Alia menikah dengan wali kelasnya saat SMA, yaitu Dimas. Di Tengah perjalanan pernikahan mereka mulai muncul banyak konflik, mulai dari urusan ranjang maupun ketidakcocokan, bahkan ada isu orang ketiga, lalu adiknya Dimas yakni Ferdi berniat membantu dan menyelamatkan Alia, namun akhirnya mereka saling jatuh cinta. Bagaimana kelanjutan ceritanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bel Bel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15
Alia keluar kamar dengan memar merah di pipinya.
“Ayo sarapan dulu.” Kata Ayu.
“Mau kemana kalian?” Tanya Darmawan Ayah Dimas.
“Ada bimtek di hotel.” Jawab Dimas.
“Alia ikut juga?” Tanya Ayu.
“Tidak bu.” Jawab Alia.
“Cepat kalian duduk dan kita sarapan bersama.” Kata Darmawan.
“Baik pak.” Jawab Alia.
“Al kamu kok belum hamil sih? Coba kamu cek ke dokter kandungan deh, kamu cek kesuburan kamu.” Kata Ayu.
“Santai saja bu, pernikahan kami juga belum satu tahun, kita masih ingin menikmati waktu berdua dulu.” Kata Dimas.
“Tidak baik menunda rejeki.” Kata Darmawan.
“Nanti ibu temani kamu kalau mau ke dokter kandungan ya.” Kata Ayu.
“Tidak perlu bu.” Jawab Alia.
“Kasihan Dimas dia sudah kepala 3 lebih loh. Tahun ini Dimas umur 32 tahun loh, kamu mah enak masih muda, kamu takut ya punya anak nanti badan kamu jadi gendut atau kamu takut tidak bisa merawat anak? Jangan khawatir, nanti ibu akan bantu.” Kata Ayu.
“Saya tidak menunda kok bu, doakan saja ya pak bu semoga kami segera diberikan anak.” Kata Alia.
“Kalau doa selalu kami doakan, tapi periksa ke dokter juga perlu loh.” Kata Darmawan.
“Biar saya dan mas Dimas saja nanti yang ke dokter.” Kata Alia.
“Pokoknya Ibu dan Bapak harus ikut, biar kita semua tau siapa yang bermasalah.” Kata Ayu.
“Ibu dan Bapak kenapa sih ikut campur masalah rumah tangga bang Dimas dan Alia, itu urusan mereka dan mereka kan bilang masih ingin menikmati masa-masa berdua sebelum ada anak, harusnya kita cukup mendoakan saja pak bu.” Gerutu Ferdi.
“Kok jadi kamu yang marah si Fer.” Kata Ayu.
“Ibu sama saja dengan memojokkan Alia, belum tentu juga kan Alia yang bermasalah bisa saja.” Kata Ferdi.
“Kamu menuduh aku yang bermasalah? Tau apa kamu Fer? Kamu pikir aku mandul dan tidak bisa menghamili istriku?” Kata Dimas.
“Sudah sudah jangan rebut.” Kata Darmawan.
“Cepat masuk kedalam kamar.” Isi pesan teks Ferdi kepada Alia.
“Maaf saya ke kamar dulu ya pak bu, kepala saya agak pusing.” Kata Alia.
“Iya kamu istirahat saja kalau begitu.” Kata Ayu.
**
2 tahun pernikahan
Hubungan Dimas dan Alia semakin merenggang, Dimas tidak mau pergi ke dokter karena dia merasa bahwa dirinya normal dan baik-baik saja, di sisi lain Alia selalu dipojokkan oleh mertuanya karena belum juga hamil dan menyalahkan Alia karena dia tidak mau ke dokter.
“Mas selamat hari jadi pernikahan kita yang ke dua ya.” Kata Alia.
“Iya.” Jawab Dimas sambil mengerjakan pekerjaannya di laptop.
“Mas kita sampai kapan ya tinggal dirumah ini? Apa tidak sebaiknya kita pindah saja, sepertinya tabungan kita cukup untuk membayar DP rumah mas.” Kata Alia.
“Memangnya kenapa? Kamu tidak betah tinggal disini?” Tanya Dimas.
“Jujur aku risih sekali mas dengan semua omongan bapak dan ibu, hampir setiap hari loh mereka membahas hamil, anak, tidak subur, dan selalu memaksaku ke dokter, padahal kan kamu yang tidak mau pergi ke dokter mas. Kenapa sih mas kamu tidak ma uke dokter? Kamu malu ya?” Tanya Alia.
“Sebenarnya bapak menawariku untuk tinggal dirumahnya yang lain, tapi jarak dari sini dan dari tempatku bekerja sangat jauh, sekitar dua jam loh. Kalau mau beli rumah juga aku belum tau mampu atau tidak untuk membayar cicilannya, apalagi di daerah kota besar begini. Kalau untuk ke dokter, jangan dulu, akum alu dan ini menyangkut harga diriku juga.” Kata Dimas.
“Aku tidak masalah kok mas meskipun jauh yang penting hanya ada kita berdua, hmmmm kalau memang alasan kamu malu baiklah aku turuti saja kemauan mas. Memangnya kamu tidak ingin segera memiliki anak mas? Jujur aku ingin sekali punya anak mas.” Kata Alia.
“Kamu mau aku tampar lagi? Jangan pernah memaksaku untuk pergi ke dokter.” Kata Dimas.
“Maaf mas.” Jawab Alia.