Agensi Detektif Hantu

Agensi Detektif Hantu

Chapter 1 - Kasus Pertama

"Ahhh, bosan amat ya. Tak ada uang tak ada duit. Tetaplah hidup meskipun sulit." kata seorang pria muda yang rebahan santai di sofa sebuah ruangan sambil menatap langit-langit.

"Ya gimana lagi. Sepi job begini mau punya duit. Gue juga mau bayar kost bentar lagi." kali ini seorang wanita yang menyaut kebosanan si pemuda.

Pertama-tama mari perkenalan dulu. Si pria yang sedang rebahan disofa adalah owner dari Agensi Detektif Hantu yang telah dibangunnya sejak semester pertama. Namanya adalah Ardian Putra Wirawan, seorang Mahasiswa yang sekarang semester tiga.

Ardian memiliki perawakan yang lumayan tinggi, sekitar 175 cm, dengan berat badan 69 kg, tidak terlalu kurus dan juga tidak terlalu gemuk. Memiliki kulit sawo matang dan berambut sedikit ikal berwarna hitam pekat.

Sementara si wanita bernama Putriani Angga Dewi, seorang wanita dari campuran suku jawa dan china. Dia memiliki tinggi 157 cm dengan berat badan 46 kg. Memiliki rambut hitam lurus yang panjang dan kulit putih seperti salju.

Putriani baru masuk kuliah semester pertama di kampus yang sama.

Gagasan untuk membuka usaha ini untuk membantu orang-orang yang terganggu oleh dunia mistis. Ardian mulai aktif berkecamuk dengan dunia ghaib saat dia masih kelas satu SMA hanya saja sekarang bisnis ini lebih terstruktur karena sudah berstandar S.O.P.

Sedangkan Putriani baru masuk agensi ini sejak dua minggu yang lalu sebagai sekretaris yang menerima panggilan telepon dari para klien.

Banyak yang bilang bahwa agensi ini hampir sama dengan bisnis dukun cuman lebih modern, sedangkan Agensi Detektif Hantu sama sekali tidak menerima permintaan seperti santet dan lain-lain.

Mereka lebih memilih untuk memecahkan permasalahan dunia ghaib yang mengganggu manusia.

"Oh ya, si Rendy kemana? Dari tadi gak keliahatan. Ada kelas kah dia hari ini?" tanya Ardian yang sudah merubah posisi rebahannya sambil menatap si chindo cantik.

"He'em..." sahut Putriani yang sedang menulis sesuatu dikertas. Sepertinya ada tugas dari kelas yang harus dia selesaikan.

"Kalau Nur?" tanya Ardian lagi.

"Ya belum pulanglah. Masih SMA juga. Emang udah lupa sama adik kelas kesayanganmu itu?"

"Cie... ada yang cemburu nih ye."

"Dih, kege'eran..." celetuk Putriani.

"Namanya juga basa-basi, Put, biar gak kelihatan sepi-sepi amat, tapi tetep aja sepi sunyi kayak kuburan aja. Kayaknya gagal nih promosinya."

"Ya gimana mau berhasil, Ar. Elu aja nempelin brosur macam orang promosi sedot WC. Gak menarik sama sekali." ungkap Putriana.

"Ya mau gimana lagi. Gak ada budget gue abis ngurusin semua berkas-berkas buat ini kantor. Gudang satu lantai ini aja dikasih sama Rendy setelah denger ide gila gue. Sekalian juga buat tempat nongkrong kita berempat."

Tidak lama kemudian telepon kantor pun berbunyi. Putriani dengan sigap langsung meletekan pulpennya dan mengangkat panggilan tersebut.

"Selamat siang. Iya, dengan Agensi Detektif Hantu disini. Iya? Oke... Siap pak, agen kami akan ke sana sekarang." setelah menutup telepon, Ardian pun nyengir dan berdiri dari kenikmatan sofa empuknya.

Saat telepon berbunya disitu datang rejeki.

