya.
***
Satu jam kemudian
Tukang pengantar pizza datang. Sengaja Roy memesan makanan untuk makan malam.
"Makan, kau pasti masih lapar."
Lusi menatap iba. "Saya sudah kenyang, tapi saya butuh tempat tinggal," ucap Lusi penuh harap.
"Jangan menatapku seperti itu! Lagian kamu siapa? Tidak! Pokoknya tidak bisa!" omel Roy.
Lusi dengan lesunya langsung makan pizza tak bersemangat. Setelah itu dia masuk kamar karena Roy juga cuma makan sedikit dan langsung masuk kamarnya.
Besok Lusi harus meninggalkan apartemen itu. Setelah bajunya kering, Lusi harus out dari sana.
"Besok aku ke mana?" gumam Lusi sambil rebahan di kamar tamu.
Di sisi lain.
Virgo rupanya sudah pulang ke rumah, untuk memastikan sesuatu. Memang benar, Lusi sudah tak ada di sana. Malam ini, Virgo tidur di rumahnya, tapi sampai jam 12 malam, dia tak bisa memejamkan mata.
Mau telpon Roy tapi gengsi. Akhirnya Virgo malah terjaga sampai jam 3 pagi. Menjelang fajar, lelaki itu baru bisa tidur.
***
Pukul 6 pagi.
Lusi memasak omelette, dia juga masak nasi goreng, sengaja merayu Roy agar bisa tinggal di sana. Tidak apa-apa jadi pembantu, asal dia ada tempat tinggal. Sayang, Roy tak terpengaruh. Untuk makan enak, Roy bisa beli dan pesan antar. Dia tak butuh koki, tak butuh pembantu, titik.
"Ini cukup untuk cari kosan. Sudah, jangan ganggu saya." Roy memberikan 10 juta yang masih dibendel dari bank.
Lusi memasang muka melas, seolah minta dikasihani. Sebab dia tahu, di luar sana lebih tak aman lagi.
"Sudah! Jangan menatap seperti itu. Ambil uang ini. Cari kosan sendiri!"
"Terima kasih," gumam Lusi kemudian mengambil uang itu.
Tok tok tok
"Siapa lagi yang datang pagi-pagi," desis Roy.
Pria itu langsung membuka pintu tanpa mengintip seperti biasanya dan bersambung.
terimakasih juga kak sept 😇