Apakah anda mengalami hal-hal tak wajar disekitar anda?
Seperti suara anak ayam di malam hari yang berubah menjadi suara wanita cekikikan? Bau singkong bakar meskipun tidak ada yang sedang membakar singkong? Buah kelapa yang tertawa sambil bergulir kesana-kemari? Atau kepala berserta organnya melayang-layang di rumah orang lahiran?
Apakah anda merasa terganggu atau terancam dengan hal-hal itu?
Jangan risau!
Segera hubungi nomor Agensi Detektif Hantu di bawah ini.
Kami senantiasa sigap membantu anda menghadapi hal-hal yang tak kasat mata. Demi menjaga persatuan, kesatuan, dan kenyaman.
Agensi Detektif Hantu selalu siap menemani dan membantu anda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eko Arifin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 15 - Empat Pemuda Semprul
Suatu hari di desa Lingkar Pinus, cerita tentang empat pemuda yang menghajar pocong di tengah jalan pun telah viral di kampung mereka hingga kepala desa pun takjub akan keberanian keempat pemuda tersebut dan memberikan pekerjaan tetap sebagai security untuk menjaga perkampungan di malam hari.
Karena bagi para pendengar kisah mereka beranggapan, "Pocong aja di gebukin apalagi maling."
Anggapan tersebut membuat mereka bak pahlawan kesiangan... atau lebih tepatnya pahlawan kemalaman.
Ya karena waktu kerja mereka malam hari bukan siang hari.
Tetapi sisi buruknya, ketenaran tersebut membuat mereka besar kepala, seakan tidak takut akan apapun.
Singkat cerita, keempat pemuda itu sekarang sedang bersantai di pos kamling dan bersiap untuk meronda karena waktu hampir menunjukan jam dua belas malam.
"Ayolah ngab, hentikan game mu untuk sejenak. Mari kita lanjutkan rondanya. Kita hajar para maling atau dhemit yang mengganggu desa kita." ucap si pemuda berpeci putih yang bernama Ibnu kepada si pemuda gamer.
"Bentar bang, tungguin napa. Udah mau push markas nih." tukas Herman si pemuda gamer yang baru saja lulus SMA tanpa melirik ke arah tiga pemuda yang lebih tua darinya.
Ibnu pun hanya geleng-geleng kepala pelan saat memakai sepatunya untuk bertugas.
"Ya elah, kita udah dapat penghasilan tetap sekarang, eh malah buat top-up skins. Hadeh, pikiran bocah yang belum punya tanggungan ya seperti ini." tutur pemuda dengan ikatan sarung di pinggangnya yang bernama Wahyu.
"Duit-duit gue, ya terserah lah mau gue apain. Nyinyir aja hidup lu coeg." tukas Herman yang masih terpaku pandangannya.
"Kita berisik juga demi elu bre, kalau duit lu habis dan elu gak punya pegangan atau tabungan, bakalan susah buat masa depan." jawab Wahyu sedikit kesal dengan tingkah Herman yang terlalu fokus dengan gamenya.
"Ya elah, kalah lagi kan. Kalian pada berisik sih, jadi lose streak kan!" ujar Herman kesal saat hampir membanting Headphonenya namun terhenti karena ingat itu barang mahal.
"Lah, yang main game elu yang di salahin kita. Ada-ada aja lu tong..." kali ini pemuda bersarung yang bernama Karno pun ikut nimbrung obrolan mereka.
"Udah... ini mau masuk tengah malem, elu mau kita tinggal apa gimana?" tanya Ibnu yang sudah bersiap untuk tugas rondanya bersama dengan yang lain kecuali Herman yang masih menggerutu di pos.
Herman pun hanya berdiri kesal sebelum mengantongi smartphonenya dan mengikuti teman-temannya.
"Tunggu lah bang! Takut gue kalo sendirian!"
Dan mereka berempat pun langsung melaksanakan tugas untuk meronda mengelilingi desa.
***********
Waktu menunjukan tepat jam satu dini hari dan keempat pemuda itu pun hampir selesai meronda, namun ada satu tempat terakhir dimana mereka harus lalui terlebih dahulu.
Dan tempat itu adalah pertigaan angker yang dimana mereka bertemu dengan Pocong di beberapa hari yang lalu.
"Kok tiba-tiba merinding gini ya?" tanya Wahyu yang bulu kuduknya meremang dari kaki hingga kepala.
"Iya, gue juga." sahut Herman setuju saat merasakan hal yang sama.
"Perasaan gue kok jadi gak enak..." Karno pun ikut merasakan apa yang di rasakan teman-temannya.
"Jangan-jangan..."
Seperti kata pepatah "Pucuk di cinta Pocong pun tiba", mungkin itu yang mereka rasakan saat melihat sosok putih lusuh tersebut telah berdiri di tengah pertigaan angker itu.
Empat bekas sepatu mereka pun masih menempel di kain lusuh si Pocong dan ia menunjukan wajahnya yanh gosong dan mata merah melotot, membuat siapapun bisa lari ketakutan.
Tetapi tidak dengan ke empat pemuda itu yang justru langsung memasang kuda-kuda.
"Lah, elu lagi tong... minta bogem kah dirimu?" ujar Wahyu dengan ketawa kecil.
"Sepertinya anda sengaja ingin memulai perkelahian di antara kita, benar begitu kisanak?" tanya Herman sambil mengibaskan tangan kanannya.
"Berapa kali kami harus mengajarimu dhemit tua!?" teriak Karno sambil mengepalkan tangan.
"Gas ken cuy!" teriak Ibnu.
"Salam olahraga!" teriak keempat pemuda itu dengan semangat yang menyala dan membara.
