Almira Sadika, terpaksa harus memenuhi permintaan kakak perempuannya untuk menjadi madunya, istri kedua untuk suaminya karena satu alasan yang tak bisa Almira untuk menolaknya.
Bagaimana perjalanan kisah Rumah tangga yang akan dijalani Almira kedepannya? Yuk, ikuti terus kisahnya hanya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Shine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
"Kak Tian, Kau di sini?!" Ucap Almira sembari menghapus air mata yang terus mengalir.
"Tentu saja Kau pikir aku akan kemana?" Tutur Sebastian dengan tersenyum dan berjongkok mensejajarkan diri dengan Almira yang tengah bersimpuh.
"Aku tahu, tidak seharusnya aku percaya berita itu," ucap Almira seraya terisak. "Seharusnya aku tahu jika Kakak akan menepati janji Kakak padaku. Aku tahu Kak akan datang. Dan aku tahu Kak Tian akan menemui ku di sini," lanjutnya, dengan senyuman yang terus terukir di wajahnya.
"Tentu. Tentu saja aku akan disini," ucap Sebastian seraya menyentuh mata turun ke pipi Almira dengan lembut. "Disini, dan disini," lanjutnya, dengan tangan yang beralih menunjuk kepala serta dada Almira.
"Kak Tian..." Rengek Almira yang samar-samar di dengar oleh mama Siska dan papa Steven, sehingga membuat keduanya menoleh ke arah dimana Almira berada.
"Bastian??" Ucap keduanya bersamaan dan saling tatap.
"Sssttt... Dengarkan ucapanku baik-baik. Hiduplah dengan baik di masa depan. Juga.. Jaga anak kita baik-baik," ucap Sebastian sembari menyentuh perut Almira yang buncit.
"Apa yang Kakak bicarakan? Bukan hanya aku saja yang akan merawat bayi ini, tapi kita berdua yang akan merawat dan membesarkan anak ini," Protes Almira yang tak terima dengan apa yang di ucapkan Sebastian baru saja. "Kak, kita akan merawatnya bersama-sama, bukan..?" lanjutnya mengerutkan kening. Karena ucapan Sebastian seolah melimpahkan tanggung jawab yang seharusnya dilakukan oleh dua orang, yaitu merawat anak, justru seperti lepas tangan dan melimpahkannya kepada Almira seorang.
Sebastian menggeleng perlahan. "Untuk sekarang.. Kakak harus pergi," ucapnya seraya bangkit dari jongkoknya serta melepaskan genggaman tangannya dari Almira.
"Ka-kak Tian mau kemana? Apa Kak Tian akan meninggalkanku sendirian..?!" Tanya Almira seraya ikut bangkit.
"Kau tidak sendirian, Al... Kau bersama baby kita. Jaga baik-baik dia," ucap Sebastian sembari terus tersenyum dan terus berjalan mundur menjauhi Almira.
"Kak Tian, Kau__"
"Hey Gadis bodoh!!" Sentak mama Siska, sehingga membuat Almira reflek menoleh.
"Ma-mama..." Lirih Almira. Sesaat kemudian kala Almira tersadar akan sesuatu, Almira segera berlari kecil untuk menghampiri kedua mertuanya. "Ma, Pa. Tolong beritahu Kak Tian untuk tidak pergi meninggalkanku. Cegah dia Ma, Pa. Cegah dia," tunjuk Almira ke arah dimana Sebastian berjalan menjauh.
Plak!
"Ma!!" Tegur papa Steven, dikarenakan tamparan keras dari mama Siska melesat tepat di pipi mulus Almira.
"Apa yang Kau bicarakan, hah?! Kau selain bodoh dan pembawa sial, apa Kau juga gila?!" Sarkas mama Siska.
"Tidak, Ma! Aku tidak gila!" Sangkal Almira. "Cepat cegah Kak Tian! Kak Tian tak mau mendengarkan ku. Dia.. Dia akan tetap pergi meninggalkanku," bujuknya. "Pa..." Almira menghampiri papa Steven dan menggenggam tangan beliau. "Beritahu Kak Tian supaya tidak pergi meninggalkanku. Cegah dia, Pa.." pintanya dengan sebelah tangannya yang terus menunjuk ke arah perginya Sebastian.
"Almira... Kau__"
"Kau itu gila!" Tuding mama Siska sebelum papa Steven menyelesaikan ultimatumnya pada Almira. "Betapa senangnya aku jika Sebastian benar-benar berada di sini! Tapi kenyataannya__"
"Kak Tian di sini, Ma!" Sela Almira. "Dia tadi di sa..."
"Di mana? Kau yang terlalu mengada-ada atau aku yang buta sehingga tak dapat melihat wujud putraku sendiri?! Cepat tunjukkan! Di mana dia sekarang? Di mana putraku? Cepat tunjukkan!!!!!" Tantang mama Siska dengan histeris.