"Domisili?" tanya Ardian sambil berjalan ke arah lemari untuk mengambil pakaian tempurnya.

"Kota Anggara, Desa Tumbularas Rt. 03, Rw. 01. Kediaman rumah Bapak Santosa Wijaya. Estimasi perjalanan sekitar 40 menit dari sini." jawab Putriani layaknya seorang sekretaris handal.

"Permasalahan?" tanya Ardian lagi.

"Klien memberi informasi bahwa rumahnya diteror wanita berambut panjang and berdaster putih lusuh setiap malam. Untuk lebih detailnya Bapak Santoso siap ditemui selama 24 jam kedepan di kediamannya." jelas Putriana.

"Sip. Waktunya kerja." Ardian sudah berganti ke stelan kerja, baju berwana putih, jaket formal berwarna hitam serta berdasi. Tidak pula lupa bersepatu pantofel.

"Dih, macam mau ngelamar kerja kantoran aja kau, Ar. Gak salah pake baju begitu?" tanya Putriani yang melihat Ardian dengan pedenya begaya binaragawan.

"Gaya itu perlu, put. Tanpa gaya kita mati kutu. Gak bisa narik pelanggan kalau pake outfit asal-asalan, yang penting rapi dulu lah, biar dianggap serius sama klien."

"Iya deh, iya, yang penting jangan lupa honor gue kalau berhasil."

"Santai." sahut Ardian sebelum mengambil tas gendongnya dan melangkah kearah pintu depan tetapi berhenti saat memenggang gangang pintu.

"Oh, iya, yakin nih loe masih mau disini? Mau gue tinggal soalnya."

"Gak masalah. Nur bentar lagi juga pulang terus mampir. Kasian kalau nanti cuman dia yang sendirian. Lagian, gue lebih suka bikin tugas disini. Lebih nyaman sama tenang." jawab Putriani yang tetap fokus mengerjakan tugas makalahnya.

"Oke dah..." sahut Ardian pendek.

Ardian pun langsung membuka pintu depan dan menuju motor supra bapak yang diberikan sama Pamannya, memakai helm karena safety itu penting sebelum menstarter motornya dan gas langsung ke TKP.

***********

Di desa Tumbularas, Ardian pun telah sampai di tujuannya, di kediaman bapak Santosa Wijaya. Walaupun dia harus banyak bertanya pada tetangga sekitar untuk sampai disana.

Sesaat melihat rumahnya, memang ada aura negatif yang sukar dideteksi bukan karena kuat lemahnya, tetapi lebih ke besar kecilnya energi.

Untul lebih memastikan, Ardian harus masuk melihat kedalam.

"Permisi! Kulo nuwun! Punten! Sepada... Helloo!" panggil Ardian dari luar pagar dan berharap yang punya rumah ada di dalam.

"Nggeh." sahut Ibu-ibu yang memakai daster panjang keluar dari rumah dan berjalan mendekati Ardian. "Cari siapa ya mas?" Tanyanya langsung.

"Maaf bu, numpang tanya. Apa benar rumah ini kediamannya Bapak Santosa Wijaya?"

"Iya betul. Ada keperluan apa ya?"

"Ini bu, kami dari Agensi Detektif Hantu yang di panggil sama bapak untuk mengatasi masalah mistis di rumah ini. Apa bapak Santosa ada di rumah?"

"Oalah, masnya dari Agensi toh. Iya mas, bapak ada di rumah. Udah ditunggu dari tadi. Silahkan masuk dulu."

"Permisi ya bu."

Si Ibu membukakan gerbang depan sebelum Ardian masuk dan sedikit membungkukkan badannya. Mereka berdua pun berjalan kearah rumah sebelum berhenti diteras depan.

"Masnya tunggu disini dulu ya. Biar tak panggilin bapak." pinta si Ibu sebelum masuk kerumah.

"Iya bu." sahut Ardian sambil menatap lingkungan sekitar. Bermacam-macam makhluk tak kasat mata berlalu lalang tetapi jumlahnya masih terbilang normal.