Mereka berempat pun berlari dengan kecepatan tinggi sebelum melompat setinggi-tingginya untuk mengeluarkan jurus andalan mereka.
Namun...
Brug!
Seketika mereka terhenti saat menabrak sesuatu yang keras seperti tembok, namun penuh rambut panjang.
"Hehehe... Mau ngapain cil?"
Suara berat dan serak terdengar jelas di kuping mereka hingga keempat pemuda itu jatuh ke tanah.
Mereka melihat sosok hitam besar berambut dengan dua mata merah menyala dan dua taring panjang yang menjuntai ke bawah menghadang di depan mereka dengan senyum menyeringai.
Seketika alunan suara gamelan dengan ritme yang cepat menggelegar di antara tengah malam.
Enam orang ganongan pun keluar entah dari mana, yang kemudian menari seirama dengan lantunan gamelan dan mengelilingi keempat pemuda tersebut yang langsung lemas saat melihat kejadian mengerikan itu.
Suara gong pun semakin kencang saat tiga barongan ikut muncul menari dan mengelilingi keempat pemuda itu.
"I-ini... apaan bre!?" tanya Herman yang sudah mulai ketakutan.
"Jangan dorong-dorong, gue takut!" sahut Wahyu yang tubuhnya di pepet Herman dan Karno dari dua sisi.
"Mama! Tolong!" teriak Karno yang hampir mau kencing di celana.
Ibnu sebagai ketua mereka berusaha untuk melantunkan ayat-ayat suci namun ketakutaannya mengalahkan rasa percayanya kepada pertolongan Tuhan dan justru membuat para penari itu semakin membabi buta dan alunan gamelan pun semakin keras.
Suara sorak-sorak poranda dari banyak orang pun ikut terdengar namun tanpa wujud yang membuat keempat pemuda itu semakin ketakutan.
Keempat pemuda itu pun mencoba menutup mata dan telinga mereka, berharap kejadian mengerikan itu segera usai.
Tetapi...
...hanya keheningan yang mereka dapatkan.
Suara gamelan, langkah para penari dan sorak poranda pun ikut lenyap di tengah hembusan angin malam yang menerpa.
Namun keempat pemuda itu masih terlalu takut untuk membuka mata dan telinga mereka, untuk melihat kondisi di sekitar.
"Bre... buka mata dulu gih mungkin mereka sudah pergi." pinta Herman yang menggigil ketakutan.
"Ogah! Elu aja kali..." jawab Wahyu yang masih menutup mata dan telinganya.
"Gue takut bre." sahut Herman.
"Lah samaan kita." tukas Karno.
"Ya elah gitu aja takut..." ucap Ibnu yang kemudian membuka kedua matanya untuk melihat sekeliling.
Alamak... betapa terkejutnya dia.
Semua sosok yang tadi mengelilingi mereka telah berubah wujud.
Sekarang ada enam pocong yang hanya berjarak satu meter dan mengelilingi mereka.
Bau busuk yang sangat menyengat serta kain putih lusuh dan wajah yang rusak gosong itu sedang melotot kearah mereka.
Tiga barongan besar di belakang, telah menjadi genderuwo yang tingginya lebih dari empat meter dengan mata merah mereka yang menyala, menatap tajam kearah empat pemuda yang mati kutu itu.
Sedangkan, di atas kepala mereka ada satu kuntilanak yang melayang dan berputar-putar dengan riang gembira tanpa mengeluarkan suara apapun.
Di sekeliling, terdapat orang-orang dengan wajah rusak tak beraturan sedang menatap mereka dengan tatapan yang mengerikan.
"Aaa... aa. Aa-aah." mulut Ibnu hanya dapat terbuka dan menganga, terlihat sangat tersiksa dan kesusahan untuk berbicara.
Mendengar suara Ibnu yang serak dan patah-patah, mereka pun penasaran akan apa yang di lihat oleh temannya karena Ibnu adalah orang yang paling rajin beribadah di antara mereka.
Apa gerangan pemandangan yang membuat temannya itu ketakutan?
Pada akhirnya mereka memutuskan untuk membuka mata dan telinga bersama-sama.
"SETAN!" teriak ketiga pemuda itu saat melihat apa yang Ibnu lihat.
"Hihihihihihihi!"
Seketika itu, kuntilanak di atas mereka langsung tertawa dengan nyaring dan keras di saat musik gamelan yang sanyu pun mulai menggema.
Semua sosok yang mengelilingi keempat pemuda itu perlahan mulai mendekat dengan senyuman lebar hingga ketelinga.
Keempat pemuda itu sangat berharap bahwa mereka bisa pingsan saat itu juga namun ada kekuatan lain yang membuat mereka tetap sadar dan terjaga.
Mereka seperti di paksa untuk melihat kengerian momen itu yang dengan perlahan melihat sosok di sekeliling mendekat dan menggerayangi tubuh mereka perlahan.
"AAAAAAAHHHHHHH!"
Teriakan akan kengerian di malam itu keluar dari mulut mereka. Terpaksa merasakan tubuh mereka di pegang oleh para makhluk astral yang tidak tahu ada berapa jumlahnya.
Terkecuali untuk satu pocong yang melihat mereka dari kejauhan.
Dengan senyum mengerikan pocong itu berkata, "Sudah kubilang kan, balas dendam itu adalah hidangan yang paling mantap untuk di santap dalam keadaan dingin."
Entah berapa menit atau jam keempat pemuda itu di paksa untuk melihat apa yang sedang mereka lihat dan si pocong yang di tendang mereka tempo hari pun tertawa dengan puas.
"Rasain lu bocah semprul!"