"Tadi, tadi, baru saja kak Tian ada di sana," tunjuk Almira dengan mata yang celingukan kesana kemari.
"Di mana?! Tunjukkan! Tunjukkan Wanita jalang! Tunjukkan di mana putraku!!!" Teriak mama Siska tepat di depan wajah Almira seraya menggoncang-goncangkan tubuh Almira dengan kedua tangannya.
"Kak Tian..!!" Panggil Almira seraya melepaskan kedua tangan mama Siska yang berada di bahunya dan tak lagi memperdulikan apa yang di ucapkan ibu mertuanya itu. Almira justru berjalan mengikuti jejak yang ia ketahui adalah jalan yang di lalui suaminya tadi.
"Wanita gila!" Cemooh mama Siska dengan tangan bersedekap.
Sementara papa Steven mengikuti Almira karena merasa khawatir dengan keadaan menantunya itu dan tidak lagi memperdulikan istrinya. Karena menurutnya istrinya kini jauh lebih baik usai melampiaskan kemarahannya pada menantunya, ah tidak, ralat, bukan benar-benar menantunya, melainkan menantu rasa pembantunya.
"Kak Tian...!!!" Teriak Almira usai sampai di luar rumah. "Kak Tian...! Kau dimana??! Kak Tian, Kau sedang bercanda kan, Kak?! Kau tengah mempermainkan ku kan, Kak..? Kak Tian, keluarlah Kak... Aku menyerah!" Almira terus saja berteriak dan berharap seseorang yang diteriakin nya akan datang dan segera memeluknya. Akan tetapi sudah sekian saat, orang yang diharapkan tak kunjung terlihat batang hidungnya, hanya sebuah angin semu yang menerpa dan membelai wajahnya seolah mencoba untuk menenangkannya, seolah mengerti apa yang saat ini tengah dirasakan wanita hamil itu.
"Apa Kau telah bangun dari mimpi siang bolong mu, Nona Almira yang terhormat?!" Sinis mama Siska.
"Tidak, aku tidak mungkin sedang bermimpi. Tadi jelas-jelas kak Tian datang dan menghampiriku, juga berbicara denganku. Tidak mungkin aku sedang berkhayal, bukan? Tidak, tadi itu nyata bukan khayalan. Tidak, heh, tidak, tidak," lirih Almira yang terus saja menyangkal jika dirinya tidak sedang bermimpi maupun mengkhayal. Akan tetapi kenyataannya???
"Mungkin aku harus bersyukur pada Tuhan, karena dengan begini Bastian bisa terlepas dari parasit jalang macam dirimu!" Lanjut mama Siska. Membuat papa Steven dan beberapa orang bawahannya di sana menatap tak percaya dengan apa yang baru saja mama Siska ungkapkan.
"Bu-bukan aku tidak sedih kehilangan putra semata wayangku! Disini akulah yang paling merasa kehilangan!" Merasa salah bicara dan dibuat tak nyaman akan tatapan semua orang, terutama sang suami, mama Siska segera meralat ucapannya. "Tapi mungkin ini adalah petunjuk dari Tuhan, jika Kau!" Lanjutnya seraya menunjuk Almira. "Kau dan Bastian tidak di takdirkan untuk bersama. Kau adalah Jalang pembawa sial!! Berhubung Kau sudah berada di luar..! Segeralah Kau pergi dari sini! Enyah dari hadapanku dan keluargaku, Pembawa sial!" Usirnya pada Almira.
"Bibik..! Bibik!!" Panggilnya pada salah satu pelayan di sana.
"Iya Nyonya, saya," jawab si pelayan saat telah sampai di hadapan sang nyonya.
"Cepat bereskan semua pakaiannya dan bawa kemari," perintah mama Siska.
"Maksud Nyonya.. Nona Almira?" tanya si pelayan memastikan.
"Tentu saja, Kau pikir siapa?! Atau Kau ingin saya menyuruhmu untuk Kau mengemasi pakaianmu saja, lalu bawa keluar dan jangan kembali lagi kemari jika Kau banyak bicara dan bertanya?!" Sarkas mama Siska dengan tatapan tajamnya.
"Ti-tidak Nyonya! Ba-baik akan saya laksanakan perintah Nyonya," ucap pelayan tersebut dengan takut dirinya yang akan benar-benar kehilangan pekerjaan. Sebelum benar-benar pergi, pelayan tersebut menatap Almira dengan sedih namun dirinya yang hanya seorang pelayan tak mampu berbuat apa-apa. Hanya beberapa saat pelayan itu menatap Almira kemudian langsung berjalan menuju dalam rumah, tepatnya ruang pribadi di kediaman Alvaro yang beberapa waktu ini di tempati Almira dan... Sebastian.