Ardian sama sekali tidak melihat ada tanda-tanda bahwa desa ini berada dijalur ramai para makhluk astral yang membuatnya berpikir sejenak.

Tetapi pikirannya buyar ketika seorang bapak-bapak yang mengenakan kaos oblong dan sarung Gajah Uduk menghampirinya.

"Masnya dari Agensi ya?"

"Iya pak. Dengan bapak Santosa Wijaya kan? Saya datang untuk memenuhi permintaan bapak."

"Terima kasih sudah datang loh mas. Oh ya, silahkan duduk dulu."

"Ya pak, terima kasih"

Mereka berdua pun duduk di kursi depan teras rumah lalu mengobrol sebentar sebelum pak Santosa melihat penampilan Ardian dari atas sampai bawa dan bertanya. "Masnya ini lucu loh..."

"Kenapa pak?" Ardian keheranan.

"Enggak, masnya ini mau ngusir hantu atau apa? Pakaiannya kok kayak mau ngelamar kerja kantoran. Stelannya lengkap lagi. Gak kayak orang-orang pinter yang datang sebelumnya." kata pak Santosa sambil tertawa lirih.

"Eh buset, Putri juga ngomongnya gitu. Emang ada yang salah sama outfit gua? Padahal keren begini." pikir Ardian sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Ingin tampil beda aja pak. Kalau rapi, di lihat orang juga enak."

"Oh, gitu."

"Jadi bapak sebelumnya sudah pernah manggil orang pinter?" tanya Ardian sambil membetulkan dasinya.

"Sudah mas, cuman gatot alias gagal total. Orang pertama gak bisa nyariin hantunya, yang kedua gak bisa ngusirnya. Jadi masnya yang ketiga ini." pak Santosa menghelai nafas pelan karena susahnya masalah ini diselesaikan.

Ardian yang berpikir sejenak pun tahu, jika aura negatif didalam rumah ini seperti jarum jahit di dalam tumpukan jerami. Alasannya pun masih belum diketahui jika dia belum sepenuhnya masuk kedalam rumah.

Saat Ardian masih termenung di dalam pikiranya, si Ibu berdaster tadi keluar sambil membawa dua cangkir kopi hitam dan menyuguhkannya kepada Ardian dan pak Santosa.

"Mas, ini saya buatin kopi." kata si Ibu sambil menurunkan gelas kopi kepada mereka berdua.

"Waduh bu, tidak usah repot-report." kata Ardian sambil menunduk pelan.

"Gak repot kok mas. Masnya kan tamu disini. Oh iya bu, sekalian ambilin itu toples kacang bawang yang bapak beli kemarin buat cemilan. Bapak masih mau ngobrol sama mas nya."

"Nggeh pak." kata si Ibu sembari melangkah kembali ke dalam rumah.

"Monggo mas. Di minum kopinya. Mumpung masih panas."

"Iya pak terima kasih."

Mereka pun berbincang sebentar sambil meminum kopi sebelum Ardian masuk ke mode profesionalitasnya.

"Baik pak. Sebelumnya perkenalkan, nama saya Ardian Putra Wirawan. Ini kartu nama saya. Kami dari Agensi Detektif Hantu yang sudah bapak panggil tadi."

"Iya mas."

"Langsung aja ini pak. Menurut bapak gangguanya sudah berapa lama?" tanya Ardian yang penuh antusias.

"Sudah dua bulan mas semenjak kami pindah kesini."

"Gangguannya seperti apa pak?"

"Iya, kayak televisi hidup sendiri, trus kalau malam pas jam 12-an kayak ada yang hidupin keran sama kayak ada orang mandi, terus ada yang mondar mandir. Waktu tak cek, eh gak ada orang, ngeri sendiri jadinya kan."

Ardian mendengarkan dengan seksama karena dari informasi yang punya rumah maka dia baru bisa mengambil langkah yang tepat.

"Kalau suara-suara ada tidak pak?"

"Ada mas, pernah waktu saya sama keluarga lagi nonton film komedinya Warkop DKI sama OVJ. Eh pas lagi lucu-lucunya ada suara cewek cekikikan, kenceng lagi. Gak jadi ketawa lah kita mas, yang ada lari tunggang langgang."

"Hmm, sampai begitu ya. Kalau soal penampakan bapak pernah lihat?"

"Kalau itu kayaknya gak pernah deh mas. Cuma waktu malam-malam saya mau rokok kan jadi pengen kopi juga nih. Aku minta tolong Ibu yang buatin dan disuguhi mas tapi waktu itu ternyata si Ibu lagi di rumah tetangga dan gak ngerasa bikinin kopi"

"Buju gile, dia nyamar juga ya."

"Yang kedua nih mas. Pas bapak laper malam-malam pengen nasi goreng, itu kejadiannya sama kayak gitu. Di buatin Ibu tapi ternyata si Ibu lagi tidur pules, ngorok lagi mas, kan bikin heran."

"Gimana pak? Nasgornya enak gak?" tanya Ardian penasaran karenabbelum pernah dimasakin sama hantu.

"Mantap! Lebih enak dari pada buatan Ibu tapi jangan bilang-bilang ya mas, nanti ngambek dianya."

"Santai pak." sahut Ardian pelan sambil mengacungkan jempolnya.

"Hayo, pada ngomongin apa?" Si Ibu datang sambil membawa toples kacang bawang dan bertanya-tanya kepada mereka bedua.

"E... e-engak bu. Gak ngomongin apa-apa, iya kan mas?" pak Santosa gelagapan.

"I-iya bu. Kita cuma ngobrol santai aja."

"Alah, yang bener?" tanya Ibu sambil melirik gelagat aneh mereka bedua.

Ardian dan pak Santosa menganggukan kepalanya dengan cepat karena mereka tahu ras terkuat di jagat raya ini adalah ras Ibu-Ibu. Karena marahnya mereka dapat dengan mudah mengalahkan amarahnya dedemit sejagat.

Jika ada yang mereka takutkan. Itu adalah kemarahan Ibu-ibu.

Untuk mengalihkan pembicaraan Ardianpun batuk pelan-pelan dan mengambil alih topik perbincangan.

"Enggak bu. Ini tadi bapak cerita soal gangguan di rumah ini. Kalau Ibu pernah merasakan hal yang sama?"

"Hmm, gimana ya..." sahut Ibu saat meletakan toples kacang bawan ke atas meja dan pak Santosa mulai membukanya dan ngemil dengan santainya.

"Kalau ibu sih mas, waktu nonton drama Korea, itu ada suara cewek nangis mas, bikin merinding, padahal waktu itu cuma saya sendirian dirumah."

"Terus? Ibu lari?"

"Ya iya lah masa ya iya dong."

"Owalah, kalau yang lainnya bu? Penampakan atau hal-hal yang lain?" tanya Ardian lagi.

"Kalau itu pernah mas, belum lama ini malahan. Tiga hari yang lalu. Waktu bapak kerja sama anak-anak sekolah, ibu kan masak ini, di dapur. Ada yang kelupaan di toko kelontong baliklah ibu ke sana tapi lupa matiin kompor."

"Terus... terus..."

"Pas ibu pulang, ya ampun mas. Itu wajan kebakaran, gede lagi apinya." kata Ibu yang sedikit menghebohkan ceritanya.

"Iya... iya lanjut..."

"Ibu kan panik, langsung ke kamar mandi mau ngambil air. Pas ibu balik ke dapur, itu mas, ada cewek pake baju putih, rambutnya hitam panjang banget sampai tembus ke lantai, lagi liatin tuh api yang gede sampai langit-langit."

"Iya terus... kiri dikit! Kiri dikit... Sip!" lanjut Ardian yang berbicara layaknya seorang tukang parkir.

"Tapi setelah itu dia ngilang aja mas, kayak jadi asep putih gitu dan di saat yang sama, apinya pun langung padam seketika. Aneh banget kan?" jelas si Ibu sambil gemetar menjelaskannya.

"Lah terus ini terornya dimana?"

Ardian merasa sedikit kesal karena dari penuturan keluarga pak Santosa, tidak ada gangguan yang ekstrim ataupun yang dapat menyakiti mereka.

Dengan kata lain, tidak ada bentrokan langsung antara keluarga ini dengan entitas tak kasat mata di dalamnya.

Si Bapak dan Ibu Santosa cuma saling pandang satu sama lain, kebingungan dengan pertanyaan yang di utarakan Ardian. Diapun memahami bahwa reaksi keluarga bapak Santosa ini adalah reaksi yang normal saat di hadapkan dengan hal-hal yang di luar nalar pikiran.

Tetapi ya jangan bodoh aja, itu saja yang diharapkan Ardian.

"Daripada kita duga pra duga soal situasi di rumah ini, lebih baik saya masuk ke dalam aja gimana pak? Mungkin bisa berkomunikasi." ucap Ardian yang meminta izin untuk masuk ke rumah.

"Oh iya, boleh mas. Silahkan." jawab pak Santosa.

"Sebelum saya masuk, boleh tidak semua korden di tutup dulu? Sekalian lampu-lampu dimatikan untuk mengurangi cahaya." pinta Ardian sebelum dapat menjalankan tugasnya.

"Iya mas, bentar ya." si Ibupun masuk kembali ke dalam rumah, menutup semua korden dan mematikan lampu yang sedang menyala.

Hal itu membuat suasana seluruh ruangan agak gelap layaknya menjelang magrib dan seketika suasana menjadi dingin, disertai angin sepoi-sepoi yang membuat istri pak Santosa merinding and langsung beralan cepat keluar untuk menemui suaminya dan Ardian.

"Kenapa bu?" tanya pak Santosa.

"Emm, gak papa, pak." jawab si ibu pendek yang membuat suaminya agak bingung saat melihat istrinya bernapas cepat tetapi tidak dengan Ardian yang berdiri dan melangkah ke depan pintu rumah.

"Permisi ya pak. Saya cek dulu di dalam." Ardianpun masuk ke dalam rumah keluarga bapak Santosa dan terseyum lebar karena ini saatnya...

"Saatnya kerja..."

Terpopuler

Comments

Delita bae

Delita bae

salam kenal 👋jika berkenan mampir juga👍🙏

2024-11-11

0

FiaNasa

FiaNasa

wah Ardian dukun milenial.nih 😀

2024-09-28

1

Rina Indriani

Rina Indriani

suka cerita horor... lanjut baca dulu ya kk

2024-09-25

1

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1 - Kasus Pertama
2 Chapter 2 - Wanita Bergaun Putih
3 Chapter 3 - Kinanti
4 Chapter 4 - Musyawarah?
5 Chapter 5 - Keputusan
6 Chapter 6 - Kasus Selesai
7 Chapter 7 - Gedung Kutukan I
8 Chapter 8 - Gedung Kutukan II
9 Chapter 9 - Gedung Kutukan III
10 Chapter 10 - Gedung Kutukan IV
11 Chapter 11 - Gedung Kutukan V
12 Chapter 12 - Gedung Kutukan VI
13 Chapter 13 - Gedung Kutukan VII
14 Chapter 14 - Kasus Baru atau Kasus Selesai?
15 Chapter 15 - Empat Pemuda Semprul
16 Chapter 16 - Persiapan
17 Chapter 17 - Pintu Lingkar Pinus
18 Chapter 18 - Desa Lingkar Pinus
19 Chapter 19 - Qorin Terpisah?
20 Chapter 20 - Siap Tempur
21 Chapter 21 - Pertempuran Empat Arah Angin
22 Chapter 22 - Tingkat Ketiga, Penguasa Territorial
23 Chapter 23 - Titik Terang
24 Chapter 24 - Dua Kubu Bertemu
25 Chapter 25 - Investigasi Mandiri I
26 Chapter 26 - Investigasi Mandiri II
27 Chapter 27 - Investigasi Mandiri III
28 Chapter 28 - Investigasi Mandiri IV
29 Chapter 29 - Investigasi Mandiri V
30 Chapter 30 - Investigasi Mandiri VI
31 Chapter 31 - Investigasi Mandiri VII
32 Chapter 32 - Masalah I
33 Chapter 33 - Masalah II
34 Chapter 34 - Masalah III
35 Chapter 35 - Masalah IV
36 Chapter 36 - Masalah V
37 Chapter 37 - Sang Presiden Agung I
38 Chapter 38 - Sang Presiden Agung II
39 Chapter 39 - Sang Presiden Agung III
40 Chapter 40 - Sang Presiden Agung IV
41 Chapter 41 - Sang Presiden Agung V
42 Chapter 42 - Sang Presiden Agung VI
43 Chapter 43 - Pencarian
44 Chapter 44 - Nur Sang Penyembuh
45 Pengenalan Karakter
46 Chapter 45 - Rendy yang Bijaksana
47 Chapter 46 - Ardian Sang Pemikir
48 Chapter 47 - Beraksi Kembali
Episodes

Updated 48 Episodes

1
Chapter 1 - Kasus Pertama
2
Chapter 2 - Wanita Bergaun Putih
3
Chapter 3 - Kinanti
4
Chapter 4 - Musyawarah?
5
Chapter 5 - Keputusan
6
Chapter 6 - Kasus Selesai
7
Chapter 7 - Gedung Kutukan I
8
Chapter 8 - Gedung Kutukan II
9
Chapter 9 - Gedung Kutukan III
10
Chapter 10 - Gedung Kutukan IV
11
Chapter 11 - Gedung Kutukan V
12
Chapter 12 - Gedung Kutukan VI
13
Chapter 13 - Gedung Kutukan VII
14
Chapter 14 - Kasus Baru atau Kasus Selesai?
15
Chapter 15 - Empat Pemuda Semprul
16
Chapter 16 - Persiapan
17
Chapter 17 - Pintu Lingkar Pinus
18
Chapter 18 - Desa Lingkar Pinus
19
Chapter 19 - Qorin Terpisah?
20
Chapter 20 - Siap Tempur
21
Chapter 21 - Pertempuran Empat Arah Angin
22
Chapter 22 - Tingkat Ketiga, Penguasa Territorial
23
Chapter 23 - Titik Terang
24
Chapter 24 - Dua Kubu Bertemu
25
Chapter 25 - Investigasi Mandiri I
26
Chapter 26 - Investigasi Mandiri II
27
Chapter 27 - Investigasi Mandiri III
28
Chapter 28 - Investigasi Mandiri IV
29
Chapter 29 - Investigasi Mandiri V
30
Chapter 30 - Investigasi Mandiri VI
31
Chapter 31 - Investigasi Mandiri VII
32
Chapter 32 - Masalah I
33
Chapter 33 - Masalah II
34
Chapter 34 - Masalah III
35
Chapter 35 - Masalah IV
36
Chapter 36 - Masalah V
37
Chapter 37 - Sang Presiden Agung I
38
Chapter 38 - Sang Presiden Agung II
39
Chapter 39 - Sang Presiden Agung III
40
Chapter 40 - Sang Presiden Agung IV
41
Chapter 41 - Sang Presiden Agung V
42
Chapter 42 - Sang Presiden Agung VI
43
Chapter 43 - Pencarian
44
Chapter 44 - Nur Sang Penyembuh
45
Pengenalan Karakter
46
Chapter 45 - Rendy yang Bijaksana
47
Chapter 46 - Ardian Sang Pemikir
48
Chapter 47 - Beraksi Kembali

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!